11. But Its Devoured By The Big Wolf

Note:
Warning For Mild Sexual Activity (For 18+ Only)


OXO

Yuta lalu mengantarkan Megumi pulang sampai ke kamar asrama.

Ketika berada di depan pintu kamar tersebut. Yuta kemudian mengadahkan tangannya, meminta kunci agar dia bisa membantu Megumi membuka pintu.

Aneh. Tidak biasanya lelaki itu telihat begitu kesal. Megumi pun dibuatnya binggung dan juga penasaran namun memilih untuk tetap diam. Tanpa mengatakan apapun, Megumi lantas memberikan kunci kamarnya.

Yuta membiarkan sang pemilik kamar masuk duluan, dan barulah kemudian dia menyusul di belakang. Yuta lalu mengembalikan kunci kamar tersebut setelah dia menutup pintu di belakangnya.

Dengan gestur ragu-ragu, Megumi pun menerima kuncinya kembali. Ruangan itu hening, terasa canggung bagi Megumi. Mungkin karena penyebab utamanya ialah Yuta yang masih masih belum mengatakan apapun. Padahal ini adalah kamarnya sendiri, tapi suasana tersebut membuatnya ingin kabur.

"Lepas bajumu Megumi."

Permintaan bagaikan memerintah itu lantas membuat Megumi mengadahkan kepalanya dengan sepasang mata yang membola sempurna. Dilihatnya baik-baik pula wajah kakak kelasnya yang lebih tinggi itu. Demi memastikan kembali apakah sungguh orang yang mengatakan kalimat tadi adalah Okkotsu Yuta.

"Kenapa?" tanya Yuta lantaran Megumi yang tidak segera melakukan permintaannya. "Padahal. Bukannya dalam beberapa jam yang lalu sepertinya kau tidak mempermasalahkan orang lain melihatmu ganti baju?" ujarnya setengah berbisik di sebelah telinga Megumi.

Yuta tepat berada di depannya dalam jarak minim. Tangan Yuta mengangkat ujung kaos Megumi, membuat pemuda tersebut memperlihatkan perutnya yang rata dan putih.

Megumi lantas mengigit bibir bawahnya. Tentu dia tidak pernah mempermasalahkan adanya orang lain yang melihatnya berganti pakaian, asalkan orang tersebut tidak melihatnya telanjang bulat. Lagipula dia bukan perempuan.

Namun masalahnya ada pada diri Yuta. Entah mengapa kakak kelasnya tersebut bersikap demikian. Yuta jelas-jelas bersikap aneh. Megumi masih ingin menanyainya tapi mungkin akan lebih baik apabila dia mengikuti kemauan Yuta terlebih dahulu.

"......umm. Aku mengerti senpai," jawab Megumi seraya mendorong tangan Yuta agar tak lagi menarik bajunya. "Silahkan tunggu disana. Aku akan segera ganti pakaian," katanya lalu berjalan mendekati lemari pakaian berbahan kayu jati.

Seperti yang dikatakan Megumi barusan. Dia pun langsung melepaskan bajunya dalam posisi membelakangi Yuta, tanpa memperdulikan kenyataan bahwa ia telah memperlihatkan punggung mulusnya pada orang lain.

Yuta masih tidak ingin melepaskan pandangannya. Ini kedua kalinya dalam sehari dia melihat Megumi bertelanjang dada. Diperhatikannya terus. Seperti biasanya, pemuda tersebut terlihat cantik dan mempersona.

Sebenarnya Yuta adalah tipe lelaki yang lebih suka mengamati keindahan ketimbang memperebutkan keindahan itu sendiri. Namun berbeda jauh dengan kasus milik Fushiguro Megumi.

Yuta tidak akan pernah bisa melepaskannya. Setiap kali matanya bertemu dengan sepasang bola mata bagaikan batu Zambrud indah itu. Seolah-olah dia tersihir oleh mantra kutukan. Dirinya yang selalu dianggap sebagai pemuda penyabar dan anak baik, sampai mendapat julukan 'orang suci' dari orang-oramg di sekitarnya. Kini telah berubah menjadi seseorang yang dirasuki oleh iblis keserakahan.

Semakin dia mengenali pemuda tersebut. Dia menjadi selalu menginginkan segala sesuatu yang dimiliki oleh Fushiguro Megumi. Apapun itu yang berkaitan dengan Megumi. Dia akan berusaha memilikinya walaupun itu berarti dia harus merebutnya dari tangan orang lain atau bahkan menyakiti pemuda itu sendiri.

Pendosa.

Cinta berarti pilih kasih. Keserakahan berarti mencuri dan merusak segalanya.

Semua itu adalah dosa manusia.

Sebuah kutukan laknat yang selalu dianggap orang-orang sebagai kebahagian.

Sungguh menggelikan.

"Walaupun begitu. Aku masih saja berharap kalau kau tidak akan menolakku," Yuta berkata tepat di belakang Megumi yang tengah lengah. Entah sejak kapan dia berada di sana, begitu pikir Megumi. 

"E-eh!?" Wajah Megumi memerah padam, bercampurkan rasa heran dan kaget menjadi satu. Pemuda itu tidak berhasil memutar arah tubuhnya. Yuta sudah duluan memeluk pinggangnya dan membenamkan wajah di perpotongan lehernya.

"Se-senpai?" panggil Megumi seraya menoleh ke belakangnya. Dalam posisi tersebut dia jadi tidak bisa melihat bagaimana wajah Yuta sekarang. "A-ada apa?" tanyanya lirih lalu mengusap kepala Yuta yang berada dipundaknya.

"Bau Gojo sensei.......menempel padamu," jawab Yuta sambil mengendus-endus aroma parfum maskulin yang sedari tadi mengusiknya. Muka Megumi kian  memerah ketika Yuta melakukannya.

"M-mau bagaimana lagi? Barusan aku memakai bajunya," terang Megumi seraya menahan rasa geli akibat rambut Yuta yang menyapu kulit senfitifnya.

Yuta diam dan berdehem panjang lalu berucap kembali, "Aku tidak menyukainya." Seniornya berbicara terlalu dekat dengan lehernya membuatnya malu sekaligus risih, namun anehnya dia tidak membencinya.

"........tolong hentikan senpai," pinta Megumi. "Kalau kau memang tidak menyukainya. Berhentilah mengendusku dan biarkan aku mandi," katanya sambil mendorong kepala Yuta dengan pelan.

Yuta menolak masukan tersebut. Pemuda itu malah makin mempererat pelukannya, membuat adik kelasnya agak kesusahan bernafas karenanya. Pelukannya bagaikan pelukan beruang, padahal Yuta tidak berbadan sebesar itu.

"Sen-senpai!!!" keluh Megumi mulai memberontak. "He-hentikan!!" Bagaikan orang tuli, seniornya itu malah menciumi lehernya bahkan sesekali menjilatinya. "Se-senpa---KYAA!!" teriaknya lalu langsung membungkam mulutnya sendiri. Mulanya cuma terasa geli tapi lama kelamaan terasa aneh. Suaranya barusan jadi melengking tinggi, sungguh memalukan.

Tubuh Megumi mulai bergetar. Wajahnya memerah padam sampai menjalar ke sekujur leher dan pundaknya.

Di depan mata Yuta, reaksi menggemaskan tersebut membuat pemuda tersebut nampak begitu enak, membuat gigi Yuta merasakan gatal lantaran ingin mengigit.

Yuta lantas membuka mulutnya lebar, nampak bersiap-siap untuk menancapkan giginya pada perpotongan leher Megumi. Bagaikan hewan buas. Ketika taringnya menyentuh kulit mulus tersebut, dia mengigit cukup keras, cukup sampai menimbulkan luka berdarah di sana.

"Ukh!!" Megumi merintih kesakitan karenanya. Gigitan itu benar-benar sakit sampai-sampai air matanya mulai mengalir dari sudut matanya. Tentu saja Yuta mengetahui akibat dari perbuatannya itu namun dia tetap diam, tak meminta maaf.

Tapi sebagai gantinya. Kemudian Yuta mencium lembut bagian luka tersebut, menjilatinya dan kadang menghisapnya pelan. "Hmph!!" Megumi dibuat semakin merinding karenanya, pemuda itu kembali bergidik geli namun juga mulai merasakan sesuatu yang lain.

"Se-senpaiii...." panggilnya dengan desahan lemah sambil menoleh ke belakang. Wajah Megumi yang berlinang air mata dan sorot mata yang menatap Yuta dengan tatapan memelas, jelas nampak begitu cantik sekaligus menggemas. Kerasional Yuta runtuh seketika karnanya.

"Megumi.....biarkan aku menyentuhmu?" tanya Yuta tepat di sebelah telinga.

Sama persis dengan kejadian sebelum-sebelumnya. Megumi tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan sang kakak kelas.

Yuta sudah seenaknya saja mulai menggerayangi setiap sudut badan langsing Megumi yang masih belum mengenakan satu helaipun pakaian, selain celana boxer berwarna hitamnya.

Agak susah mengakuinya. Namun Megumi mulai menikmati sentuhan sensual tersebut. Rasanya sangat nyaman ketika dia bersandar pada tubuh tinggi nan kokoh Yuta, sembari merasakan sentuhan lembut di bagian perut dan dadanya.

Tangan Yuta yang besar dan hangat mengosok perut Megumi, sementara tangannya yang lain mulai semakin sensual dengan menyentuh ujung puting yang pagi ini dikiranya akan semanis dan seenak buah Stroberi.

"Aaah....."

Megumi mulai mengeluarkan suaranya yang panjang dan halus. Nafasnya pun mulai memburu dengan diikuti suara rintihan yang terdengar mirip merengek dengan manja.

"Ah....senpai....."

Megumi berusaha menahan tangan Yuta, menggenggam kedua tangan kakak kelasnya dengan kekuatannya yang semakin melemah.

Dari segi manapun. Yuta tak akan mendengarkannya dan dia tidak akan mampu menghentikannya, terutama karena pada setiap sentuhan, energinya seolah tersedot tanpa menyisakan setetes pun kekuatannya.

Megumi lalu mulai terserang panik ketika tangan Yuta semakin menjalar kebagian bawah. "Tu-tunggu---AKH!!" cegahnya yang berujung ke sebuah kegagalan total.

Megumi dibuatnya hampir terjatuh dan ambruk ketika tangan Yuta menyusup masuk ke dalam Boxernya. Wajahnya semakin memerah padam ketika dia menyadari bahwa Yuta sedang tersenyum senang karena mengetahui kejantanannya yang telah setengah menegang dan basah.

Rasa malu membuatnya ingin mengubur diri di dalam bayangannya sendiri. Tapi Yuta tak akan pernah membiarkannya kabur, pemuda itu terus mendekap tubuh Megumi dengan erat.

Sang kakak kelas terus mencium, mengigit kecil dan bahkan menghisap sampai dia meninggalkan banyak bekas merah kebiruan di belakang leher Megumi. Selagi tangannya mulai menggesek dan mengocok kejantanan yang menegang dan mengencang. Yuta memberikan sedikit tekanan diujungnya, membiarkan cairan putih nan kental terus merembes sampai membasahi celana dalam si empu.

Megumi sudah menyerah untuk menghentikan tangan Yuta yang bergerak semakin liar. Kini dia pun lebih memilih menggunakan tangannya untuk membungkam mulutnya yang terus menerus mendesah dan merintih dengan memalukannya.

Tangisan Megumi semakin kencang ketika dia hampir mencapai klimaksnya. Tanpa disadarinya pinggangnya bergerak sendiri dan kepasrahan tersebut membuatnya semakin terlihat seksi di mata Yuta yang telah mengetahui bahwa Megumi ternyata menyukai sentuhannya.

Tidak butuh waktu lama sampai Boxer hitam itu menjadi basah kuyup, nampak seolah Megumi ngompol.

Mengesampingkan penampilannya terlebih dahulu. Megumi yang sudah terlalu lelah telah kehilangan keseimbangannya. Tubuhnya merosot dan jatuh terduduk dilantai, sekujur tubuhnya masih bergetar, membuat kedua kakinya terasa seperti jelly.

Sementara itu. Yuta masih berdiri tegap di tempatnya. Pemuda itu tersenyum puas ketika Megumi tidak menghindari tatapannya.

Senyuman tersebut lalu berubah menjadi seringai kecil yang nakal, sebuah ekspresi langka dari seorang Okkotsu Yuta.

Megumi sempat tertegun dan terpesona olehnya, dia tidak bisa mengalihkan pandangannya untuk beberapa saat dari wajah tampan kakak kelasnya itu.

Bagaikan orang mabuk. Kepalanya terasa ringan tapi matanya seolah berkabut juga berkunang. Jantungnya masih memompa dengan cepat menghantarkan panas yang membuat nafasnya masih terengah-engah.

Megumi ingin menggerakan bibirnya yang masih sedikit bergetar, dia ingin mengatakan sesuatu pada pelaku utama dari situasinya saat ini. Namun dia masih binggung apa yang sebaiknya dia katakan sekarang?

Makanya Megumi memilih untuk mengulurkan tangannya dahulu, menarik ujung seragam Yuta dari bawah lantai. Ah benar juga. Seharusnya sekarang dia meminta kakak kelasnya itu untuk membantunya berdiri.

Yuta mungkin memahami bahasa tubuhnya. Lelaki yang lebih tua itu kemudian membungkuk dan menarik tangan Megumi, membawa pemuda tersebut kembali kedalam pelukan hangatnya.

Namun sekali lagi. Megumi dibuatnya terkejut. Tiba-tiba Yuta mengangkat tubuh pemuda tersebut, mengendongnya dalam posisi pengantin.

Yuta masih saja diam dan memberikan tatapan penuh arti. Megumi mencoba menunggu dengan sabar namun posisi mereka terlalu memalukan.

Memakai alasan tersebut, lantas Megumi pun kembali membuka mulutnya. "Okkotsu senpai.....lepaskan....aku..." pintanya dengan suara lirih yang agak serak.

Alih-alih membebaskan nya. Yuta malah membawanya ke atas ranjang, meletakan tubuhnya di sana.

Setelah itu Yuta duduk di pinggir ranjang, mengamati wajah Megumi dengan seksama.

Sungguh membinggungkan. Ini pertama kalinya Megumi melihat kakak kelasnya bertingkah semisterius ini.

"....umm..senpai...sebenarnya apa yang sedang kau piki---" terputus. Kalimat itu langsung berhenti setelah Megumi dikejutkan lagi oleh tindakan lain Yuta.

Sedetik kemudian Megumi kembali tersipu sambil menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapak tangannya.

Lagi-lagi tiada jarak diantara mereka. Karena kini Yuta sudah berada di atas tubuhnya, dan pemuda tersebut baru saja mengecup dan menjilat sudut matanya yang masih berlinang air mata.

".....hei Megumi," setelah sekian lama membisu akhirnya Yuta memanggil namanya. Sepasang matanya yang sebiru dan segelap dalamnya lautan seolah menghisap Megumi.

Terus saling bertatapan dengan lelaki setampan Okkotsu Yuta merupakan sebuah candu dan begitu sebaliknya. Yuta pun juga tak mampu begitu saja mengalihkan pandangannya dari Megumi.

"Kumohon.....jangan menolakku," begitu permintaan Yuta yang terdengar luar biasa aneh hingga terkesan konyol.

Bagaimana bisa Megumi menolaknya. Sedangkan posisi mereka saat ini dapat digambarkan oleh cerita serigala yang telah berhasil menyudutkan mangsanya dan sekarang dia hendak memakan seekor kelinci kecil hasil buruannya tersebut.

Berlahan Megumi mengulurkan tangannya demi menyentuh wajah rupawan sang serigala licik yang telah menyudutkannya itu. Meski di dalam posisi sebagai seekor kelinci. Bisa-bisanya Megumi tersenyum tenang dan berkata, "Baiklah."

"Lagipula aku tidak berkeinginan kabur darimu," begitulah dia menyetujui permintaan dari sang serigala kelaparan.

TO BE CONTINUE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top