02. What About it
Barusan Megumi pulang ke rumah dalam kondisi basah-basahan. Tsumiki, kakak perempuannya langsung meneriakinya dan mengomelinya sambil memberikan handuk untuknya.
Megumi langsung menurutinya dan segera bergegas masuk kamar mandi. Di rumah ini tidak ada yang berani melawan Tsumiki, walau bukan berarti mereka tidak pernah berdebat. Megumi hanya takut membuat kakaknya itu kecewa atau sedih.
Selagi Megumi pergi mandi. Tsumiki melanjutkan lagi kegiatannya di dapur. Televisi di ruang tengah menyala, menayangkan siaran berita sore hari. Lumayan gaduh namun membuat penghuninya merasa nyaman dan terhibur, karena berarti rumah itu adalah rumah yang berpenghuni.
Tsumiki memotong-motong sayuran sambil bersenandung kecil. Senyuman tidak pernah lepas dari bibir mungil semerah buah cerinya, matanya berbinar tapi juga lembut nampak fokus pada gerakan tangannya yang dengan mahir memotong wortel dan kentang.
"Tsumiki. Kau hari ini masak apa?"
Suara dalam pria dewasa terdengar dari arah belakang. Tanpa perlu menoleh Tsumiki pun langsung menjawabnya dengan singkat, "Kare..." katanya.
"......aku lebih suka Kare manis."
Tsumiki pun dibuat terkekeh geli akan ucapan ayahnya. Sama persis seperti Megumi, kedua anggota keluarga laki-lakinya kadang memiliki selera rasa mirip anak kecil.
Lantas. Sekali lagi tanpa menoleh gadis itu mengangguk dan membalasnya, "Iya ya....." katanya sambil menyisihkan sayuran yang sudah selesai di potong.
...
Memasak Kare itu cukup sederhana, bahan-bahannya pun selalu terjangkau. Wortel, kentang, paprika, bawang bombay, dan satu bungkus bumbu kare instan. Dagingnya bisa pakai apa saja, kali ini Tsumiki memilih menggunakan daging ayam.
Karena keluarganya menyukai rasa manis. Tsumiki ikut memasukan potongan apel ke dalam masakannya. Aroma wangi dan gurih dari rempah-rempah dan segarnya buah apel membuat Tsumiki tidak sabar untuk segera menyajikan masakannya.
Sudah lama keluarganya tidak berkumpul seperti ini lantaran Toji yang suka menghilang tanpa pamit, pergi meninggalkan rumah bisa sampai seminggu atau bahkan sebulan.
Ah. Suasana hatinya sangat bagus hari ini. Asalkan anggota keluarganya sudah lengkap. Siapa pula yang peduli akan hujan deras di luar sana? Baginya, tak ada yang lebih penting selain adik laki-lakinya ataupun ayahnya. Walau keduanya sama-sama ber-image preman di komplek rumah mereka.
Gadis berikat rambut ekor kuda itu menikmati waktu-waktunya saat memasak. Sampai pada saat dia hendak menyajikannya, sudah menyiapkan nasi dan hampir menuangkan kuah karenya----
"KAU MAU AKU PINDAH SEKOLAH KE SMA JUJUTSU!!!!?"
Tiba-tiba Tsumiki dikejutkan oleh teriakan Megumi yang berasal dari ruang tengah. Perkelahian serupa selalu terjadi diantara ayah dan adiknya tersebut, mau itu di telepon atau waktu tatap muka. Kenapa tidak sehari saja mereka berdua hidup damai?
Gadis itu bertepuk jidat sebelum pergi memeriksanya. Tsumiki mengintip dari ambang pintu dapur, memperhatikan situasi terlebih dahulu sebelum menegur kedua laki-laki di sana.
...
Megumi melotot sambil bersedekap dada di depan ayahnya yang tak kunjung melepaskan pandangannya dari halaman koran. "Jangan bercanda. Kesambet kutukan apa sampai tiba-tiba ingin menyuruhku pindah sekolah?" tanyanya ketus sambil memelototi Toji yang sedang malas-malasan berselonjor di atas lantai tatami.
"Kau tahu pindah sekolah bukanlah perkara mudah. Khususnya di kantong kita," Megumi mengimbuhkan dengan penekanan yang terdengar sarkas.
Pria separuh baya itu masih nampak cuek. "Tsk," dia mendecih seraya menyisir poninya ke belakang dengan jamarinya. Kemudian mengadahkan kepalanya melihat putranya. Dari tekukan dalam garis wajahnya yang garang, pria itu jelas-jelas terlihat malas untuk menjelaskan apapun pada putranya.
"Mau bagaimana lagi? Si sialan bocah Gojo itu yang memintamu," jawabnya tanpa penjelasan lebih. Toji tidak pernah berubah, selalu payah dalam berkata-kata. Inilah alasan mengapa Megumi tak sudi menganggapnya sebagai ayahnya.
"HA!!?"
Megumi lantas menaikan satu alisnya, sorot matanya yang mulanya begitu tajam kini melunak bercampur dengan rasa penasarannya. "Sejak kapan kau bersedia mendengarkan omongan si brengsek berpenutup mata itu?" tanyanya seraya meletakan satu tangannya di pinggang.
"Bukan," jawab Toji lalu melipat korannya dan meletakannya di atas meja. "Hanya saja kali ini saja aku setuju dengan si bodoh itu," sambungnya sebelum Megumi kembali membantah.
"......ini sudah saatnya kau belajar bagaimana caranya menjadi ahli Jujutsu dengan benar. Seperti yang kau lihat, bapakmu ini tidak punya energi kutukan sama sekali. Mana mungkin kau bisa terus-terusan belajar dariku kan?"
Megumi di buatnya tercengang sebentar. Siapa sangka si Toji akan berpikir sampai sejauh itu hanya untuk...dirinya? Mau bagaimana pun, pria itu memanglah seorang ayah rupanya.
Namun yang namanya remaja, egonya pasti tinggi. Megumi malah cemberut, menekuk alisnya sambil membuang muka. "Tidak mau," jawabnya menolak mentah-mentah.
"Eh!! Kenapa!!?"
Tsumiki tiba-tiba keluar dari tempat persembunyiannya, mengejutkan kedua laki-laki yang dari tadi sama sekali tidak menyadari keberadaannya.
"Tsumiki? Apa makan malamnya masih belum siap juga?" tanya Toji yang seketika teringat akan karenya dan langsung melupakan pembicaraan sebelumnya.
"......di dapur," jawab Tsumiki yang langsung kecewa akan perubahan sikap ayahnya itu.
Begitu gadis itu menunjuk ke arah dapur. Ayah dan adiknya itu pun langsung bergegas pergi ke sana.
Namun Tsumiki yang masih tidak rela akan betapa nanggungnya pembicaraan barusan lantas menarik lengan baju Megumi, sebelum adiknya itu pergi mengekor di belakang ayah mereka.
".....kau yakin Megumi?" tanya Tsumiki. "Aku tahu kalau pekerjaan sampinganmu yang sekarang pun juga sama-sama bahayanya. Tapi bukannya akan lebih baik kau bisa belajar dari Gojo-san dan yang lainnya?" ujarnya sambil mencengkram erat kaos adiknya.
"Papa selalu bilang Megumi adalah anak yang berbakat. Makanya walaupun aku sendiri tidak rela kau dalam bahaya. Tapi setidaknya....kalau kau bisa bertambah kuat......."
Malam itu, Megumi tidak bisa menjawabnya. Remaja itu sedang bimbang dan memutuskan untuk diam saja. Untungnya Tsumiki adalah gadis baik yang penuh pengertian, dia tidak menuntut apapun dari adiknya yang keras kepala mirip seperti ayahnya itu.
OXO
Sementara itu. Di tengah malam yang ditemani oleh derasnya hujan yang tak kunjung reda. Yuta terpaksa menemani Satoru masuk ke tampat pelelangan.
Padahal tidak perlu Satoru sendiri yang pergi membeli jari Sukuna di tempat pelelangan ilegal seperti ini. Tapi sang guru menghiraukan kenyataan bahwa muridnya masih di bawah umur dan malah mengajaknya dengan alasan ingin menambahkan wawasan Yuta terhadap luasnya dunia bisnis.
Malam ini. Mereka berdua di balut oleh setelan jas mahal, duduk di tengah deretan kursi berkelas VIP.
Sepanjang jalannya acara Satoru nampak asyik menontonnya, terbanding terbalik dengan Yuta yang sesekali menghela nafas panjang kelelahan. Jiwa introvertnya tidak mampu mengikuti segala kemewahan dan kehebohan yang terjadi di lantai tersebut.
".......kau melakukan ini semua hanya demi satu buah jari Ryomen Sukuna?" tanya Yuta yang suaranya langsung membaur dengan suara si pembawa acara. Entah apakah gurunya itu bisa mendengarnya atau tidak.
"Seberapa senggangnya dirimu?"
Yuta sekedar cuma ingin mengeluh. Semenjak dia berada dalam naungan Gojo Satoru. Gurunya tersebut memang telah banyak membantunya namun pada saat yang sama sering pula merepotkannya.
"Biasanya aku tidak akan seserius ini kalau itu cuman untuk satu jari Sukuna. Tapi kali ini aku memang kebetulan lagi senggang," rupanya Satoru masih bisa mendengar ocehan Yuta. Bahkan dia mau menjawabnya dengan jujur walaupun menyebalkan.
"......sensei. Kau punya hobi yang.....eh. Unik huh," balas Yuta dengan keseganan yang kentara. Membatin. Jangan bilang ternyata seorang Gojo Satoru diam-diam punya hobi berjudi atau berinvestasi di pasar gelap? Mau di kemanakan harga diri klan Gojo kalau begitu?
Tatapan penuh curiga remaja itu sangatlah lucu.
"Hahaha......"
Ledakan tawa Satoru pun ikut terpendam oleh suara kegaduhan para partisipan lain, selama mereka membahas hal lain, acara masih terus berlanjut tapi jari Ryomen Sukuna masih belum muncul.
Lelaki berkacamata hitam itu lalu mengacak-acak tatanan rambut rapi anak didiknya dengan gemas, sampai membuat sang empu mendesis risih karenanya. Ukh. Padahal Yuta sudah susah-susah menyisirnya agar dia tidak nampak aneh dengan setelan jas mewah yang di kenakannya sekarang.
"Fushiguro Megumi......"
Yuta pun lantas terkesikap ketika nama tersebut di sebut, nama yang seharian ini tidak bisa lepas dari pikirannya. Remaja itu langsung menoleh ke arah gurunya, menatap lensa hitam pria tersebut dengan tatapan penuh antisipasi.
Sesaat Satoru memperhatikan reaksi tersebut, lalu tersenyum penuh makna. Dia tidak membenci reaksi itu, malahan mungkin dia sudah memperkirakannya.
"Hari ini kau berhasil berbicara dengannya kan?" tanyanya kemudian.
"Bagaimana menurutmu? Megumi anak yang cukup menarik kan? Walaupun tidak ada manis-manisnya," sambungnya sambil semakin bersandar pada kursinya. Satoru pun bersedekap dada dan menunggu reaksi atau jawaban lain dari Yuta.
"Umm.....a-apa yang kau coba katakan sensei? A-a..aku cuma berbicara sebentar dengannya...."
Dalam kegelapan yang remang-remang, mungkin wajah Yuta yang tersipu tidak begitu kentara. Namun dengar-dengar dari cara berbicaranya yang gagap, terdengar jelas bahwa pemuda itu telah menaruh perhatian pada Megumi.
"A-apalagi.....bukannya tidak sopan menyebutnya tidak manis?....menurutku dia adalah orang.....yang...cantik....."
Wajahnya pasti memerah padam saat mengatakannya. Satoru memang tidak bisa melihat wajahnya sekarang, tapi pria itu yakin kalau saat ini Yuta sudah mirip kepiting rebus.
Lumayan menggemaskan, mungkin ini yang dinamakan masa-masa muda? Padahal Satoru sama sekali tidak bermaksud menjodohkan mereka atau apa.
"Hahaha......seleramu cukup aneh huh," komen Satoru.
".....tolong jangan membahasnya," jawab Yuta yang tak mau berargumen mengenai masalah ini.
Satoru lantas bergidik bahu, secara tidak langsung meng-iyakan keinginan pemuda tersebut. Lagipula, walaupun sama-sama membahas mengenai Fushiguro Megumi, tapi bukan perkara inilah yang ingin dia sampaikannya sekarang.
"Yaah. Karena kelihatannya Yuta tertarik padanya. Kurasa kau akan senang setelah mendengar hal ini," Satoru berkata sambil memperhatikan jam tangannya. Sebentar lagi acara pelelangan akan berakhir, harusnya tak lama lagi jari Ryomen Sukuna akan segera di pamerkan.
"Dia calon adik kelasmu. Perlakukan dia dengan baik. Aku ingin kau mengajarinya banyak hal mengenai teknik kutukan maupun energi kutukan beserta wawasan Jujutsu lain yang mungkin belum pernah dipelajarinya," sambungnya sembari melirik reaksi Yuta.
Sesuai dugaannya ucapannya itu lantas menjadi sebuah kabar gembira di telinga pemuda tersebut.
"Tapi mengingat kepribadian si Megumegu itu......kurasa bakal cukup memakan waktu sampai anak itu bersedia pindah sekolah huh."
Satoru pun memutuskan untuk tidak mengutarakan hal terakhir dalam pikirannya. Tentu karena dia tidak mau mengacaukan kegembiraan murid manisnya tapi di sisi lain dia cuma sekedar malas untuk menjelaskannya.
TO BE CONTINUE
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top