RaB. 13 : Apalagi Sekarang?
Untuk kesekian kalinya, Syerin kembali kecewa.
Rasanya baru kemarin dia terbang ke awan. Lalu kini, ia sudah kembali terhempas ke tanah.
Tidak perlu dipikirkan, karena pada dasarnya semua orang memang seperti itu. Datang, memberikan harapan, lalu pergi.
Syerin mengangguk mengiyakan kata hatinya. Ditariknya oksigen sepanjang mungkin, lalu mengembuskannya perlahan. Kini ia sudah mulai tenang, meski sebenarnya masih ada kemungkinan emosinya akan kembali meledak.
Sejak kapan dia jadi sensitif begini? Bukankah sebelumnya ia tak pernah peduli pada hal-hal seperti ini? Entahlah, untuk saat ini yang Syerin bisa hanya terus berjalan menuju tempat yang sepi. Dimana lagi kalau bukan perpustakaan?
Tapi sepertinya waktu telah berlalu lebih cepat, karena sebelum Syerin melangkah sepuluh kali dan mencapai perpustakaan, bel tanda masuk kelas berbunyi.
Syerin berdecak, sebelum akhirnya menerima kenyataan dan berbalik menuju kelas.
Tidak masalah, toh sejak Ezra sudah kembali masuk sekolah, telinga Syerin sudah tidak sesering dulu mendengarkan ocehan tak masuk akal dari yang lain. Lagipula Ezra juga sudah tidak mengingat apapun tentang dirinya, jadi ia akan kembali sendiri seperti dulu.
Ya, dia akan kembali berpura-pura tak peduli seperti dulu, tidak masalah.
*~*~*~*
Beberapa kali Syerin merasa seseorang menatapnya sejak tadi, dan rupanya sumber tatapan itu berasal dari Ezra. Dan gadis itu selalu membalas tatapan Ezra dengan pandangan sinis.
Penampilan Ezra benar-benar tidak karuan sejak Syerin menumpahkan air teh ke kepalanya. Rambutnya basah kuyup dan ditutupi dengan handuk putih—yang entah bagaimana bisa dia dapatkan—serta bagian depan seragamnya membekas warna teh yang sedikit pudar.
Syerin rasa, laki-laki itu langsung membersihkan diri di toilet setelah ia menumpahkan air yang manis serta lengket itu. Tanpa sadar gadis itu tersenyum kecil, terbesit rasa puas di hatinya.
Tapi sebenarnya, bukan hanya Ezra yang terus mencuri pandang ke arahnya sejak tadi. Syerin juga beberapa kali melihat Lula menatapnya sinis, yang hanya dibalasnya dengan mengendikkan bahu dan kembali fokus ke depan.
Ini benar-benar melelahkan baginya, Syerin ingin segera pulang saja.
Namun, sepertinya waktu yang berjalan cepat tidak hanya terjadi pada saat jam istirahat saja. Bahkan Syerin merasa dia baru saja mengeluh agar cepat pulang, dan kini bel tanda pulang sekolah telah berdering.
Langsung saja gadis bersurai coklat itu merapikan buku-bukunya dan segera melangkah keluar kelas. berjalan menuruni tangga lalu keluar dari gerbang sekolah, dan terakhir berjalan ke rumahnya dengan aman.
Inilah rutinitas sehari-harinya sejak dulu, semuanya sama saja, tidak ada yang berbeda.
Namun langkah Syerin terhenti saat ia mencapai perempatan jalan. Tiba-tiba ingatannya kembali terputar pada beberapa minggu yang lalu, saat Ezra kecelakaan di sini, tepat di hadapannya.
Syerin tidak menyangka kejadian itu akan membawanya sampai sejauh ini. Membawanya menuju berbagai perasaan yang kini bercampur aduk dalam dirinya.
Kepala Syerin menggeleng pelan, mengusir kilasan masa lalu yang kembali datang. Ia tidak boleh terus menetap di satu tempat, Syerin harus maju dan melupakan masa lalunya. Termasuk melupakan Ezra yang kini bahkan hanya mengingat nama dan rumor tentang dirinya.
Syerin terus berjalan sembari menatap sekelilingnya. Aneh, kenapa sejak Ezra bangun dari koma, kini semakin banyak hantu yang berkeliaran di sekitarnya? Ini membuatnya tak nyaman, apalagi dengan tatapan mereka yang seolah mengintimidasi.
Kuharap mereka tidak mengincarku lagi seperti dulu.
Tapi jika Syerin mencoba mengingat kembali, mungkin penyebabnya adalah kegiatan astral projection-nya yang sudah terlalu sering ia lakukan. Bisa saja hal itu kembali memancing para hantu untuk menariknya ke alam mereka, selamanya.
Tanpa sadar Syerin bergidik saat membayangkan hal itu. Ia juga tiba-tiba teringat perkataannya pada Ezra beberapa saat yang lalu. Saat Syerin berkata bahwa berteman dengan hantu itu lebih baik.
Syerin mendengus geli, tentu saja hal itu hanya bualan yang ia ucapkan karena terlampau kesal. Hantu dan manusia, baginya kedua mahluk itu sama-sama berbahaya.
"Syerin." Sebuah tangan menyentuh pundaknya.
Syerin tersentak dan nyaris menjerit sebelum tangan di pundaknya kini beralih pada mulutnya.
"Sst, jangan menjerit, nanti orang-orang akan mengira aku sedang berusaha menculikmu."
Syerin terpaku, ia kenal suara ini.
Orang itu kembali bersuara, "Aku Ezra."
Tiba-tiba rasa kesal meluap dalam diri Syerin, gadis itu menepis tangan Ezra dengan kasar. Ia membalik tubuhnya, menatap Ezra dengan mata cokelatnya yang tajam.
"Apalagi sekarang?" desis Syerin tak suka.
Tapi Ezra tetap menatapnya dengan tenang, seolah-olah kejadian saat Syerin membasahinya dengan air teh tidak pernah terjadi. Tapi sayangnya, tak ada senyum ramah di bibir laki-laki itu.
"Boleh aku bertanya sesuatu padamu, Syerin?" tanya Ezra.
Syerin bungkam sesaat. "Apa?"
"Ini mungkin akan membuatmu kembali marah padaku seperti saat di sekolah tadi," ucap Ezra ragu.
"Langsung ke intinya saja, Ezra."
Ezra memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana, lalu membuang wajahnya dari Syerin. "Apa aku ... telah melupakan sesuatu yang penting?"
Syerin mengernyit, dadanya terasa sesak. Rupanya perkataan Ezra benar, rasanya dia sedikit kesal meski tidak separah tadi.
Gadis itu membuang wajahnya dari Ezra. "Tidak masalah jika kau lupa, itu sudah tidak penting lagi sekarang."
Sekarang Ezra kembali berpaling pada Syerin. "Tapi kau tadi benar-benar terlihat seperti ingin aku mengingat hal itu."
"Itu tadi, sekarang sudah tak perlu." Syerin berbalik membelakangi Ezra. "Sudah cukup, aku tidak punya waktu lagi. Selamat tinggal."
Akan tetapi sebelum Syerin melangkah lebih jauh, tangannya tertahan oleh genggaman Ezra. Gadis itu menoleh, mencoba menarik tangannya, tetapi tidak berhasil.
"Syerin," ucap Ezra, "apa kali ini kau akan melarikan diri lagi?"
Pertanyaan Ezra membuat Syerin membeku, napasnya seolah ikut terhenti. Gadis itu tidak memberontak lagi, kepalanya tertunduk dan mulutnya bungkam.
"Lalu ... aku harus bagaimana?" gumam Syerin.
Melihat Syerin yang terus tertunduk, tanpa sadar tangan kanan Ezra mengangkat dagu gadis itu. Dan saat itulah ia menyadari bahwa sejak tadi Syerin telah menangis, air mata membasahi pipinya sementara matanya memerah.
"Aku harus bagaimana, Ezra?" tanya Syerin. "Selama ini aku terus merasa bahwa apa yang kulakukan akan berakhir sia-sia."
Ezra tertegun.
"Bahkan saat aku mencoba memberikan rasa percayaku padamu, kau malah menghancurkannya begitu saja. Aku ingin kecewa, aku ingin marah, aku ingin menyalahkanmu, tapi tidak bisa karena aku tahu kau tidak salah. Ini menyakitkan saat aku mencoba membencimu tapi perasaanku yang lama masih bertahan di sini.
"Kau bahkan mengingkari kedua janjimu padaku. Padahal dulu kau sendiri yang bilang kalau kau tak percaya pada rumor-rumor konyol itu. Lalu kenapa sekarang kau percaya pada mereka?" Syerin menghapus air matanya kasar. "Sudah cukup, aku tidak ingin percaya pada siapapun lagi."
"Aku tidak percaya pada rumor itu."
"Bohong."
"Sungguh." Ezra mengangguk.
Syerin memicingkan matanya tidak percaya. "Darimana kau yakin bahwa aku tidak melakukannya?"
Ezra mengendikkan bahunya, ia tersenyum simpul. "Entahlah, aku hanya merasa bahwa rumor itu tidak benar."
"Tapi maaf, Syerin, aku masih tidak bisa mengingat apa yang kau ceritakan. Tentang dua janji yang aku ingkari, aku tidak ingat, sungguh."
Syerin tersenyum getir. "Kalau begitu, kau tidak perlu menghiburku dengan berkata bahwa kau tidak percaya dengan rumor konyol itu. Itu percuma."
"Tapi aku tidak bermaksud untuk menghiburmu—"
"Cukup sudah, pembohong." Syerin menatap Ezra tajam, tangannya yang tercekal ditepisnya. "Aku ingin pulang."
Ezra tertegun dan membeku, entah kenapa sekarang ia tidak mampu lagi untuk menahan langkah kaki Syerin yang semakin menjauh. Dan seiring menjauhnya gadis itu, kepalanya terasa nyeri, Ezra meringis, kemudian perlahan melangkah mundur dengan limbung.
Ada apa dengan kepalaku?
Tiba-tiba rasa sakit itu semakin menyengat. Ezra mencengkeram kepalanya dengan kedua tangan. Rasanya seperti puluhan palu menghantam tengkoraknya.
Hingga akhirnya Ezra sudah tidak bisa menahannya lagi, laki-laki itu menjerit kesakitan dan terduduk menahan sakit.
"Aku tidak akan meninggalkanmu, aku berjanji."
"... Aku akan tetap menunggumu setiap malam di bawah pohon favoritmu itu. Aku janji."
"Aku minta kau berjanji akan menemuiku juga di sana."
"Baiklah, aku berjanji."
Lalu sedetik kemudian, ia tergeletak tak sadarkan diri.
*~*~*~*
Menyerah. Bertahan. Menyerah. Bertahan. Menyerah?
"Ini membuatku pusing," gerutu Syerin sembari menatap tulisan acak buatannya di atas kertas.
Ini pilihan yang benar-benar sulit bagi Syerin, antara menyerah atau tetap bertahan untuk menyukai Ezra. Jika ia menyerah, maka dia tidak perlu menghadapi urusan rumit antara dirinya dengan laki-laki itu. Akan tetapi, semua perjuangannya selama ini akan sia-sia, Syerin sudah melangkah terlalu jauh.
Lalu jika Syerin memilih bertahan, maka ia harus bisa menahan rasa kecewa jika Ezra tidak akan pernah membalas perasaannya.
Ini sulit.
Syerin mendesah pelan, kepalanya ia sandarkan pada meja sementara kedua tangannya dibiarkan menggantung di samping badannya. Dia lelah. Seandainya saja ia tidak pernah bertemu dengan Ezra, Syerin tidak akan pernah mendapatkan masalah serumit ini.
Syerin memejamkan matanya, dahinya berkerut. Lalu tak lama kemudian kedua kelopak matanya kembali terbuka bersamaan dengan kedua tangannya yang terkepal erat.
"Baiklah." Syerin mengangkat kepalanya dari atas meja.
"Aku akan melakukan astral projection lagi, untuk yang terakhir kalinya."
Dan sedetik kemudian pandangan matanya berubah sendu.
Sebagai salam perpisahan untuk semua yang kualami dengan wujud hantu laki-laki itu.
*~*~*~*
Waktu telah menunjukkan tengah malam. Mata seorang gadis yang terbaring di atas ranjang itu juga telah terpejam dengan tenang, berbeda dengan wujud transparannya yang sedang menatap dirinya sendiri dengan datar.
Syerin mendengus menatap wujud manusianya. "Aku benar-benar terlihat seperti orang mati dengan wajah pucat itu."
Yah, ia tidak menyangka bahwa tekanan dari orang-orang di sekolah juga bisa membuat kesehatannya menurun. Mungkin ini yang biasa disebut dengan stress?
Pandangan Syerin beralih pada jendela kamarnya yang terbuka, lalu tersenyum getir. Biasanya setiap gadis itu terbangun saat pagi, Ezra akan ada di sana lalu menatapnya dan tersenyum cerah. Akan tetapi, kini hanya ada embusan udara malam yang mengisi tempat itu.
Lagi-lagi, dia mengingat Ezra.
Syerin menggeleng kuat. Sudah cukup.
Akhirnya gadis itu melangkah keluar lewat jendela. Aneh, tidak biasanya dia tiba-tiba merinding saat tersentuh oleh desiran angin malam. Firasatnya tidak baik.
"Apa lain kali saja?" Syerin menggumam, "ah, tidak, ini harus menjadi yang terakhir kalinya."
Syerin terus melangkah, matanya melirik waspada saat melewati mahluk-mahluk halus di sekitarnya. Entah sudah yang keberapa kalinya ia melakukan astral projection ini, tetapi Syerin masih belum terbiasa. Melangkah sendirian dengan wujud halus tetap terasa aneh baginya.
Tatapan kosong dari para hantu yang ia lewati terasa begitu menyeramkan, meskipun mereka tidak menggunakan wujud asli yang mengerikan. Tiba-tiba, Syerin teringat tatapan dari para mahluk halus saat di sekolah tadi.
Syerin menggeleng keras. Dia tidak boleh takut untuk saat ini. Tidak sebelum sampai di pohon yang pernah ia janjikan bersama Ezra dulu. Syerin harus terus melangkah dan mengabaikan rasa takutnya.
Dan akhirnya setelah beberapa lama kemudian, Syerin telah sampai di tempat tujuannya. Pohon rindang itu terlihat menyeramkan di bawah sinar bulan. Desiran angin yang menerpa dedaunan menimbulkan suara gemeresik yang ganjil.
Syerin mendengus geli, kenapa baru sekarang dia merasa bahwa pohon ini sangat menyeramkan? Padahal sebelumnya ia tak pernah merasa setakut ini.
Mungkin karena dulu dirinya lebih fokus untuk menunggu Ezra daripada memperhatikan fisik pohon di hadapannya ini.
Syerin berjalan mendekati pohon rindang itu. Kemudian ia naik ke salah satu batang dan duduk di atasnya. Gadis itu menghela napas panjang, menatap bulan purnama yang bersinar terang di atasnya, tanpa ditemani hamparan bintang.
Aku sudah menepati janjiku untuk menunggumu di sini, tapi kurasa kau tidak akan datang.
Tidak masalah 'kan jika sekarang aku menyerah, Ezra?
Tiba-tiba terdengar suara gemerisik tidak jauh dari tempat Syerin berada. Seketika suhu udara di sekitar gadis itu menurun, membuatnya bergidik dan langsung waspada. Matanya menerawang ke sekitar, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana.
Atau ternyata itu memang berasal dari sesuatu yang 'tidak hidup'?
"Siapa disana?" Syerin berseru.
Wajahnya yang pucat semakin memucat saat tidak ada siapapun yang menampakkan diri. Ketakutannya telah kembali, kilasan memori saat ia hampir dibunuh oleh mahluk halus kembali datang. Kaki Syerin gemetar.
Syerin kembali berseru, "Tunjukkan wujudmu! Jangan sembunyi, dasar pengintip!"
Mata Syerin reflek terpejam saat telinganya kembali mendengar suara gemeresik. Seluruh tubuhnya gemetar saat ia merasakan ada yang sedang mendekatinya. Gadis itu tak berani membuka matanya, hingga akhirnya embusan napas yang asing terasa menyentuh kulit wajahnya.
Syerin membuka matanya, perlahan.
Lalu terbelalak.
Saat sesosok wanita berwajah sepucat kertas berada di depan wajahnya, menyeringai lebar dengan mulut yang mengalirkan darah.
Syerin menjerit keras, dan melayang jatuh ke tanah.
Bersambung.
(Senin, 15 Mei 2017)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top