Part honeymoon

- Duluuuu part ini sudah pernah dipublish, kemudian di delete dan tidak ada di buku yang bagian honeymoonnya. Jadi untuk obat kangen ama babang ibel, silakan dibaca yaa -

Much love,
Vy

----------------------------------------

Andara Ribeldi’s Moon

Cemas…

Bingung…

Astaga aku harus bagaimana sekarang? Sudah setengah jam aku mondar-mandir di kamar sebuah resort mewah milik Ibel di Lombok. Kami sedang dalam masa bulan madu. Iya, masa yang manis banget sampai dinamakan madu. Aku tidak pernah berandai-andai akan seperti apa bulan maduku, lha nikah aja mendadak, mana sempet mikirin soal beginian.

Omong-omong, ini sudah hari ketiga sejak pernikahanku dengan Ibel dan ketakutanku yang paling besar belum terjadi. Sampai sekarang pria yang berstatus suamiku itu belum menyentuhku.

SAMA SEKALI.

Menggerayangi pun tidak. Meskipun sejujurnya aku takut kalau itu terjadi, tapi kan... Itu harus terjadi.
Malam pertama kami, aku berlama-lama di kamar mandi hotel, setengah mati ketakutan dan saat keluar, Ibel sudah tertidur dalam posisi telungkup. Aku menghela nafas lega. Hari pertama, aku selamat.

Malam kedua, kami berangkat honeymoon ke Lombok. Karena kepalaku agak pusing aku ketiduran lebih dulu. Hari kedua, aku masih selamat.

Malam ketiga, kami hanya mengobrol di tempat tidur menceritakan masa kecil, masa sekolah dan masa sebelum kami bertemu. Bertukar informasi apa saja yang disuka dan yang tidak disuka. Kemudian berakhir dengan aku tidur dalam pelukannya. Hari ketiga, lagi-lagi aku selamat.

Tapi ini mulai nggak normal kan?

Bayangkan, Ibel dengan tingkat kemesuman yang luar biasa itu bisa menahan hasrat saat berada di dekatku yang sekarang berstatus jadi istrinya! Harga diriku seperti di injak-injak dengan pikiran, jangan-jangan Ibel nggak nafsu ama aku.

Astaga! Apalagi aku sama sekali tidak pernah memakai baju yang seksi. Jangankan lingerie, tidur pakai celana pendek aja aku risih.  Aku berjalan menuju kamar mandi sambil menekan nomor Cilla dari ponselku. Baru setengah bordering, dia sudah mengangkat teleponku sambil menjerit histeris.

"Aaaaaw! Yang honeymoon! Mana videonyaa?" Jeritnya sambil tertawa.

Aku memutar bola mataku sambil berdecak kesal. "Video apaan sih, Cill?" Ujarku sambil duduk di atas kloset. Tempat favoritku saat galau melanda.

"Ya video lo lagi malam pertamalah.” Cilla cekikikan lagi. “Eh Dara, gimana? Gimana? Cerita dong? Gede nggak?" Tanyanya dengan semangat 45.

Gue ulek juga ni mulutnya …

"Ya gedelah. Tangannya kan?"

"Pura-pura nggak tahu, lo. Basi."

"Emang nggak tahu. Gue belom liat." Sahutku malas.

"Lha maennya gelap-gelapan?"

Sabar, Andara. Sabar …

"Gue belum, Cill. Belum begituan." Ujarku lirih

Cilla terdiam sejenak sebelum kemudian dia menjerit … lagi.

"APA?! Ibel belom ngapa-ngapain lo? Lo nggak lagi bulan purnama kan Dara?" Dia selalu menggunakan bulan purnama sebagai kata ganti untuk menstruasi.

"Nggak. Aduuh, gue nggak tahu deh. Dari malem pertama, dia cuma tidur sambil meluk gue. Nyium aja kagak. Padahal pas nikahan ngomongnya udah bikin gue parno." Rengekku.

“Hii ... jangan-jangan dia nggak nafsu ama lo." Nah kan si Cilla juga punya ketakutan yang sama denganku.

"Gini-gini gue juga perempuan kali, Cill. Masa iya dia nggak nafsu?"

"Lo tidur pake lingerie?"

Duh, pertanyaannya …

"Menurut lo? Ya, nggaklah.."

"Yee ... ya pantes, dada lo yang tipis itu mana kelihatan kalau pakai piyama."

Kampret ni bocah.

"Resort lo berhadapan langsung ama pantai kan?" Lanjutnya lagi.

"Iya.." Jawabku singkat, mencoba menerka ke mana arah pembicaraannya.

"Good! Okay, usaha nomer satu, sekarang ubek-ubek koper lo, gue ngasih kado bikini hitam kemaren." Ujarnya mantap.

Ck ... gayanya sudah seperti pakar seks aja.

"Muke gile lo! Gue disuruh pake baju renang seiprit gitu? Ogah!"

"Denger dulu! Lo pake bikini itu, terus pamit ke Ibel lo mau berenang di pantai."

"Ya Tuhan, Cill. Jangan begitu kenapa caranya." Sahutku memelas. Sejak dulu aku selalu risih kalau pake baju yang kurang bahan, nah ini bikini. Kain segitiga kecil itu bisa nutupin apa?

"Yaelaah. Lo jangan ngegodain dia, pura-pura cuek aja. Di jamin deh, ngeliat lo pake bikini gitu pasti langsung di terkam ama dia!" Ujarnya sambil tertawa.

"Kalau dia cuek-cuek aja?"

Cilla terkekeh, "Ya itu rezekinya mas-mas penjaga pantai ngeliat body lo yang tepes depan belakang."

Aku mematikan sambungan telepon dengan kesal. Ya salah juga sih nelpon dia, harusnya telepon dokter Boyke sekalian. Cilla gue tanyain, lha dia aja belum nikah. Tapi sarannya nggak ada salahnya di coba. Siapa tahu kan?
Aku keluar dari kamar mandi dan mengubek-ubek isi koperku. Mataku melebar saat menemukan benda yang di maksud. Bikini hitam polos.

Okay, tarik nafas Andara, dicoba pakai aja dulu kali ya, kan kalau misalnya nggak cocok, saran si Cilla gembel itu nggak usah dilakukan. Lagian sekarang Ibel lagi baca koran sambil minum kopi di teras depan, jadi aman.

Aku bergegas membuka bajuku dan memakai kain segitiga seiprit itu kemudian berdiri di depan kaca. Ya meskipun bodiku tepes tapi lumayan juga kalau pake bikini. Jangan bandingin sama Kylie Jenner deh, itu sih jauh banget.

Gerakan di pintu membuatku menoleh dan membeku ketika melihat siapa yang berdiri sambil bersandar. Ibel menatapku, memiringkan kepalanya sambil mengangkat satu alisnya, bibirnya berkedut menahan tawa. Spontan aku menarik selimut tempat tidur dan menutup tubuhku.

"Bel ... sanaaa! Jangan lihat! Ini cuma nyobain doang. Beneran aku nggak bakal pakai baju seiprit gini." Ujarku memelas.

Dia hanya diam dan perlahan berjalan ke arahku.

Aku sedang menghitung satu sampai tiga untuk lari menuju kamar mandi namun terlambat.  Ibel menangkap lenganku dan membuang selimut yang kupakai untuk menutupi tubuhku ke lantai. Matanya seperti elang yang fokus untuk menangkap mangsanya. Kali ini, habislah aku.

Ibel menghadapkan tubuhku ke arah cermin besar dan dia berdiri tepat di belakangku. Tangannya mulai mengelus pinggangku kemudian menghembuskan nafasnya di leherku.

Naluriku mengatakan, tendang saja kakinya, lalu pergi secepat kilat. Namun setelah itu aku pasti digelayuti dosa karena menolak disentuh suami sendiri.

"Kamu yakin mau pakai itu buat jalan-jalan di pantai?" Suaranya yang serak berbisik di telingaku.

Ya Tuhaan ...

"Emm ... Enggak, Bel" Jawabku, lebih tepat desahku.

"Kamu mau mempertontokan bagian tubuh kamu yang bahkan aku, suami kamu belum pernah lihat?"

Aku terdiam dan tidak menjawab pertanyaannya. Sulit sekali berpikir akan menjawab apa, ketika ada tangan hangat mengelus-elus pinggang dan perutku.

"Atau kamu lagi ngegodain aku?" Tanya Ibel lagi.

"Nggak, nggak! Aku nggak godain kamu." Sahutku cepat sambil menggeleng.

"Oya? Tapi aku tergoda sekarang. Jadi kamu harus terima resikonya." Bisiknya lagi.

Duh, Cilla! Harusnya gue nggak usah ngikutin saran lo. Sekarang gimana ini? Terus ini di belakang pinggang kenapa ada yang keras-keras? Ibel nggak lagi ngantongin pisang kan?

"Kamu tahu Andara kenapa aku belum juga mulai permainan kita?"

Duh Bel, kenapa kamu kayak mas-mas KFC sih, nanya terus …

Aku menggeleng pelan, "Nggak ... aku nggak tahu." Jawabku dengan suara bergetar.

"Itu karna aku nggak mau kamu takut, Dara. Pengalaman pertama harus kamu ingat sebagai yang terbaik, bukan yang terburuk. Aku bersedia nunggu sampai kamu siap. Tapi sekarang, sepertinya aku nggak bisa nunggu lebih lama lagi." Suara Ibel terdengar parau, kali ini hidungnya sudah sampai di bahuku.

Aku tidak bisa menjawab, tidak bisa berpikir sama sekali. Aku semakin terbawa dengan pikiranku yang absurd sampai tidak sadar detik berikutnya Ibel sudah menggendongku ke tempat tidur dan menindihku.

Sumpah, aku tidak berani membuka mata. Secara perlahan dia mulai mencumbuku. Awalnya lembut namun semakin lama semakin dalam, semakin mendesak dan aku pun melakukan hal yang sama, membalas ciuman Ibel sama liarnya bahkan tanpa sadar aku mengalungkan tanganku ke lehernya.

Omong-omong dimana bikiniku? Ah lupakan soal itu. Karena sekarang aku tidak peduli lagi. Aku dan Ibel hanya bergerak. Bergerak sesuai kehendak alam. Mengikuti naluri alami manusia dalam menunjukkan perasaan cinta dan gairahnya.

Katanya, langit ada tujuh lapis kan? Siang ini, yang merupakan siang pertama untukku. Ibel membawaku menembus langit lapis demi lapis dengan penuh kelembutan, kemudian terbang di atas awan, dan melukis pelangi bersama.

Bagi yang merasa ingin muntah, silakan cari plastik masing-masing.

***

The Bimantara

"Aku nggak mau pergi!" Ujarku sambil berbaring di atas tempat tidur. Begitu pulang berbulan madu, Ibel langsung memboyongku tinggal di apartemennya. Iya, apartemen yang kamar mandinya transparan itu.

"Ayolah Andara, ikut sebentar." Ibel duduk sambil mengelus rambutku.
Aku bersumpah saat ini aku rela membayar dengan apa saja agar tetap bisa tiduran di kasur. Kepalaku terasa berat, perutku terasa penuh dan bergejolak. Aku berada difase tubuh paling lemah saat ini. Benar-benar malas melakukan apapun. Bahkan aku sudah dua hari tidak mandi. Jorok sekali bukan?

Aku tidak bilang kepada Ibel tentang kondisiku. Karena aku baru tahu kalau Ibel sangat amat mudah panik jika sesuatu terjadi padaku. Pernah suatu hari, ketika aku sedang masak, jariku berdarah terkena pisau saat mengiris bawang. Dan Ibel langsung membawaku ke UGD rumah sakit dengan wajah panik seakan-akan aku sedang sekarat.

"Semua bawa pasangan nanti. Harsya sama Elya, Alaric sama Sandra, Nathan sama Cilla, masa kamu tega aku berdua-duaan ama Fabian? Kalau dia sih emang nggak pernah bawa pasangan kemana-mana." Ujarnya sambil mengelus punggungku.

Okay, jadi temanku yang berotak mesum itu sekarang sedang dekat dengan salah satu teman Ibel, namanya Nathan. Usut punya usut, Cilla kenalan sama Nathan pas acara pernikahanku.

Aku terduduk, "Oke, aku ikut. Aku siap-siap dulu." Cetusku.

Ibel mencium keningku, "Aku tunggu di depan ya."

Sebenarnya aku tidak pernah keberatan ikut berkumpul bersama mereka, karena sebulan sekali memang rutin dilakukan. Ada saja acaranya, mulai dari ulang tahun Fabian, ulang tahun Elya, ulang tahun Rajendra anaknya Alaric, perayaan Fabian buka klinik baru, perayaan Ibel tobat jadi playboy. Pokoknya setiap bulan selalu ada acara. Tapi kali ini, sejujurnya aku enggan kemana-mana.

Setelah mencuci muka dan menggosok gigi, aku mengambil dress selutut tanpa lengan bermotif bunga dari dalam lemari.

"Senyumnya mana?" Ibel berdiri dan membawaku ke pelukannya ketika aku muncul di ambang pintu.
Aku tersenyum hambar kemudian melingkarkan tanganku di pinggangnya. Baru beberapa saat aku merasa ada bau yang aneh, "Bel, kamu mandi nggak sih?! Bau banget tahu nggak!" Ujarku mendorong dadanya.

"Ya mandilah, sayang.  Aku pakai parfum yang biasanya kok. Kamu kenapa sih?" Ibel mencium bajunya dan tidak menemukan keanehan di sana.

"Hih, jangan deket-deket, ah. Aku nggak tahan kamu bau banget." Ujarku kesal dan berjalan melewatinya menuju pintu, meninggalkan Ibel dengan keningnya yang berkerut melihat tingkahku.

***

"Hih! Jatuh cinta sih jatuh cinta, nggak senyum-senyum terus juga kali. Gigi lo kering tu." Ujarku pada Cilla yang sedang asyik memandangi Nathan.

Siang ini kami memutuskan berkumpul dan makan siang di rumah Alaric. Aku, Elya, Cilla dan Sandra sedang duduk di ruang keluarga, sementara para lelaki berada di teras depan. Mereka biasanya sibuk membicarakan otomotif atau bisnis.

"Lo nggak usah menghina-dina gue deh, Dara darling. Gue saksi hidup pas lo baru pacaran ama Ibel, serasa dunia milik lo berdua. Gue cuma ngontrak.” Sahutnya sambil tertawa.

"Jadi, udah isi belum Dara?" Tanya Sandra. Ini adalah pertanyaan ke 2.659 kali sejak pernikahanku. Mulai dari keluarga, sahabat, kolega bisnis Ibel, teman kuliahku, sampai tukang sayur, mbok jamu, mamang ojek semua bertanya pertanyaan yang sama.

"Belum nih. Kasih tips dong biar cepet hamil." Sementara aku berbincang ringan dengan Sandra sambil memangku Rajendra, Elya dan Cilla sedang sibuk membicarakan tentang rencana pernikahan Elya dan Harsya dua minggu lagi.

Sandra tertawa, "Tipsnya? Sering-sering melakukan, Dar. Lo ama Ibel sering kan?"

Sering? Kalau sehari dua kali terbilang sering nggak? Lha setiap bangun pagi, Ibel pasti udah meluk dari belakang, lalu kemudian terjadilah. Kemudian malam saat mau tidur, si otak mesum itu ada aja alasannya minta jatah. Dan aku, apa boleh buat, aku kan nggak bisa nolak.

Ya, okay. Aku akui, Ibel terlalu seksi untuk di tolak.

Aku melamun sejenak kemudian tersadar mengapa bobot dipangkuanku semakin berat. Rajendra tertidur rupanya.

"Sandra, gue tidurin di kamar ya si Jendra." Aku berdiri dan menggendongnya.

"Biar gue aja, Dara." Ujar Alaric sambil berdiri.

"Udah nggak papa, nggak berat kok.." Aku tertawa sambil berjalan menuju kamar Jendra di lantai dua.

Awalnya aku hanya merasa Rajendra semakin berat. Tapi kemudian ketika kakiku baru menginjak anak tangga kelima, perutku mengencang dan terasa nyeri. Aku berhenti sejenak dan berusaha menahan sakitnya, tapi ternyata sakitnya malah tambah hebat.

"Ibel.” Aku memanggil Ibel dengan suara yang pelan karena menahan sakit. Harus ada seseorang yang mengambil Rajendra dari tanganku sebelum aku jatuh.

"Dara?" Suara Harsya terdengar di belakangku.

"Harsya, tolong ambil Jendra. Perut gue sakit banget." Ujarku terbata-bata dengan suara bergetar.

Secepat kilat Harsya mengambil Jendra dari gendonganku dan menyerahkannya kepada Alaric yang menatap cemas padaku. Sedetik kemudian aku merasakan keringat dingin keluar dari tubuhku dan aku limbung ke belakang. Ibel menangkap tubuhku, tepat sebelum kepalaku membentur lantai.

Setelah itu … gelap.

***

"Kan udah gue bilang berkali-kali ama lo, Bel." Suara itu, bukan suara Ibel, tapi aku cukup mengenalnya. Itu suara Fabian. Perlahan aku membuka mataku dan menatap Ibel yang sedang mondar mandir sambil mengacak-acak rambutnya dan Fabian berdiri bersandar di dekat pintu. Mataku berkeliling dan menyadari aku berada di rumah sakit.

"Astaga Andara, kamu udah sadar?" Ibel bergegas berjalan ke arahku dengan wajah panik. Aku mengangguk pelan.
Fabian menggeser posisi Ibel, dan suamiku mendecak kesal, persis seperti anak kecil. "Andara, apa yang lo rasakan sekarang?" Tanya Fabian.

"Pusing. Tadi perut gue sakit banget." Jawabku lirih.

"Saat ini lo seharusnya duduk manis di rumah dan nggak ngikutin permintaan Ibel untuk kumpul-kumpul bareng kita. Kondisi lo cukup lemah, dan sebagai wanita hamil dengan kandungan jalan dua bulan, nggak seharusnya lo gendong-gendong Jendra." Ujarnya santai.

Oh begitu ...

Sepersekian detik aku berusaha mencerna kata-kata Fabian.
HAMIL? Bagaimana bisa?
Secepat kilat aku menghilangkan pikiran norak itu dari otakku. Ya jelas bisalah, Ibel berusaha menghamiliku siang malam dan hampir tiap hari.

"Selamat ya, Andara." Fabian memelukku dan kemudian menepuk pelan bahu Ibel sebelum berjalan keluar pintu.

Aku melirik ke arah Ibel yang sekarang menatapku lembut. "Di sini ada aku dan kamu versi mini." Ujarnya dengan suara bergetar sambil mengelus perutku. Tanpa kusadari air mataku pun menetes.

Terharu? Entahlah, kali ini bukan hanya ribuan kupu-kupu yang terbang di perutku. Tapi aku ingin meledak saking bahagianya.
Saat bibir Ibel hampir menyentuh bibirku, terdengar suara pintu terbuka.

"Ya ampuun, apa gue bilang. Udah hamidun kan lo? Secara pasti Ibel rajin banget menjamah, masa iya kagak jadi-jadi." Cilla masuk dengan suara cemprengnya sambil tertawa dan langsung memelukku.

Satu-persatu mulai mereka semua memberi selamat padaku dan Ibel. Lalu kemudian diusir Fabian karena terlalu berisik dan mengganggu waktu istirahatku. Dengan bersungut-sungut mereka mematuhi perintah Fabian untuk keluar dari kamar perawatanku. Ibel duduk dan menemaniku, jari-jarinya bermain di jariku, wajahnya terlihat bahagia dan dia tidak berhenti menatapku sejak tadi.

"Andara." Aku menoleh ketika Ibel memanggilku, "Aku bajingan yang beruntung bukan? Ketika tobat bahkan Tuhan memberikanku yang terbaik dari yang terbaik." Ujarnya sambil tersenyum.

"Kamu sempurna Bel, tanpa aku pun kamu bisa dapet yang lebih baik." Aku menyahut malu-malu.

Ibel membuka sepatunya dan naik ke ranjang rumah sakit, aku sedikit bergeser lalu membenamkan kepalaku ke pelukan Ibel. Hangat, harum, nyaman dan aku merasa aman.

"Kalau ada kesempatan kedua, aku nggak pernah ingin merasakan wanita lain selain kamu, Dara. Duniaku ada di hati kamu, dan itu adalah tempat yang paling sempurna." Ujarnya sambil mengecup puncak kepalaku. Ibel mempererat pelukannya dan mulai bernyanyi pelan, dia selalu bernyanyi lagu favoritku, satu kebiasaan barunya ketika membawaku tidur dalam pelukannya. Suara seraknya lembut membelai telingaku.

I see trees of green
Red roses too
I see them blue
For me and you
And i think to my self
What a wonderful world...

(Louis Armstrong - what a wonderful world)

--- THE END ---

*

*********************************

Haloooo..

Banyaknya permintaan membuat saya kembali mempublish part honeymoonnya Ibel-Dara, one of my favourite couple in the world ..

Sekaliaaaan promoo, saya sedang open pre order buku keempat saya, kisahnya abang Alaric - Sandra. Daaan bagi yang belum punya buku saya yg sebelumnya seperti Morning Breeze, Railway in Love, dan Implovessible bisa di order sekalian yaaa. Berikut harganya,

Stick with you
Harga toko : 66.000
Harga diskon PO : 55.000
(Belum termasuk ongkir)
Bonus : notes, quote dan ttd dari penulis

Morning breeze : 45.000
Railway in Love : 48.000
Implovessible : 42.000

Pesannya bisa ke email : [email protected]

Line, id : vyfitani

WA : 082112615704

Periode pre order tanggal 1-10 september 2017.

Hayuk ikutaaaan!

Love,
Vy

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #romance