1: Anak Baru
Rara Si BK Andalan
Mencintai lo adalah kesalahan.
Kesalahan yang terindah karena gue tau, hati lo gak cuma buat gue.
Ada dua ruang di sana yang juga buat dia. Iya, 'kan?
Hati ini gak akan cinta sama lo selamanya karena bagi gue, abadi itu bullshit.
Tapi gue akan mencintai lo sekarang, besok, besok, besok, besoknya lagi, dan seterusnya ....
Baru saja. Publik
10. Suka. Tanggapi. 4 Komentar. Berita Lengkap. Simpan. Lainnya
Gadis berambut panjang plus keriting itu merentangkan tangan. Iris cokelatnya terbelalak sampai senyum pun merekah, menampakkan kawat gigi berwarna biru yang ia pasang bulan lalu. Alasannya sederhana, yakni sepuluh orang telah menyukai status yang baru saja diunggahnya.
Ine Kawai
Siapa, Beb?
Turut Berbela Sungkawa
Kayaknya seru, nih. Hahaha
Laila Kekasih Iqbal Coboy Junior
Pret banget, wek!
Meta Bukan Metal
Ra, curhat dong!
Siswi kelas XI IPA 1 bernama lengkap Rahmania Zahira itu mengangguk, meski sang lawan bicara tidak melihatnya. Ia hanya membalas dengan kata 'sini' lalu menutup laptop. Segelas es jeruk yang ia pesan sejak menginjak kantin segera ditenggak hingga separuh.
Tempat yang semula ramai akan lalu lalang siswa itu 'tlah ditinggal satu per satu. Sepi perlahan berhasil menguasai. Maklum, lima belas menit bel masuk kelas akan berbunyi. Datang terlambat hanya akan menambah tugas rumah yang banyaknya sangat tidak main-main.
Namun, lain hal dengan Rara. Ia malah sibuk membenahi ikat rambut. Keriting dan tebal yang dikaruniakan Tuhan untuknya sedikit mengganggu. Dahinya berkerut kala pegal menyerang tangan kanannya. Ish, berat, umpatnya berkali-kali.
~~Dengarkan curhatku, tentang dirinya~~
Ponselnya berulang kali bergetar dengan lagu yang sama, yaitu Dengarkan Curhatku dari Vierra sebagai nada dering. Penggemar berat Kevin Aprilio seantero SMA Bakti itu hanya mendengkus dan menekan tombol hijau. Ia berdeham dua kali sebelum menjawabnya.
"Password-nya?"
"Ra, dengerin curhat gue, please!"
Rara tersenyum sambil mengangkat dagu. "Gue lagi di kantin, nih. Buruan sebelum masuk."
"Otw!"
Gadis itu tersenyum bangga. Siapa yang tidak mengenal Rara? Seorang Vierrania yang dijuluki BK berjalan oleh orang-orang sekitar. Semua berkat kemampuan gadis pisces itu dalam menjawab berbagai masalah yang diluapkan padanya. Sejak SMP, motonya hanya satu, 'gue lihat, gue tahu, gue bisa menjawabnya'.
"Rara, My Baby!"
Sang empunya nama menoleh dengan raut penuh tanya. Alisnya lekas bertaut saat tubuhnya didekap erat. Hanya butuh dua menit, Meta--teman sekelasnya--datang merengek dengan bibir super manyun.
"Kenapa, Met?" tanya Rara lembut.
"Fendi, Ra!"
"Iya, dia kenapa?"
"Dia gak nembak-nembak! Gue capek nunggunya."
Rara mengangguk. Ia merenggangkan pelukan yang sedikit menyiksa tersebut lalu menatap Meta lamat-lamat. Perlahan, ia mengusap air mata yang menetesi pipi gadis itu tanpa permisi. Seperti biasa, Rara tersenyum terlebih dulu 'tuk menguatkan.
"Lo udah ngasih kode belum?" tanyanya memastikan.
"Khatam, Ra. Tapi dia balesnya ngegombal doang. Kan kesel!"
"Ya lo ngodenya gimana dulu?"
Secepat kilat Meta mengeluarkan ponselnya dari saku baju. Ia membuka kunci dan memperlihatkan seluruh status Facebook yang ia tujukan pada Fendi, gebetan barunya.
"Ini mah buat siapa aja bisa, Met. Coba yang lebih khusus lagi," ucap Rara.
"Caranya?"
"Em ...," Rara menggigit bibir bawahnya, "kasih inisial F aja di akhir status."
"O iya, ya," seru Meta sumringah. "Makasih, Rara!"
Gadis 16 tahun itu turut senang dan memeluk Meta yang masih berbinar. Hatinya menghangat setiap kali mendengar kepuasan dari orang yang mencurahkan permasalahan padanya.
Tidak sedikit yang mengakui keahlian Rara dalam mendengar dan memahami suatu rasa. Teduh matanya membuat siapa pun merasa yakin bahwa ia adalah orang yang tepat untuk berbagi. Banyaknya testimoni membuat Rara kian laku keras.
"Tenang, gue bisa menjawabnya."
||
"Satu ... dua ... ti ... ga!"
"Yeay!!"
"Wuhuu!!!"
Pesawat terbang dari kertas buram bekas ulangan matematika itu diterbangkan penuh semangat. Lebih dari sepuluh siswa tersebut menjadikan papan tulis sebagai tempat pendaratan. Saking niatnya, kaki mereka naik ke kursi dengan kuda-kuda yang ala kadarnya.
Lain hal dengan para siswi yang berdecak dan melanjutkan diskusi terbuka terkait perilaku kakak kelas yang melabrak anak IPA 2--tetangga mereka. Percakapan yang dimulai dari dua orang itu berkembang pesat hingga enam kali lipatnya. Hanya tiga orang yang memilih fokus dengan buku paket masing-masing.
"Iya, katanya gitu, Ra. Si Intan ini gak tahu kalau Kak Diki udah punya pacar. Kalau aja gak dilabrak, sampai kiamat juga gak bakal sadar."
"Bener, tuh. Kasihan banget. Katanya sampai jambak-jambakan loh, Ra, dan Intan cuma pasrah."
"Dih, kok sadis, sih? Kalau gue pasti udah ngebales, dibejek-bejek sampek benyek."
"Asli, sih. Jangan sekali-kali mainan ama kakak kelas."
Rara hanya mengangguk. Ia bahkan tidak bertanya apa pun, tetapi semua info berhasil ia kantongi. Semudah itulah ia mendapat kabar. Setelah ini, Rara hanya tinggal menunggu waktu, yakni saat di mana Intan 'kan mengirim pesan.
Dok! Dok! Dok!
"Gusti Allah, kelas apa pasar hewan ini?"
"Woy! Pak Kotak! Pak Kotak!"
"Pak Kotak, Mbahmu! Turun!"
Semua siswa lekas berhamburan. Mulai dari yang berdiri di atas kursi hingga yang asyik bergosip lantas kembali ke tempat duduk masing-masing. Tangan mereka spontan terlipat di atas meja dengan wajah manis yang dibuat-buat.
Wali kelas yang kerap dirundung berkat ponsel ketupat yang ia miliki itu hanya menggeleng dan mendengkus. Ia kembali keluar kelas lalu melambaikan tangan, seakan meminta seseorang 'tuk mendekat. Refleks, seluruh siswa turut menoleh dan menunggu.
"Sini, Nak!"
Meta yang duduk di barisan belakang lekas menendang kursi di depannya. Tak digubris, ia beralih menarik rambut keriting Rara.
"Aduh!" seru Rara kesal. "Apaan, sih?"
"Mangsa baru," bisik Meta sambil menutupi mulut dari samping kiri.
Rara kembali menghadap depan saat suara sepatu Pak Imam kian keras. Matanya membulat sempurna kala laki-laki paruh baya itu membawa seorang siswa bertubuh jenjang, lengkap dengan rambut klimis dan kacamata Harry Potter.
"Anak-anak, hari ini kalian dapet temen baru. Ayo, kenalan dulu."
"Em, saya ... Kahvi," lirih anak itu dengan pandangan nan asal.
Gadis yang duduk di sebelah pintu berteriak semangat, "Siapa? Gak denger, nih!"
"Kahvi." Hanya suara selembut sutera dan sedatar papan amplas yang keluar dari mulut lelaki tersebut. Ia menautkan jari-jarinya canggung.
"Hah?"
"Siapa?"
"Dasar congek semua!" geram Pak Imam. "Namanya Kahvi. Kah-Vi. Denger?"
"Denger, Pak."
"Ah, Pak Kotak gak seru, ih!"
"Diem, Mon."
Siswa bernama Simon itu berlagak mengunci mulut. Ia lekas terbahak bersama teman sebangku yang tak kalah bobrok darinya. Pak Imam hanya bisa menggeleng. Sejak awal semester, beberapa peserta didiknya tidak dapat diatur dengan baik.
Mata yang semula melotot itu lekas meredup dan menatap Kahvi dengan sayang. "Kamu bisa duduk di mana saja, ya. Banyak bangku kosong, kok. Saya tinggal dulu," pesannya sambil menepuk pundak murid baru itu. "Kalian jangan berisik! Tunggu Bu Susi sebentar lagi."
Segera setelah pamit, laki-laki berperut buncit itu enyah dari ruangan, meninggalkan Kahvi yang menelan ludah di tempatnya. Kedua netra berwarna pekat itu mengedar dari ujung kiri ke kanan, mencari tempat duduk yang sempurna. Namun, nihil.
Rara pun bangkit dengan tangan terlipat di depan dada. "Heh, Anak Baru! Lo harus lulus dari 'MOS' kita dulu."
"MOS apa?" Kahvi tertegun dengan suara beratnya.
"Sini, duduk sama gue. Itu aturan pertamanya."
"Ciyeee," sorak mayoritas siswa yang menyukai aksi Rara.
Kahvi mengeratkan genggamannya pada tali ransel. "Hah?"
"Ayo, duduk! Mau gue jemput?"
"Ihir! Ihir! Suit! Suit!"
Embusan napas panjang keluar dari mulut Kahvi. Ia memilih menurut dengan menghampiri Rara, meski langkahnya gontai tanpa niat. Belum sehari, ia telah risi sekolah barunya.
Gadis itu menerima kehadiran Kahvi dengan senang hati. "Gue Rara. Ketua kelas di sini," ucapnya seraya mengulurkan tangan.
Tanpa menyambut sesi perkenalan tersebut, Kahvi mengucap, "Lo udah tau nama gue."
Rara terkekeh lalu kembali duduk. Ia menatap Kahvi tepat di depan wajah laki-laki itu. "Terus gue harus bilang 'wow' gitu?"
Kikuk, Kahvi memundurkan bangku dan menutup mukanya menggunakan tas. Mencoba menghindari mara bahaya. Sontak Rara semakin terbahak-bahak hingga memukul meja berulang kali.
"Haha, kok lo lucu, sih?" Rara mengambil tas Kahvi dan meletakkannya di atas meja. "Sini, curhat sama gue!"
Anak itu terperanjat dan menanar lekat. "Emang lo siapa?"
"Ck, ya ... Rara."
"Terus?"
"Itu aturan MOS yang kedua."
"Emm ...." Hening mengisi percakapan mereka sebelum Kahvi menyambung, "gue harus bilang 'wow' gitu?"
Bagi yang udah baca di GWP dan baca lagi, makasih banget.
Bagi yang baru mampir, welcome.
Let me present you:
My Baby, Kahvi
My Lovely, Rara
And enjoy The Rahvitale 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top