🍂8. Last party🍂
Rubi dan Barat malam ini memenuhi undangan Danu dalam acara makan malam keluarga. Di sana sudah ada Danu, Karina, Jimmy, Airin istri Jimmy dan kedua anak mereka Windy dan Bams.
Semua duduk di meja makan, menyantap makanan yang tersaji. Makanan yang sudah disiapkan untuk semua, dimasak oleh koki khusus yang dipilih oleh Danu.
"Hari ini Opa sengaja minta dibuatkan yang spesial. Ada ayam bakar solo, dengan menu khas Indonesia, makanan kesukaan opa." Danu katakan saat para pelayan menyajikan makanan di atas meja makan.
"Aduh ini kesukaannya Bams juga ya?" Tanya Jimmy pada putranya yang berusia dua tahunan itu.
Danu menatap dengan senyum ke arah Bams. Anak itu begitu menggemaskan dengan pipi gembil yang merah, bibir tebal seperti sang ayah yan terlihat peach plumpy. Bams anggukan kepala sambil mengayunkan kakinya.
"Kakinya jangan kayak gitu sayang," kata Airin pada putranya agar bergenti bergerak.
Rubi menatap dengan sendu, tentu saja hal itu yang ia inginkan. Bisa memiliki anak dan merawat anak itu dengan baik. Sedikit menghela napas, menyadari ketidakmapuannya. Barat melihat kesedihan sang istri, ia genggam tangan Rubi, sedikit menarik tangan itu, memberi kode untuk pulang.
Rubi gelengkan kepala, ia merasa Barat tak boleh bertingkah seperti itu. Menurutnya itu sebuah kekalahan. Mereka harus tetap ada di sana. Menikmati saja apa yang terjadi.
"Ayo dimakan," ajak Danu mempersilahkan yang lain untuk segera menyantap makanan.
Semua segera menyantap makanan yang sudah disajikan. Sedikit sibuk dengan santapan masing- masing. Acara seperti ini memang sering diadakann oleh Danu. Ia senang ketika melihat keluarga berkumpul, apalagi biasanya di rumah besar itu selalu saja sepi.
"O iya, kata opa kamu mau ke Korea Bar?" tanya Jimmy. sambil kemudian menikmati makanan miliknya.
"Iya, mau cek kesehatan semua dan program bayi tabung." Barat menjawab.
"Iya kemarin sudah dapat rekomendasi dokter yang oke." Rubi menimpali.
"Kenapa enggak di sini aja? Bukannya dokter di sini bagus juga?" tanya Airin.
"Lebih prefer Korea, karena sekalian liburan." Rubi menjawab, ia kemudian menatap pada Barat. "Iya kan sayang?"
Barat anggukan kepala. "Iya, sekalian liburan."
"Owh gitu, semoga lancar semuanya," kata Jimmy.
Suasana sedikit kaku saat percakapan antara Barat dan Jimmy tadi. Kemudian semuanya lebih memilih diam dan sibuk menikmati santapan mereka masing-masing.
Selesai makan malam mereka berkmpul di ruan tengah. Karina bermain bersama Windy dan Bams. Windy masih berusia empat tahun, tapi terlihat begitu ceriwis dan pintar. Menjawab semua pertanyaan Karina dengan baik.
"Aduh pinter seklai ini cicitnya Uyut Danu," puji Karina tak ada habisnya.
Rubi dan Barat hanya memerhatikan. Mereka saling tatap seolah saling menguatkan. Semakin membuat keduanya yakin, untuk segera membuat Rasya menyetujui keinginan mereka berdua.
**
Sementara malam ini Rasya berada di klub bersamaa Hana dan Indah. Menikmati musik sambil duduk dan bersorak. Rasya meneguk segelas sunkist yang ia pesan. Meskipun suka ke klub, Rasya tak pernah sekalipun meneguk minuman keras.
Sang mama selalu mewanti-wanti agar ia tak minum minuman keras, juga merokok. Dan Rasya masih mengikuti itu semua sampai saat ini. Ia masih memegang kuat janji yang ia ucapan pada sang ibu.
"Si Adam ganteng banget heran," kata Hana sambil menatap pada DJ yang kini tengah memainkan musik.
"Cakepan Sam si," kata Indah menimpali. "Kalau menurut lo siapa yang cakep Bep?" Indah bertanya pada Rasya.
"Mau siapapun yang cakep enggak ada yang mau sama gue," jawab Rasya kemudian terkekeh diikuti Indah dan hana.
"Sialan, bisa aja jawabnya," sahut Indah sambil meneguk minuman miliknya.
"Maybe ini last gue ke klub deh."
Suara Rasya membuat kedua temannya menoleh. Mereka terkejut dengan kata-kata yang terlontar dari bibir sahabatnya itu.
"Gimana maksudnya?" tanya Indah diikuti anggukan kepala dari Hana.
"Gue lagi enggak ada kerjaan. Nanti kalau ada kerjaan, gue pasti lanjut lagi." Rasya menjawab dengan senyuman yang dipaksakan.
"Kalau gue gajian lo nanti gue ajak ya," kata Hana.
"Datang aja sih, nanti gue yang handle." Indah mengatakan karena dari kalangan berada, rasanya tak masalah kalau ia membiayai Rasya.
"Gampang lah, gue juga harus mengurangi aja.' Rasya menambahkan.
Mereka kemudian menikmati malam bersama, mendengarkan musik dan menggoyangkan tubuh sampai larut malam. Raya suka keramaian, ia benar-benar melupakan kesepian yang dirsakannya. Suara-suara riuh di sana membuat ia lupa. Membuat pikirannya terus terisi dan menyenangkan.
Setelah selesai, ia melangkahkan kakinya keluar sementara Hana dan Indah masih melewati malam dengan kekasih mereka masing-masing.
Menuju mobilnya yang terparkir, langkah Rasya terhenti sejenak saat ia melihat Barat berdiri di sana. Rasya melanjutkan langkah kakinya. ia melewati Barat, hanya saja tangan barat menahan Rasya dengan memegangi tangan gadis itu.
"Mau apa lagi sih?" tanya Rasya kesal. ia juga menggerakkan tangannya agar genggaman tangan Barat pada pergelangan tangannya terlepas.
Barat melepaskan, sambil menatap Rasya dengan kesal. "Sejak kapann kamu suka kehidupan malam kayak gini? Minum?"
Rasya melirik Barat, meyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Sejak kapan ini jadi urusan kamu?"
"Kita perlu bicara, banyak."
"Kalau ini tentang penawaran kamu kemarin, aku sama sekali enggak tertarik. Aku enggak mau ikut dalam kegiatan gila kalian berdua, aku bukan mesin pencetak anak." Rasya menekankan.
Barat terdiam, menatap Rasya mencoba untuk mengintimidasi. "Belakangan gimana kehidupan kamu? Lancar?" tanya Barat lagi.
Rasaya terdiam menautkan kedua alisnya. Mencoba mencerna ucapan Barat, memikirkan kehidupannya yang mulai kacau setelah pertemuannya dengan Barat dan Rubi.
"Jadi itu ulah kamu bar?" tanya Rasya.
sejujurnya Barat sedikit terkejut, ia benar- benar tak tau apa yang terjadi. Hanya mengira kalau Rubi pasti telah melakukan sesuati pada Rasya dna memang, sang istri telah melakukan sesuatu dan tak tau apa yang dibuatnya.
"Menurut kamu?" tanya Barat lagi, menekankan seolah ia yang sudah melakukan itu.
Rasya memegangi keninganya, bergerak gelisah dengan kesal. "Kamu jahat banget sumpah.'
"Kita butuh ngobrol kan?" Barat kembali menawarkan rasanya ia tak akan ditolak lagi kali ini.
Rasya terdiam, memikirkan bagaimana kehidupannya kedepan. Ia tak mungkin menerima tawaran dari Barat karena belum siap untuk memiliki anak.
Apalagi ini adalah anak orang lain. Bagaimana bisa ia melakukan itu semua? Meskipun tawaran uang yang diberikan jelas menggiurkan. Namun, kali ini ia juga dalam dilema, karena kehidupannya pasti akan semakin berantakan kedepannya.
"Gimana?" Barat bertanya lagi karena Rasya terlalu lama terdiam.ia tak sabar karena sudah menunggu terlalu lama.
"Mau kemana?" tanya Rasya.
"Kita ngobrol, kamu ikit aku."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top