🍂7. Dipecat?🍂
Pagi ini seperti biasanya Rasya bersiap untuk mengajar. Kemarin ia meminta ijin karena sakit. Jadi dari lembaga ia meminta agar digantikan oleh guru lain. Dan siang ini ia bersiap untuk memulai pekerjaannya seperti biasanya.
Mengenakan kemeja berwarna merah muda dan rok putih di bawah dengkul. Rasya selalu bisa memadupadankan pakaian yang ia kenakan. Saat itu ponselnya tiba-tiba saja berdering.
"Miss Rasya?" sapaan terdengar dari balik telepon.
"Iya Miss Ida?"
"Nanti ke kantor dulu ya, katanya ada yang diomongin sama Mr Edo.'
"Oh okay, ada apa ya Miss?" tanya Rasya lagi.
"Aduh aku juga kurang tau tuh, nanti datang aja ya."
"Okay, terima kasih."
Panggilan dimatikan dan Rasya segera melaju dengan mobil tua miliknya. Memecah jalanan ibu kota yang tak terlalu padat siang ini. Perjalanan menghabiskan waktu sekitar sepuluh menit sampai akhirnya tiba di kantor.
Setelah memarkirkan mobil, lalu l berjalan masuk. Rambutnya sengaja diikat sebagian agar lebih rapi. Ia menyapa beberapa rekan sebelum akhirnya masuk ke ruang Mr Edo pemilik lembaga.
"Permisi Mr Edo," sapa Rasya sambil menyembulkan kepalanya ke dalam ruangan.
"Silakan masuk rasya." Edo mempersilakan masuk sambil mengayunkan tangannya.
Rasya berjalan masuk ke dalam, berjalan menghampiri. Ia lalu duduk di kursi yang berseberangan dengan meja Edo.
"Ada apa ya Mr?" tanya Rasya.
"Ada keluhan dari orang tua murid."
Rasya jelas terkejut, kedua alisnya bertaut. Ia merasa tak pernah melakukan kesalahan. Kecuali kemarin saat ia benar-benar sakit.
"Maaf, keluhan seperti apa ya?" tanyanya lagi.
Edo hela napas, kemudian sedilkit memajukan tubuhnya, terlihat semakin serius dengan pembahasan ini.
"Ya, saya tidak bisa mengatakan apapun karena mereka minta dirahasiakan. Mereka mengeluh tentang kamu dan cara mengajar kamu. Dan kamu malah sakit kemarin, padahal kan kamu tau anak muridmu itu mau ada olimpiade matematika. Mereka merasa kamu itu enggak serius mengajar dan banyak lagi keluhan yang mereka berikan." Edo mengatakan semua itu sambil sesekali menggosok hidung dan keningnya.
Rasya melihat semua, terlihat Edo sedang berbohong. Dan ini jelas membuat ia bertanya-tanya ada apa sebenarnya.
"Sebenarnya ada apa sih Mr? Jujur saya enggak merasa membuat kesalahan. Saya selalu tepat waktu, kecuali memang saya sakit kemarin dan minta digantikan. Yang lain juga pernah, dan enggak ada masalah sampai sekarang." Rasya ungkapkan kegelisahan dan kejanggalan yang ia rasakan.
"Saya sudah bilang semua ke kamu. Dan karena itu saya mempertimbangkan untuk menghentikan kamu sebagai guru di lembaga ini. Tentu dengan berat hati kare---"
"Tunggu, saya masih belum bisa menerima alasannya. Siapa orang tua murid yang bilang seperti itu? Semua harus jelas dong, sementara saya sama sekali enggak melakukan kesalahan," kata Rasya memotong pertanyaan Edo.
Edo seolah tak mau ambil pusing, ia mengeluarkan amplop cokelat dan memberikan kepada Rasya. "Ini gaji kamu bulan kemarin, dan juga bulan ini kami bayarkan full satu bulan. Saya minta maaf, tapi ini adalah keputusan terbaik yang bisa kami ambil saat ini."
Rasya menatap p6ad amplop cokelat itu, tentu saja ia kesal setangah mati.namun, mau bagaimana lagi? keputusan Edo jelas tak bisa ia batalkan.
Rasya menjabat tangan Edo sebelum akhirnya ia berjalan keluar meninggalkan tempat itu. Melajukan mobil dengan amarah dalam hati. Mobilnya terhenti tepat di depan rumah, ia melihat Arsen yang berdiri menunggu.
"Kok udah berangkat pagi banget?" tanya Arsen pada Rasya yang berjalan menghampirinya dengan wajah tanpa senyum.
"iya."
Arsen tau ada sesuatu dari wajah dan jawaban singkat Rasya. "Jalan-jalan mau? Sebentar aja sambil nunggu jam ngajar."
Rasya menatap Arsen lalu anggukan kepala.Ia memberikan kunci mobil pada Arsen. Setelah memarkirkan motor ke dalam rumah Rasya, Arsen dan Rasya segera melajukan mobil itu.
Mereka sampai di sebuah toko es krim, Arsen merasa kalau Rasya akan lebih baik setelah makan es krim nanti. Setelah memesan mereka duduk di sana.
"Ada sesuatu Nda?" tanya Arsen penasaran dengan apa yang terjadi.
"Gue dipecat Sen," jaweb Rasya lalu memegangi keningnya. "Uang gue juga udah habis buat ke klub. Dan tinggal ini gaji gue dua bulan." Rasya katakan sambil menepuk-nepuk tasnya.
Tentu saja semua uang gajinya hanya ia gunakan untuk makan dan kebutuhan klub. Uang peninggalan sang ayah sengaja tak digunakan untuk kebutuhan lain, selain untuk merapikan rumah setiap bulan.
"sementara kalau Nda mau makan apa, ada kebutuhan rumah, aku bisa bantu." Arsen menawarkann diri.
Rasya menatap kesal. "Nggak ya, gue bukan tukang minta-minta."
"Enggak gitu Nda, anggap aja minjem nanti kalau Nda ada uang lebih, boleh ganti." Arsen menjelaskan ia tau harga diri Rasya terluka karena perkataannya,
Rasya sedikit hilang marahnya setelah apa yang Arsen katakan barusan. Ia tak mau menjadi perempuan yang bergantung pada laki-laki meskipun ia suka menghabiskan uangnya di klub, semua adalah uangnya sendiri.
"Gue lebih butuh kerjaan daripada uang lo Sen," kata Rasya lagi.
"Masih ada yang Nda ajar gak, diluar lembaga?"
"Ada cuma satu sebulan enam ratus ribu, mana cukup buat kebutuhan aku?"
"Jangan ke klub dulu, biar aku temenin kamu. Jajan, night ride, apapun asal gak ke klub gimana?"
"Lo itu butuh waktu buat bikin konten, lo juga butuh waktu buat diri lo sendiri. Gue enggak mau ganggu." Rasya katakan lagi. Ia sudah terlalu banyak merepotkan Arsen.
Arsen tersneyum senang juga karena merasa rasya memerhatikannya. "Enggak ganggu, asal sama Nda gak ada yang merasa diganggu."
Rasya hanya geleng-geleng kepala melihat kelakukan Arsen yang begitu bucin pada dirinya.
"Kalau enggak, nanti aku coba cari temen- temen yang punya adik siapa tau butuh jad6a Nda buat ngajar privat, gimana?"
Rasya anggkukan kepalanya setuju. Memang hal itulah yang ia butuhkan. Pekerjaan, dan bukan uang dari orang lain.
"Boleh?" tanya Rasya.
"Boleh dong, nanti aku bantu ya Nda."
Rasya snggukan kepala. "Maksih ya Sen."
"Iya Nda, pokoknya aku bakal bantu kamu."
Setelah makan es krim tadi, Arsen mengnantarkan rasya kembali ke rumah. Namun setelah Arsen pergi, Rasya memutuskan kembali keluar rumah, menghabiskan waktunya untuk berbelanja. Kemarin, ia sudah memikirkan untuk membeli dress baru untuk digunakan ke klub.
Rasanya tak bisa ditunda apalagi, kemarin ia tak bisa ke klub karena Barat, kemuduian sakit. Jadi ia akan membeli pakaian baru dan menggunakan untuk ke klub malam ini.
"Satu aja, cuma mau baju satu aja," katanya pada diri sendiri agar tak terlalu merasa bersalah.
Kebiasannya berfoya- foya untuk klub dan baju masih sangat sulit untuk ia redam. Karena hal itu yang menjadi kegiatan penyembuh kesepiannya. Setiap gajian, ia selalu membeli pakaian baru, hal itu sudah mejadi kebiasaan yang ia lakukan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top