🍂5. Meminta Rasya🍂
"Malam ini nggak usah ke klub nggak. Lagian kemarin kan kamu juga udah ke sana?" Arsen berkata kepada Rasya setelah menghentikan mobilnya tepat di depan rumah gadis itu.
"Pulang sana nanti dicariin Mami kamu." Rasya malah mengalihkan pembicaraan, jujur saja ia tak senang jika arsen mencampuri urusannya.
"Hmm, susah dibilangin."
"Iya memang, udah pulang sana."
"Besok ngajar?"
"Ngajar biasa, siang."
"Yaudah, berarti besok sarapan bareng?"
Rasya menganggukan kepalanya. "Iya, udah sana. Hati-hati."
Arsen berjalan menuju motornya, kemudian segera memanaskan mobil itu. "Kalau sekarang udah bisa belum pacaran?" Arsen bertanya, selalu dia tanyakan setelah mereka berjalan-jalan, atau sarapan pagi.
"Nggak ya Sen."
"Okay, siapa tau besok udah boleh."
Setelah obrolan kecil itu, Arsen segera melajukan motornya. Rasya masuk ke dalam rumah rumah itu cukup besar dengan lantai 2 dan ada 3 kamar di sana. Dulu kamar di bawah untuk pelayan, di kamar atas untuk Rasya dan kedua orang tuanya.
Rumah itu terlihat sedikit berantakan, barang-barangnya juga cukup tua karena memang sudah lama tidak diganti. Rasya juga jarang berada di rumah, sebulan sekali ia memanggil seseorang untuk membersihkan.
Setelahnya ia berganti pakaian, menggunakan dress berwarna hitam di atas lutut, outfitnya tak pernah gagal, menunjukkan kesan seksi meskipun ia bertubuh gemuk. Ia kemudian segera melajukan mobilnya. Kembali memoles wajahnya tipis-tipis, kedua sahabatnya Hana dan juga Indah sudah menunggu di sana.
Perjalanan malam ini berlangsung cukup lancar, di belakang Rasya masih ada mobil yang mengikutinya sejak siang tadi. Hanya saja ia tidak menyadarinya. Sampai berada di parkiran mobil, mobil itu juga terhenti tepat di samping Rasya. Seorang pria keluar dari sana, kemudian berjalan lebih cepat dan menghadang langkah gadis itu.
"Ibu Rasya?" tanya pria berkacamata itu.
"Iya, betul."
"Boleh bicara sebentar, ada yang mau bicara dengan anda." Pria itu berkata dengan sopan, sambil menunjuk mobil.
"Siapa?" tanya Rasya bingung.
"Bapak Barat, Ibu ingat?"
"Barat? Sankara?" tanya Rasya mencoba memastikan
"Betul," jawab pria itu.
"Maaf, tapi saya enggak ada hubungannya lagi sama Barat. Permisi," kata Rasya menolak.
"Tolong sebentar saja Mbak." Pria itu terlihat memohon.
Rasya terhenti, iba juga melihat pria itu. "Coba masnya telepon Pak Baratnya dulu biar saya percaya."
Pria itu kemudian mengeluarkan ponsel miliknya. Kemudian ia menghubungi Barat dari ponsel. Tak lama kemudian memberikan pada Rasya setelah ia berbicara.
"Nda?" sapa Barat.
"Barat? Kamu mau ngomong apa Bar?"
"Kita ketemu sebentar, ada yang mau aku omongin ke kamu. Cuma kamu yang bisa tolong aku."
Akhirnya karena rasa penasarannya juga, Rasya ikut oleh pria itu. Dia adalah Saddam kaki tangan barat, Saddam juga bahkan tak tahu rencana barat tentang Rasya. Pria itu kemudian membawa Rasya ke sebuah hotel, sebenarnya Rasya sedikit enggan hanya saja sudah terlanjur ikut.
Mereka masuk ke kamar, di sana sudah ada barat dan juga Rubi. Saddam hanya membukakan pintu, kemudian ia berjalan meninggalkan ketiganya.
"Ah, hai," sapa Rasya canggung saat melihat Rubi.
"Silahkan duduk," kata Rubi mempersilahkan setelah ia berjalan dan menjabat tangan Rasya.
"Ada apa nih?" tanya Rasya bingung.
Barat terdiam, dia melirik kepada Rasya sekilas, kemudian berusaha mengalihkan pandangannya. Jujur saja, Rasya memang sejak dulu bertubuh gempal hanya saja kali ini jauh menjadi lebih cantik dan glow up. Rubi mencoba tetap tersenyum, ia senang juga karena Barat berusaha menjaga perasaannya.
"Saya Rubi istrinya Barat, dan saya yang meminta kamu untuk datang ke sini. "Rubi membuka pembicaraan di antara mereka berdua.
"I-ya, lalu?"
"Jadi begini Rasya, Aku butuh bantuan kamu."
"Butuh bantuan apa?" tanya Rasya lagi.
"Aku butuh rahim kamu, kita bisa bayar kamu untuk mengandung anaknya Barat." Rubi terus terang, sambil melirik Barat sekilas.
Jelas Rasya terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Rubi. Bagaimana bisa dia mengandung anak dari Barat? Sementara Rubi adalah istri sah dari pria itu.
"Gimana? Gimana?"
"Aku ada kendala untuk mengandung anak Barat, sementara kita ada tekanan dari keluarga. Aku minta kamu untuk hamil anak Barat. Setelah kamu hamil dan melahirkan, anak itu akan jadi anak aku. Aku hanya minta kamu untuk mengandung anak itu, kita akan bayar dengan bayaran yang setimpal." Rubi menjelaskan secara gamblang, dia benar-benar tidak tahu lagi bagaimana caranya selain itu. Dan Rasya adalah harapan satu-satunya.
Rasya terdiam, dia masih mencoba mencerna tentang apa yang ia alami hari ini dan semua kata-kata yang rugi ucapkan terlihat terlalu gamblang, tak masuk akal, dan aneh menurutnya.
"Jadi nanti aku sama Barat ena ena? Setelah aku hamil kamu ambil anak aku? Terus anak itu kamu akui sebagai anak kamu? "Lagi-lagi Rasya mencoba untuk menyatukan nalarnya.
"Iya." Jawab Rubi singkat.
"Kalian gila? Kok bisa punya ide gila gini? Dan kenapa harus aku? Aku gendut, gak sehat, katanya susah punya anak." Rasya terhenti lalu menggelenggkan kepalanya sambil melirik Barat yang terdiam, heran. "Bar, ngomong kamu jangan diem!" tantang Rasya.
"Aku minta tolong, Nda." Barat malah menambah beban pikiran Rasya.
"Kalian aneh, aneh banget sumpah." Rasya sampai geleng-geleng kepala tak menyangka.
"Aku tahu ini memang aneh, tapi ini adalah jalan satu-satunya. Dan cuman kamu yang bisa nolongin kita, dan kamu bakal dapat bayaran yang benar-benar setimpal untuk itu. Kita bahkan mungkin akan kasih kamu tunjangan setiap bulannya? Gimana? Aku benar-benar butuh bantuan kamu Rasya. Kamu pasti ngertilah rasanya jadi perempuan yang gak bisa punya anak-"
"Ngerti? ngerti gimana? Aku aja belum nikah Kok. Aku nggak punya anak, dan aku belum kepikiran untuk punya anak. Punya suami aja aku belum kepikiran, aku masih pengen senang-senang, masih pengen joget-joget. Masih pengen foya-foya jajan cilok, cilor, maklor! Aku nggak mau punya anak sekarang!" Rasya itu cukup emosional, sedikit-sedikit marah, sedikit-dikit kesal. Dan mendengar ucapan Rubi yang begitu enteng mengenai punya anak membuat dia benar-benar kesal.
Barat geleng-geleng kepala, sejak dulu Rasya memang kalau bicara tidak disaring. Ya tapi itulah yang membuat barat tertarik pada Rasya dulu, selain kepintarannya yang menjadi juara satu umum di sekolah.
Rubi melirik pada Barat yang tersenyum sekilas, ada sedikit rasa cemburu. Namun, tentu saja ia tak berpikir kalau Barat akan kembali kepada rakyat. Melihat bagaimana fisik Rasya yang menurutnya tidak proporsional.
"Kalau aku kasih kamu uang, kamu bisa jajan ke Korea, ke Malaysia, ke Singapura, Jepang, ke mana aja kamu mau Ras. Aku bener-bener minta tolong ke kamu." Rubi mengatakan lagi, ini adalah penawaran yang tidak akan datang dua kali dalam hidup Rasya.
"Maaf, aku enggak mau." Rasya kemudian berdiri. "Aku rasa pembicaraan ini udah terselesai sampai di sini aku nggak mau bantu kalian dalam hal seperti itu. Maaf, permisi." Rasya kemudian berjalan meninggalkan kamar itu dengan langkah yang kesal.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top