🍂10. Kontrak perjanjian 🍂
"Kenapa bengong sih Nda?" Arsen bertanya pada Rasya.
Keduanya saat ini sedang sarapan bersama seperti biasanya. Hanya saja sejak tadi Rasya hanya tdiam. Jujur saja semalaman tak bisa tidur, memikirkan tentang nasibnya ke depan.
Memikirkan kehidupan setelah ia melahirkan anak untuk Barat dan Rubi. Memang hidupnya akan terjamin, ia bahkan tak perlu bekerja, menikmati hidup dengan foya-foya tanpa bekerja. Hanya saja masih sulit untuk diterima oleh nalarnya sendiri. Setelah dipikirkan, ia malah merasa seperti pelacru.
Rasya menoleh pada Arsen, lalu menggelengkan kepala. "Enggak apa-apa kok," jawab Rasya.
"Kok diem aja? Makan bubur ayamnya Nda," kata Arsen kemudian tersenyum, menunjukkan susunan giginya yang menyerupai kelinci.
Rasya kemudian menyantap sarapannya, meski dalam pikirannya masih bingung setengah mati. Rasanya, ini hal yang paling ia tak sukai. Rasya sangat suka dengan klub dan keramaian malam. Hanya saja, Rasya tak pernah berpikir untuk menjual dirinya.
Hal yang sejak dulu diwanti-wanti sang ibu, agar tak membuat malu keluarga. Dan kini malah ada rasa bersalah yang muncul setelah menerima tawaran Barat.
Arsen menatap dengan cemas. Tak biasanya Rasya seperti ini. Mungkin ini adalah akibat dari pemecatannya kemarin, pikiranya.
"Masih mikir pemecatan kemarin ya?" tanya Arsen lagi.
"Enggak kok," jawab Rasya karena tak mau membuat Arsen cemas dengan keadaannya.
"Nanti aku mau ke rumah temen, dia punya adik yang masih sekolah SMP. Nanti coba aku tanya sama dia ya Nda, hmm? jangan terlalu mikirin ya," pinta anak itu sambil mengacak rambut Rasya.
Biasanya Rasya menepis apa yang dilakukan Arsen ini. Namun, kalil ini ia sengaja menerima itu. Kali ini butuh juga sedikit perhatian dari Arsen.
Rasya mengulurkan tangannya, hal itu membuat Arsen menoleh. "Boleh genggam tangan sebentar?"
Arsen terdiam sejenak, bingung karena rasanya baru kali ini rasya menunjukkan sisi lemahnya. Anak itu kemudian menganggukan kepala, lalu segera menggenggam tangan Rasya menatap dengan cemas, bertanya dalam hati sebenarnya ada apa.
"Sen," panggil Rasya lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Arsen.
"Ada apa Nda?" Arsen bertanya dengan lembut, sambil menatap ke arah Rasya. Kemudian tersenyum ketika Rasya menatapnya.
"Semuanya bakal baik-baik aja kan?" Rasya bertanya.
"Aku yakin semua bakal baik-baik aja kok. Kamu nggak usah khawatir, aku bakal bantu gimanapun caranya."
Meskipun Rasya tahu bahwa yang ada di pikiran Arsen berbeda dengan masalah yang dipikirkan saat ini. Namun, rasanya kata-kata yang keluar dari bibir Arsen cukup menenangkan dirinya kali ini.
Rasya mengangguk. "Iya, semua bakal baik-baik aja."
"Tenang aja Nda."
"Hari ini sibuk enggak?" tanya Rasya.
"Masih mau ditemenin?"
Rasya terdiam, masih sedikit malu jika mengakui bahwa ia butuh teman saat ini. "Nggak juga sih, tapi gimana kalau kita nonton lagi? Katanya film mufasa itu bagus loh."
Arsen sedikit tersenyum, dia tahu kalau Rasya sebenarnya kesepian hanya saja harga dirinya terlalu tinggi untuk mengakui itu.
"Boleh, kapan?"
"Hari ini sibuk nggak? Atau mau bikin konten lagi?" Rasya bertanya mencoba meyakinkan. Karena merasa tidak enak juga jika ia meminta Arsen menemaninya, disaat sedang sibuk atau membuat konten.
"Nggak sibuk kok, emangnya mau nonton jam berapa nanti?"
"Sorean ya, nanti gue kabarin lagi."
"Okay Nda."
Setelah sarapan sebentar, Arsen mengajak Rasya untuk berkeliling. Dia juga membelikan cemilan kemudian mengantarkan Rasya untuk pulang. Masuk ke dalam rumah, kini kembali lagi sepi dan tidak ada siapapun di sana. Segera berlari menuju kamar, lalu merebahkan tubuhnya.
Kemudian kembali duduk, dia berniat menikmati kudapan yang tadi dibeli bersama Arsen. Saat itu mengambil ponsel dari dalam tas miliknya, melihat ada satu pesan. Rasya dengan cepat membuka. Siapa tahu saja itu adalah tawaran pekerjaan.
"Barat?"
Barat:
Nda, nanti malam kita bisa ketemu kan? Aku Mau ngomongin masalah penjelasan tentang perjanjian kita. Aku mau kasih tahu kamu detailnya, dan kita bakal tanda tangan kontrak sekalian.
Rasya:
Harus banget hari ini ya emangnya?
Barat:
Lebih cepat lebih baik, memangnya kamu mau nunggu apa lagi?
Rasya:
Ya udah, kamu kabarin aja di mana dan jam berapa.
Barat:
Di hotel kemarin, di kamar yang sama. Jam tujuh malam, sekalian kita makan malam di sana.
Rasya:
Okay.
Lalu dengan terpaksa Rasya membatalkan janjinya bersama Arsen. Malam ini batal untuk menonton film bersama.
***
Malam hari seperti janji, Rasya kini berada bersama barat dan juga Rubi. Di kamar yang sama saat ia pertama kali diajak oleh Sadam ke sana.
Di kamar Itu juga sudah ditata meja, dengan makan malam spesial yang dipesan khusus oleh Rubi. Kini mereka bertiga tengah makan malam, dan entah mengapa malam ini pakaian mereka senada, mengenakan warna hitam.
"Jadi aku nggak mau basa-basi, Setelah kamu tanda tangan kontrak ini, lusa kita akan langsung berangkat ke Korea. Aku udah kontak dan nemuin dokter di sana yang akan bisa kamu secara langsung."
Rasya menatap Rubi. "Ke Korea? Kenapa harus ke Korea?"
"Karena ini semua adalah hal yang rahasia, dan perjanjian kita ini nggak boleh ada yang tahu. Hanya kamu, aku dan Barat. Bahkan di sana dokter pun nggak akan tahu kalau kamu akan melahirkan dan kemudian bayi itu akan kamu kasih ke aku. Semua akan sangat rahasia semakin sedikit yang tahu semakin sedikit kemungkinan rahasia ini bocor." Rubi menjelaskan tanpa menatap rahasia, wanita itu sibuk memotong daging steak miliknya.
Rasya menatap bergantian ke arah barat dan Rubi. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar apa yang dikatakan oleh kedua orang itu. Ini benar-benar hal yang gila, bahkan di harap terpaksa pindah ke Korea.
"Aku cuman ngejalanin pemeriksaan aja kan di sana?" Rasya bertanya lagi untuk meyakinkan.
"Kita akan periksa kamu, kita cek masa subur kamu. Kalau ternyata memang oke, dan kamu dalam masa subur—" Rubi terdiam sejenak, kemudian dia menatap ke arah barat, lalu ke arah Rasya. "Kalian harus segera melakukan itu. Karena semakin cepat lebih baik."
"Tapi aku bisa pulang ke Indonesia kan?" Rasya merasa mungkin ia tidak akan betah untuk tinggal berlama-lama di sana.
Rubi menganggukan kepala. "Itu bisa diatur, asal kita bicarakan lagi. Tapi selama proses pemeriksaan, dan lain-lain, aku merasa lebih baik kalian ada di Korea."
Rasya hanya terdiam, ia benar-benar sudah tidak bisa mundur lagi. Tinggal di Korea adalah hal yang lebih buruk. Ia berpikir bisa melakukan semuanya di Indonesia.
"Kamu nggak usah khawatir, aku dan Rubi sudah pikirkan bayaran paling pantas untuk kamu. Semua ada di kontrak, Kamu bisa baca dan segera tanda tangan sekarang." Barat menjelaskan, ia menatap Rasya yang bahkan enggan melihatnya.
Setelah makan malam, Rasya membaca detail kontrak. Intinya, ia dilarang untuk mengatakan pada siapapun. Kemudian ia akan mendapatkan tunjangan, semua biaya persalinan, dan biaya pemeriksaan akan ditanggung oleh Rubi dan Barat. Juga tunjangan setiap bulannya, selama Rasya masih hidup. Barat dan Rubi tidak akan pernah menghentikan tunjangan untuk gadis itu kecuali Rasya meninggal dunia.
Dan terakhir adalah, Rasya tidak diperbolehkan untuk menemui anak itu. Dia diizinkan menyusui anak itu sampai 6 bulan. Setelahnya ia harus benar-benar melepaskan, dan membiarkan Rubi juga Barat yang menjaga anak itu.
"Gimana, kamu nggak perlu kerja keras loh buat hidup. Kamu bisa tinggal di rumah aja, kamu bisa foya-foya dan kami akan kirimkan uang untuk kamu setiap bulannya. Enakan?" Rubi bertanya. Tentu saja ia merasa itu sangat menguntungkan Rasya.
"Kalaupun aku menolak, kalian pasti juga akan ngelakuin hal-hal lain yang lebih gila dari pemecatan itu kan?" Rasya bergumam, ia mengambil Pena Dan segera menandatangani itu. Setelahnya ia berdiri dan berjalan meninggalkan kamar hotel tanpa mengatakan apapun pada Rubi dan Barat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top