Teror

“Siapa pagi-pagi begini berkunjung, perasaan aku tidak ada janji dengan siapa pun hari ini,” ucap Edzhar pada dirinya sendiri saat mendengar suara bel pintu. Ia beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu sambil menyisir rambutnya dengan tangan.

“Dari mana saja kau seharian kemarin?” tanya Myron yang sudah berdiri di depan pintu apartemen Edzhar.

“Kau ini pagi-pagi sudah ke sini emangnya nggak kerja?” ucap Edzhar setelah menutup pintu apartemennya kembali.

“Aku sudah absen tadi di kantor dan sekarang sedang menyelidiki kasus di lapangan,” jawab Myron sambil mendudukkan diri di sofa ruang tamu Edzhar.

“Terus kenapa ke sini? Memangnya di sini TKP,” sindir Edzhar.

“Aku menjemput rekan yang masih bermalas-malasan. Cepat mandi dan bersiap, aku tunggu di sini,” timpal Myron.

“Ck...kau ini selalu saja terburu-buru. Tidak bisakah membiarkan ku santai sejenak,” ucap laki-laki yang masih mengenakan baju tidur itu.

“Sudah cukup kau bersantai selama lima tahun ini.” Edzhar yang mendengar perkataan Myron langsung menuju kamar mandi, tidak ingin lagi mendebat sahabatnya itu.

Sementara menunggu rekannya bersiap-siap, Myron berjalan menuju balkon. Mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan.

“Tempat ini tidak berubah, masih sama seperti terakhir kali aku ke sini lima tahun yang lalu. Namun, suasananya terasa berbeda sejak kepergian dirimu,” gumam Myron.

Di balkon inilah, Edzhar menemukan kekasihnya tengah meregang nyawa.  Masih terekam jelas di ingatan Myron, saat mereka tiba di apartemen malam itu. Pintu dalam kondisi tidak terkunci dan lampu ruangan belum dinyalakan. Begitu cahaya mulai menerangi ruangan itu, betapa terkejutnya mereka saat mendapati kekasihnya Edzhar tengah terkulai lemah di lantai balkon dengan pergelangan tangan teriris.

Mereka berdua langsung membawanya ke rumah sakit terdekat. Namun, gadis itu tidak bisa bertahan setelah dirawat selama 24 jam. Menurut pernyataan dokter yang menanganinya, luka akibat sayatan itu cukup dalam dan lebar sehingga mengenai pembuluh darah arteri. Akibat kehilangan darah yang sangat banyak itulah, nyawanya tidak terselamatkan.

Itulah hari di mana Myron melihat Edzhar untuk terakhir kalinya, setelah pemakaman lelaki itu menghilang bak ditelan bumi. Sekalipun kini ia sudah kembali, tetapi kejadian itu masih selalu membekas.

“Apa yang kau pikirkan?” tegur Edzhar yang sudah berdiri di belakang Myron sambil melipat tangan di depan dada.

“Oh, tidak ada. Ayo berangkat!” ucap Myron.

Edzhar mengedikkan bahu sambil mengerutkan dahi mengikuti Myron. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang tengah mengintai mereka dari kejauhan menggunakan teropong.

“Mau ke mana kita?” tanya Edzhar saat keduanya tengah berada di dalam mobil.

“Semalam ada yang menelepon meminta untuk bertemu,” ucap Myron tanpa memalingkan pandangan dari jalan.

Setelah 30 menit berkendara, mereka tiba di sebuah rumah dua lantai berwarna merah bata. Keduanya turun setelah memarkirkan mobil di garasi. Terlihat seorang lelaki tengah berdiri menanti di teras rumah.

“Selamat siang, Pak,” sapa lelaki itu sambil menjabat tangan Myron.

“Anda Antony?” tanya Myron yang dijawab anggukan oleh lelaki tersebut.

“Perkenalkan ini–“

“Selamat siang, Tuan Antony.” Antony tampak terkejut melihat ada sosok lelaki yang tidak asing berdiri di samping Myron.

“Kalian sudah saling mengenal?” Myron menatap Edzhar penuh selidik.

“Hanya pernah bertemu secara kebetulan,” ucap Edzhar sambil mengedipkan sebelah mata ke arah Antony.

Antony mempersilakan mereka masuk dan duduk di ruang tamu, sementara ia menuju dapur untuk mengambil minuman. Myron mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan. Ada satu benda yang menarik perhatiannya, ia pun menghampirinya agar bisa mengamati lebih dekat.

“Maaf, saya tidak menghubungi Anda karena mendapat ancaman agar menjauhi Anda,” bisik Antony sembari meletakkan baki yang dibawanya.

“Bisa Anda jelaskan apa yang terjadi?” tanya Myron sebelum Edzhar sempat menanggapi perkataan tuan rumah itu.

“Di telepon semalam, Anda mengatakan mendapat teror dari seseorang. Bisa Anda ceritakan teror seperti apa?” sambung lelaki bertubuh gempal itu sembari duduk di samping Edzhar.

“Kemarin sekitar pukul lima sore, saat tiba di rumah saya mendapati sebuah paket tanpa pengirim. Sebentar saya ambil dulu.” Antony masuk ke sebuah ruangan lalu kembali dengan membawa beberapa barang.

“Ini semua saya temukan di depan pintu.” Antony meletakkan barang tersebut di atas meja.

Myron dan Edzhar saling berpandangan sebelum membuka isi bungkusan itu. Dengan hati-hati keduanya membuka dan melihat satu persatu isi dari bungkusan tersebut. Terdapat batu bata yang telah berlumur darah, puluhan kecoa mati, cicak mati, dan kain yang bertuliskan kata “mati” dengan tinta merah.

Sebenarnya ada satu lagi yang tidak ditunjukkan oleh Antony kepada kedua lelaki itu. Sebuah surat ancaman yang berisikan larangan untuk mendekati Edzhar dan sebuah pesan rahasia yang ia sembunyikan. Ia takut jika kedua detektif itu membaca pesan tersebut, mereka akan mengetahui tentang masa lalunya.

Saat ketiganya tengah membahas lebih lanjut perihal teror tersebut, tiba-tiba terdengar suara benda terjatuh. Tidak lama setelahnya, kepulan asap mulai menyelimuti ruangan. Disusul percikan api yang mulai membakar tirai ruang tamu. Edzhar langsung menutupi hidungnya dengan lengan, lalu mencari sebuah alat untuk memadamkan api.

Begitu situasi sedikit terkendali, keduanya pun saling berpandangan. Mereka lalu mengedarkan pandangan ke sekitar dan baru menyadari jika Antony tidak berada di sana. Kedua lelaki itu berpencar untuk mencari sang pemilik rumah ke semua penjuru ruangan. Namun, mereka tidak dapat menemukannya.

Edzhar berlari ke luar di susul Myron yang sebelumnya telah menutup pintu rumah Antony terlebih dahulu. Lelaki berkacamata itu mengambil alih kemudi, lalu melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Myron yang duduk di sebelahnya hanya terdiam. Ia masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi.

Saat ruangan dipenuhi asap tadi, Edzhar tidak sengaja melihat sekelebat bayangan hitam memasuki ruangan. Ia tidak bisa melihat jelas siapa sosok itu, tetapi ia yakin jika sosok itulah yang menculik Antony.

Sepanjang perjalanan, mata Edzhar mengawasi jalanan mencari-cari sosok atau mobil yang mencurigakan. Ekor matanya menangkap sebuah mobil yang terdapat Antony di dalamnya. Mobil itu melaju kencang membelah keramaian jalanan. Edzhar pun berusaha untuk mengejar mobil tersebut.

“Hei, kau mau mati! Ugal-ugalan sekali cara mengemudimu,” ucap Myron sambil memegang pegangan pintu.

“Jika mengikuti aturan maka kita akan kehilangan Antony,” jawab Edzhar tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan.

Mobil memasuki kawasan hutan lindung yang cukup sepi. Edzhar berusaha menyusul dan menghadang laju mobil tersebut, tetapi mobil itu melaju semakin kencang. Hingga akhirnya terjadilah aksi kejar-kejaran di antara kedua mobil tersebut.

Setelah cukup lama, akhirnya Edzhar berhasil menyusul dan memotong laju mobil di depannya. Tanpa menunggu lama, Edzhar keluar dan menghampiri mobil tersebut. Lelaki berkacamata itu memaksa sopir untuk segera keluar dari mobil.

Myron pun memeriksa keadaan di dalam mobil. Ternyata mobil itu kosong, hanya ada sopir itu saja. Ke mana perginya Antony, apakah ini hanya sebuah jebakan? Ketika Edzhar sedang mendesar sopir untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi, tiba-tiba terdengar suara tembakan yang membuat lelaki di depannya itu tumbang. Tembakan itu tepat mengenai jantung si sopir.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top