Pesan

“Kau yakin tidak ingin kembali ke kepolisian?” tanya Myron tanpa mengalihkan pandangannya dari kemudi dan jalanan.

“Entahlah, aku tidak ingin lagi terikat oleh banyaknya aturan. Aku lebih suka seperti ini,” jawab Edzhar yang duduk di sampingnya.

“Oke. Kapan kau kembali?” Lelaki berusia 33tahun itu menoleh sekilas ke arah sahabat lamanya tersebut.

“Kemarin sore, saat aku berkunjung ke rumahmu. Awalnya aku pikir kau tidak ada di rumah, tapi aku melihat lampu ruang kerjamu menyala. Aku memutuskan masuk karena pintu tidak terkunci, lalu menemukanmu sedang bergumam sendiri,” jelas Edzhar.

“Lalu kenapa kau pergi lagi?” tanya Myron.

“Aku tidak ingin mengganggumu bekerja,” ucap lelaki tersebut.

Myron melajukan mobilnya membelah keramaian kota Kowloon. Ia sengaja menjemput Edzhar di apartemennya karena tidak bisa menghubungi laki-laki tersebut lewat telepon. Ia ingin menghabiskan waktu bersama sahabat lamanya itu.

Mobil memasuki kawasan Victoria Peak Garden, tempat orang-orang biasa menghabiskan waktu. Tempat yang cukup nyaman dengan pemandangan Victoria Harbour dari ketinggian.

Myron menepikan mobilnya dan mematikan mesin. Lelaki berambut cepak itu meregangkan otot-ototnya yang kaku karena mengemudi cukup lama. Ia sengaja mencari tempat dengan pemandangan yang asri untuk melepas penat.

“Kenapa kita ke sini?” tanya Edzhar memecah keheningan diantara mereka.

“Ini tempat favoritku sejak lima tahun yang lalu. Aku suka menghabiskan waktu di sini untuk menjernihkan pikiran setelah berkutat dengan kasus yang seolah tak pernah berhenti,” ungkap Myron.

“Ayo turun, kita cari kafe dan mengobrol.” Lelaki itu membuka pintu mobil, lalu melangkah ke luar diikuti Edzhar di belakangnya.

Edzhar sebenarnya menyukai tempat ini, terlebih banyak kenangan yang terukir di sini. Lima tahun sudah ia berusaha melupakan tentang kekasihnya, tetapi Myron justru membawanya ke sini. Di mana setiap sudut hanya akan mengingatkan ia pada wanita itu.

Mereka berjalan menyusuri taman sebelum akhirnya masuk ke salah satu kafe legendaris di sana. Kafe ini menyajikan banyak menu oriental yang banyak disukai pengunjung.

Saat mereka sedang asyik bercengkrama tentang masa lalu, tiba-tiba ada sebuah pesan masuk di telepon genggam milik Myron. Lelaki itu mengerutkan keningnya karena pesan itu berasal dari nomor asing. Ia mencoba berpikir positif, mungkin dari salah satu teman dengan nomor yang baru. Namun, isi pesan itu justru diluar dugaan.

[Korban berikutnya di terowongan Chan Shin.]

“Hei, ada apa?” Edzhar menangkap raut aneh dari mimik wajah sahabatnya tersebut.

“Myron, kau baik-baik saja?” Lelaki itu sedikit mengguncang bahu Myron karena ia tidak menjawab pertanyaannya.

“Eh, i--iya aku baik-baik saja.” Myron berusaha mengendalikan diri dan berniat menyembunyikan perihal pesan itu pada Edzhar, tetapi telepon genggamnya kini telah berpindah tangan.

Myron tahu jika ia tidak akan bisa menyembunyikan hal apapun dari laki-laki dingin di hadapannya tersebut. Intuisinya sangat tajam, itulah salah satu hal yang ia suka dari Edzhar.

“Siapa ini?” tanya Edzhar.

“Entah, kau bisa lihat ‘kan itu nomor baru.”

“Mungkinkah akan ada korban lagi?” Edzhar mulai terusik dengan isi pesan tersebut.

Myron mengangkat bahu, lalu mengisi gelas dan menenggak habis isinya. Lelaki itu pun tidak yakin apakah isi pesan itu benar atau hanya bualan seseorang. Namun, ia tetap harus waspada dan tidak bisa menganggap remeh begitu saja.

Lelaki  bertubuh gempal itu menangkap sosok yang tidak asing, saat mengedarkan pandangannya ke sekeliling kafe. Ia memicingkan mata untuk memastikan  seseorang yang duduk di ujung sana adalah orang yang dikenalnya. Myron berdiri dan berniat untuk menghampiri orang tersebut.

Ia menepuk bahu seseorang yang tengah duduk membelakanginya. Lelaki itu berharap tidak salah mengenali orang agar tidak malu saat orang itu berbalik. Ternyata benar dugaannya, itu adalah salah satu rekan kerjanya di kepolisian.

“Pak Liu, Anda di sini?” tanya lelaki yang ditepuk bahunya tersebut.

“Iya, sedang apa kau di sini?”

“Hanya melepas penat saja, Pak. Anda sendiri?” Lelaki yang merupakan juniornya di kantor itu tampak celingukan seolah mencari seseorang.

“Kau bersama siapa?” tanya Myron saat melihat ada dua gelas di atas meja.

“Oh, saya sendiri.” Orang tersebut berusaha menyembunyikan kegugupannya.

“Ayo bergabung saja dengan kami, aku kenalkan pada seseorang,” ajak Myron.

Lelaki tersebut menerima ajakan Myron untuk bergabung. Ia mengikuti seniornya menuju meja lain. Langkahnya sempat terhenti sejenak saat melihat seseorang yang duduk di kursi tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Ia seperti tidak asing dengan laki-laki tersebut. Matanya membulat sempurna saat Myron Liu menghentikan langkahnya di depan laki-laki berkulit putih itu. Melihat ada yang datang, Edzhar segera berdiri dan tersenyum menyambutnya.

“Ed, kenalin ini rekan kerjaku, Yongsheng,” ucap Myron.

“Edzhar Wang,” ucapnya sembari menyodorkan tangan.

“Salam kenal, Tuan Wang. Saya Yongsheng.” Ia pun menjabat tangan Edzhar.

“Panggil saja Edzhar.” Ia memang lebih suka dipanggil dengan nama itu dari pada nama belakangnya.

Mereka bertiga kini duduk dalam satu meja. Membahas hal-hal ringan yang berhubungan dengan pekerjaan. Myron menceritakan sekilas tentang Yongsheng kepada Edzhar, begitu pun sebaliknya. Ia berharap mereka bisa lebih akrab, mengingat sifat sahabatnya yang dingin terhadap orang lain.

Hari sudah mulai senja, saat ketiganya memutuskan mengakhiri obrolan mereka. Yongsheng pamit terlebih dahulu dengan alasan ada keperluan yang lain. Myron dan Edzhar pun menyusul setelah menghabiskan santapan mereka.

Baru saja Myron akan membuka pintu mobil, telepon genggamnya kembali berbunyi, menandakan ada pesan masuk lagi. Lelaki itu pun bergegas membukanya, lalu memberikan telepon genggam miliknya pada Edzhar.

[Hari Kamis, pukul 16.00.] Begitulah isi pesan masuk yang dibaca oleh mereka.

Keduanya saling melempar pandangan. Siapa sebenarnya yang mengirim pesan seperti itu. Seolah ia tahu akan ada korban lagi. Myron melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Hening, sepanjang perjalanan mereka berdua sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Mereka mulai memasuki kawasan apartemen milik Edzhar. Myron menepikan mobilnya sebelum sampai di depan apartemen. Tangannya mencengkeram kuat setir kemudi. Ia benar-benar penasaran dengan orang yang mengirimkan pesan itu padanya.

Edzhar menepuk pundak sahabatnya tersebut. Ia mengerti kebingungan yang sedang dihadapi oleh lelaki itu. Ia sendiri pun juga penasaran apa maksud dari pengirim pesan tersebut.

“Pulang dan beristirahatlah,” ucap Edzhar memahami kegelisahan hati sahabatnya.

“Apa menurutmu pesan itu benar?” Myron memalingkan wajahnya menghadap Edzhar.

“Entah, tapi kita akan menyelidikinya besok. Sekarang kau pulanglah dulu, besok kita mulai penyelidikan.” Lelaki berkacamata tersebut menatap tajam seolah memberikan keyakinan pada Myron.

“Apa artinya kau akan kembali ke kepolisian?” tanya Myron.

“Tidak, aku hanya akan membantumu. Kita masih bisa bekerja sama walaupun tanpa identitas ku sebagai detektif kepolisian bukan? Itu pun jika kau tak meragukanku,” ucap lelaki tersebut.

“Aku tak pernah meragukan dirimu sedikit pun.” Myron yakin jika kali ini mereka akan mampu memecahkan kasus yang selama ini menggantung tanpa kejelasan.

“Aku masuk dulu, ya,” pamit Edzhar seraya membuka pintu mobil.

“Aku akan mengantarmu,” sergah Myron.

“Tak perlu, apartemenku hanya berjarak 200meter di depan. Kau berhati-hatilah, sampai jumpa besok.” Lelaki berkacamata itu lantas berjalan menjauh menuju tempat tinggalnya.

Tanpa mereka sadari ada dua pasang mata yang mengawasi dari kejauhan. Mereka diam-diam membuntuti mobil yang dikendarai Myron. Salah satu dari mereka memakai seragam kepolisian.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top