Memulai Penyelidikan
Setiap kejahatan pasti memiliki celah karena tidak ada kejahatan yang sempurna. Sekecil apa pun itu, pasti akan terungkap. Edzhar menepati janjinya untuk membantu sahabat lamanya tersebut menyelidiki kasus. Lelaki berkacamata itu mempelajari setiap detail berkas yang dibacanya.
“Ada saksi yang melihat kejadiannya nggak?” tanya Edzhar pada sahabatnya.
“Nggak ada, mereka menemukan jasad para korban secara kebetulan lalu melaporkannya kepada pihak berwajib.” Myron meletakkan dua cangkir kopi yang telah dibuatnya di atas nakas dan duduk di samping Edzhar.
“Karena tidak ada cukup bukti dan saksi maka kasus itu ditutup. Sampai beberapa waktu lalu ditemukan jasad di gedung kosong dengan pola pembunuhan yang sama,” ucap Myron sembari menyesap kopinya.
“Menurutmu pelakunya orang yang sama?” tanya lelaki berkacamata itu tanpa memalingkan pandangannya dari berkas.
“Entah, itulah yang sedang aku cari tahu.”
Dulu saat dirinya masih di kepolisian, Edzhar akan menyelidiki semua kasus sampai tuntas. Ia tidak ingin keluarga korban kecewa dengan kinerja polisi yang tidak bisa menangkap pelaku kejahatan yang sudah merugikan mereka. Lelaki itu melakukan semuanya secara tulus demi jiwa kemanusiaan. Namun, ada beberapa orang yang tidak suka dengannya.
Kedua lelaki yang memiliki kesamaan misi itu memulai diskusi serius mereka. Sebagai orang yang lebih tua dan bisa dibilang senior dalam jajarannya, Myron merasa bukan apa-apa jika tanpa rekan cerdas seperti Edzhar. Lelaki yang tampak biasa saja, tetapi kemampuannya dalam memecahkan kasus sangat luar biasa.
Myron sangat terpukul dan menyayangkan keputusan sahabatnya itu untuk keluar dari kepolisian. Hingga kini lelaki itu pun tidak tahu apa alasan dibalik itu semua. Melihat Edzhar sibuk dengan dokumennya, membuat Myron tersenyum simpul. Akhirnya lelaki dingin dan penuh teka-teki itu kembali.
Di saat kedua lelaki itu tengah sibuk dengan pikirannya masing-masing, tiba-tiba terdengar suara bel. Mereka pun saling melempar pandangan dan terdiam beberapa saat, sampai akhirnya Myron bangkit untuk membuka pintu.
Tidak berselang lama Myron kembali dengan membawa sebuah paket di tangannya. Sebuah kotak dibungkus dengan menggunakan kertas berwarna cokelat. Edzhar merasa tertarik dengan isi paket tersebut, ia berpikir jika itu dari istri sahabatnya.
Lelaki itu meletakkan berkas yang sedang dibacanya di atas meja lalu berdiri dan bersiap untuk mengambil paket tersebut. Namun, ia mengurungkan niatnya saat melihat ekspresi Myron yang tampak kebingungan.
“Kau kenapa?”
“Tak apa,” ucap Myron.
“Paket dari istrimu? Padahal aku kangen dengan masakannya, tetapi kau malah mengirimnya ke luar kota,” canda Edzhar.
“Aku tidak mengirimnya, dia sendiri yang pengen tinggal bersama ibunya di kampung halaman,” elak lelaki bertubuh gempal itu.
“Oke, simpanlah dulu barang itu,” ucap Edzhar.
Myron bukannya menyimpan paket yang baru saja diterimanya, tetapi justru meletakkannya di atas meja dan bersiap untuk membuka paket itu.
“Hei, itu privasimu, Pak. Kau tidak perlu membukanya di depanku,” ucap lelaki berkacamata itu.
“Jangan panggil aku pak! Kau tahu aku tidak suka bila kau memanggilku seperti itu, biar orang lain saja dan ini bukan dari istriku.” Myron mulai membuka bungkusan kotak itu, membuat Edzhar terdiam setelah mencerna kata-katanya. Lelaki bertubuh gempal itu memang tidak pernah mau jika dipanggil pak oleh sahabatnya, terkecuali di kantor.
Mereka berdua tercengang saat mengetahui isi kotak itu adalah foto. Namun, semua gambar kepala mereka terpotong menyisakan bagian tubuh yang lain. Foto-foto itu berisi adegan seseorang tengah dirundung oleh tujuh orang lainnya.
Ada beberapa foto yang menunjukkan aksi kekerasan dan pelecehan seksual. Hal itu membuat Edzhar dan Myron saling melempar pandangan. Siapa sebenarnya yang mengirimkan paket itu, karena tidak ada nama pengirim dan kurir tadi pun hanya orang suruhan bukan dari jasa ekspedisi.
“Apa arti semua ini?” Edzhar menyugar rambutnya lalu mengentakkan kedua tangan di atas meja. Lelaki itu menekuri lantai sembari berpikir keras.
“Sepertinya aku tidak asing dengan tempat yang ada di foto ini,” ujar Myron.
“Kau tahu?” Edzhar berbalik dan menatap tajam ke arah sahabatnya itu.
“Iya, aku sempat menyelidiki tempat itu.” Myron duduk lalu menyandarkan tubuhnya pada sofa, diikuti Edzhar di sampingnya.
“Entah kebetulan atau tidak, semua korban pembunuhan itu bekerja di tempat yang sama. Aku beserta tim penyidik menyambangi tempat itu untuk melakukan investigasi terkait kasus tersebut,” ungkap lelaki bertubuh gempal itu.
“Lalu apa yang kalian temukan?” desak Edzhar.
“Hanya kesaksian beberapa karyawan yang mengenal korban dan kebanyakan dari mereka justru memilih bungkam karena takut berurusan dengan polisi,” ucap Myron.
“Apa korban yang ditemukan kemarin juga bekerja di tempat yang sama?” Myron mengangguk menjawab pertanyaan sahabatnya itu.
“Apa menurutmu foto-foto ini ada hubungannya dengan kasus ini?” lanjut Edzhar.
“Jika benar begitu, berarti masih ada dua orang lagi yang belum menjadi korban,” timpal Myron.
“Akan tetapi kita nggak tahu mana di antara mereka yang belum menjadi korban. Semua foto ini tanpa gambar kepala,” sambungnya.
Kasus ini benar-benar menarik, begitu pikir Edzhar. Lelaki berkulit putih itu tersenyum simpul seolah mengisyaratkan sesuatu. Melihat hal itu Myron pun sadar jika sahabatnya tersebut semakin tertarik dan mendapatkan tantangan dalam memecahkan kasus ini.
Mereka berdua memang rekan kerja sekaligus sahabat yang cocok. Bisa dibilang keduanya gila kerja, apalagi jika mendapat kasus yang bagi mereka menarik. Tidak jarang keduanya akan lupa waktu, bahkan hari libur seperti sekarang pun mereka masih berkutat dengan berkas kasus.
“Myron, apa kau mendapat pesan lagi dari pemilik nomor misterius kemarin?” ucap Edzhar memecah keheningan sesaat yang sempat tercipta karena mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.
“Nggak ada pesan lagi. Mungkinkah pengirim pesan dan paket ini adalah orang yang sama?”
“Sepertinya kasus ini semakin menarik.” Edzhar melipat tangan kirinya di depan dada dan meletakkan telunjuk kanannya di pelipis seolah sedang memikirkan sesuatu.
“Kau sudah siap untuk bermain?” Senyum lelaki berkacamata itu mengembang mendengar ucapan sahabatnya.
Mereka selalu menjadikan sebuah kasus seperti permainan. Bukan berarti mereka tidak bekerja secara serius dan menganggap remeh kasus tersebut, tetapi justru mengerahkan seluruh kemampuannya guna mengungkap kebenaran.
Dibalik senyumannya, Edzhar menyimpan luka yang cukup dalam. Lelaki itu hanya tidak ingin menampakkan hal itu di hadapan Myron. Ia pun tidak mengungkapkan alasan sebenarnya kenapa ia meninggalkan kepolisian.
Ada hal mencurigakan dan janggal yang ia temukan pada saat kematian kekasihnya lima tahun yang lalu. Lelaki itu menemukan sebuah kancing baju berlogo kepolisian yang digenggam gadis tersebut lalu menyimpannya. Hal itulah yang membuatnya yakin jika kekasihnya tersebut tidak bunuh diri melainkan ada yang sengaja melenyapkannya.
Kancing baju itu membawanya pada asumsi jika ada pihak kepolisian yang terlibat dalam kasus kematian kekasihnya. Untuk itulah ia ingin menyelidiki hal tersebut sebagai orang luar dan bukan menjadi bagian dari kepolisian agar bisa bersikap netral.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top