16 - Emosi
Asta kembali mengetuk pintu di hadapannya. Setiap detiknya terasa lambat, menunggu seseorang di balik papan lebar itu keluar. Setelah cukup lama, akhirnya ia benar-benar dipertemukan dengan sosok yang selama ini ingin ditemuinya.
Akan tetapi, di saat mereka justru berhadapan, Asta malah tak dapat berkutik. Tubuhnya kaku, lidahnya kelu, dengan pandangan yang bahkan tidak dapat terfokuskan. Asta tidak tahu harus mengatakan apa, dan memulai dari mana.
"Lho, kalian? Ada apa, ya?" tanya Regan dengan wajah bingungnya yang kedatangan tamu di malam hari. "Hm, ayo masuk dulu."
Tanpa sepatah kata pun ketiganya mengikuti Regan yang membawa mereka ke ruang tamu sederhana. Kara yang berada di antara para lelaki itu mendadak merasa gugup. Ia tidak dapat menebak apa yang akan terjadi ke depannya. Emosi Yuta ataupun Asta sedang tidak stabil saat ini, Regan pun kemungkinan besar bisa saja terpancing bila situasinya makin memanas.
"Ini kalian ada apa, ya? Kok, malam-malam ke sini?" Regan kembali bertanya. Melihat raut wajah kedua pemuda di depannya yang begitu tegang, membuatnya seketika penasaran dan khawatir.
Alih-alih menjawab, Asta lebih dulu menaruh foto yang dibawanya sejak tadi. Lidahnya terlalu kaku untuk sekadar menjelaskan, jadi ia hanya meletakkan potret kebersamaan itu di hadapan Regan. Berharap pria itu akan memahami sendiri maksudnya.
"Anda mengenalnya?"
Yuta bertanya begitu Regan menatap gambar itu. Kerutan serta ekspresi terkejut yang ditunjukkan Regan sudah cukup menjadi bukti bila laki-laki di foto tersebut benarlah dirinya.
"Iya, kami sempat akrab dulu," ucapnya yang tak melepaskan pandangan dari foto kenangan 16 tahun lalu. "Dari mana kalian menemukannya? Rein, kalian ada hubungan apa dengannya?"
Pertanyaan yang terucap begitu lancar dari Regan membuat Asta merasa sedikit lega, terlebih raut wajahnya terlihat lebih antusias. Sosok itu tampak tak melupakan sosok mamanya, meski setelah bertahun-tahun berlalu. Lantas, bisakah ia berharap?
"Dia ... mamaku, Reinita Angraeni," ucap Asta yang kali ini menatap Regan. Keterkejutan menjadi reaksi pertama yang ia lihat dari Regan.
"Anak?" Regan bertanya kembali, seketika perasaannya menjadi tidak karuan. "Jadi, dia sudah menikah?" ucapnya pelan, menatap sendu foto mereka.
Asta mengerutkan kening, ucapan dan mimik wajah Regan cukup membingungkan. "Bagaimana Mama saya bisa menikah di saat Anda meninggalkannya dengan keadaan seperti itu?" tanyanya suara yang begitu serak dan bergetar, menahan emosi dalam dada. Pria jangkung di depannya seakan-akan tak memiliki rasa bersalah, padahal ia sempat berharap.
"Ha?" Satu kata tersebut terucap begitu cepat. Regan menatap pemuda di depannya, tak mengerti maksud anak itu. "Maksudmu apa? Kenapa?"
"Kenapa? Anda tanya kenapa?" tanya Asta cepat, bahkan sebelum Yuta akan bersuara. "Anda lupa, kalau Anda telah memperkosanya? Anda merenggut kesuciannya, lalu meninggalkannya!"
"Asta, tenang," ucap Kara sembari mengusap pundak Asta. Ia tidak dapat melakukan hal apa pun selain berusaha menenangkan kedua pemuda di sampingnya. Sesekali ia menatap ponselnya dengan penuh harap dan berdoa dalam hati.
"Maksud lo apa, hah?! Apa yang telah ayah gue lakukan?"
Kara menghela napas panjang, tampaknya situasi menjadi semakin runyam. Gadis dengan pandangan kosong, dan tongkat di tangannya tiba-tiba datang dan berteriak keras.
"Manda!" Regan bergegas bangkit menghampiri putrinya.
"Yah! Dia siapa? Kenapa orang itu tiba-tiba datang dan ngomong yang nggak-nggak?"
"Sebelumnya, sori kalau ini bikin lo terkejut. Tapi, apa yang baru saja lo dengar itu benar. Ayah lo adalah laki-laki berengsek yang sudah menghamili pacarnya, lalu pergi gitu aja tanpa tanggung jawab," balas Yuta sambil menunjuk Regan. Emosinya tak terbendung, terlebih melihat raut Regan yang seakan-akan tak memahami apa pun.
Masa bodoh dengan sopan santun atau apa pun itu. Ia tidak dapat lagi bersikap ramah, terlebih menjaga bahasanya. Sejak awal, ia telah membenci pria berengsek yang telah membuat hidup Asta sekacau ini. "Dan, lo tahu gara-gara ayah lo itu, bukan hanya perempuan itu yang hancur, tapi juga dia!"
Yuta beralih menunjuk Asta. "Dia korban dari ayah yang selama ini lo kenal baik!"
Ketegangan dalam rumah itu semakin menjadi-jadi. Yuta dengan emosinya yang menggebu-gebu masih terus memaki pria di depannya. Namun, alih-alih mendapatkan kata maaf, penyangkalan demi penyangkalan terus diucapkan Regan.
"Dengar! Saya nggak pernah melakukan apa pun sama Rein! Menyentuhnya saja saya tidak pernah!" Regan kembali mengucap kalimatnya untuk sekian kali, lalu beralih menggenggam tangan putrinya. "Manda, dengarkan Ayah. Itu semua nggak benar."
Manda menggeleng, menepis tangan besar Regan dan mengambil langkah mundur. Kalimat disampaikan laki-laki yang tidak dikenalnya itu benar-benar mengejutkan. Ia tidak ingin mempercayainya, tetapi orang gila mana yang sampai melakukan hal seperti ini hanya untuk bermain-main?
"Manda, dengarkan Ayah."
"Diam!" teriak Manda sambil menutup telinganya. "Apa buktinya kalau bokap gue emang ayah lo, hah?!" tanyanya tertuju pada orang yang datang mengacaukan suasana hatinya malam ini.
"Foto itu sudah cukup membuktikannya. Mereka berpacaran, sampai ayah lo ngelakuin hal bejat itu dan meninggalkannya," ucap Yuta, "Oh, atau perlu gue minta Tante Naya buat datang? Anda pasti mengenalnya, kan?"
Regan menegang, tak menyangka setelah bertahun-tahun lamanya nama Rein dan Naya akan kembali ia dengar. "Oke, kami memang pacaran dulu, tapi saya benar-benar tidak melakukan apa-apa."
"Bangsat! Anda masih mau mengelak, ha!" geram Yuta yang langsung maju, menghantam rahang pria itu dengan kepalan tangannya.
"Yuta!" teriak Kara terkejut melihat Yuta yang kalap memukul Regan.
Tak terima dihajar oleh anak muda yang datang membuat kegaduhan, Regan pun membalas. Ia benar-benar marah dengan tindakan Yuta, apalagi Manda juga sampai terjatuh saat tadi anak itu menyerangnya.
Sementara itu, Asta terpaku di tempatnya melihat kegaduhan yang terjadi. Regan benar-benar menyangkal hal yang dituduhkan, sekalipun tak menampik tentang hubungannya di masa lalu. Ia menatap foto di hadapannya, jika memang bukan Regan lalu siapa?
"Yuta!"
Teriakan keras Kara membuat Asta terkesiap, menyadari betapa gaduh situasi sekarang. Regan dan Yuta saling menyerang, baik berupa pukulan maupun makian. Tak jauh dari mereka Manda duduk dengan tatapan kosong, sedangkan Kara di sampingnya tampak begitu cemas.
Asta lantas bergegas bangkit menghampiri mereka, tetapi bukan untuk melerai Yuta dan Regan, melainkan membatu Manda agar menghindar dari mereka.
Namun, belum sempat ia membantu gadis itu untuk berdiri tegak, dorongan keras membuatnya terhuyung. Asta tidak dapat menyeimbangkan tubuhnya pun terjatuh dengan keras, bersama Manda yang ikut tertarik.
"Asta!"
"Manda!"
Perkelahian antara laki-laki beda usia itu pun terhenti. Keduanya lantas menghampiri mereka yang tak sadarkan diri. Regan dibuat panik melihat putrinya mendapatkan luka di kening. Hal tersebut pun dirasakan Yuta saat melihat betapa pucatnya Asta saat ini.
"Bawa mereka ke mobil," ucap Yuta yang kemudian mengangkat tubuh kurus Asta.
Regan berdecak kesal, tetapi tidak dapat menolak. Saat ini putrinya lebih penting dari apa pun. Untuk masalah dengan anak itu akan ia pikiran nanti.
Mereka pun dengan tergesa-gesa berlari menuju mobil Yuta. Akan tetapi, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan mereka, bahkan nyaris bertabrakan dengan Yuta.
"Papa," gumam Yuta melihat Reyhan yang bergegas turun dari mobil.
Regan yang berada di belakang Yuta pun ikut terhenti. Tubuhnya sontak menegang melihat pria yang dipanggil Papa oleh anak kurang ajar di depannya. Malam ini, semesta berhasil membuatnya terkejut.
_______
Makasih buat kalian yang masih bertahan di sini.
Cerita ini gimana, sih, menurut kalian?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top