2. Dua
Netra Biru sama sekali tak berkedip, tatapannya sama persis dengan burung elang yang sedang mencari mangsa. Bedanya, mangsa di depan Biru kali ini adalah perempuan cantik dengan mata hazel yang sangat indah. Raut wajah cewek di depannya tampak gugup dan juga sedikit ketakutan. Ia ragu saat akan mengubah posisinya menjadi berdiri. Biru menarik lengannya, keluar dari sela-sela meja dan masih dengan tatapan yang tajam.
"Perasaan gue yang ditraktir, ngapa jadi gue yang ngambil makanannya," oceh Vero tanpa memperhatikan dua orang yang sedang berdiri berhadapan. “Lihat, gue dapet bonus dong,” ujarnya bahagia.
Langkah Vero terhenti ketika matanya menangkap sosok Biru dan perempuan asing yang baru dilihatnya hari ini.
"Siapa?" tanya Vero bingung. Menatap lekat cewek di depannya.
Biru menoleh ke arah Vero yang sudah membawa dua buah kantong plastik berisikan kotak makanan dan minuman. Biru mengangkat bahu sebagai jawaban. Sifat keingintahuan Vero berhasil memuncak dengan cepat. Ia memperhatikan wajah Biru penuh tanda tanya, bergantian menatap cewek di depan Biru dengan sedikit memicingkan mata.
"Kalian, beli makanan di luar? Bukankah itu dilarang?" Suara gadis itu kini berhasil membuat mata tajam Biru kembali mengarah kepadanya. "Kalian bisa dihukum kalo ketauan.”
"Kenapa?" tanyanya ketus.
"Lo anak baru?" Pertanyaan Vero membuat kedua manusia di depannya menoleh.
"Baru kali ini gue liat lo di sekolah." Vero menyelidik, "Dan baru kali ini juga, sekolah punya siswa secantik lo," ujar Vero lalu tersenyum.
Gadis berambut panjang kecoklatan itu mengangguk sembari menebar senyum manis.
"Cantik," ujar Vero menyambut senyuman manis itu.
"Heh." Cewek bernama Anael itu tak mengerti maksud ucapan Vero. Ia bingung, Vero terus menatapnya sembari tersenyum.
"Pergi! Jangan pernah balik lagi ke atap!" perintah Biru tegas.
"Mending lo ikut makan bareng kita." Vero menawarkan. “Enak, loh. Semua makanan mahal.”
"Nggak!" tolak Biru tegas.
"Biru," protes Vero. "Makanannya banyak, kok."
Gadis itu tersenyum.
"Terima kasih, tapi gue harus ke ruang guru," ucapnya lalu melangkah menuju pintu masuk gedung.
Setelah Anael pergi, raut wajah Vero sedikit kecewa. Mengambil posisi duduk di depan Biru dan mulai membuka kantong yang dibawanya.
"Baru aja, gue bisa makan bareng cewek cantik," protes Vero. “Nggak seneng banget, kalo temennya sama cewek cantik.”
Biru tak menanggapinya. Dia membuka kotak nasi yang sudah di pesannya melalui aplikasi di ponselnya, langsung menyantap hingga mulutnya terasa penuh.
[[]]
Jam istirahat kedua berakhir dengan bunyi serdawa dari kerongkongan Vero karena kekenyangan. Biru hanya menggelengkan kepala melihat sahabatnya itu. Keduanya kini menuruni anak tangga menuju ruang kelas sebelas.
"Tinggal tidur, mumpung pelajaran terakhir Bahasa Inggris." Vero bersemangat masuk ke dalam kelas yang masih sangat gaduh. Berjalan, sembari tangannya melambai pada cewek-cewek yang memperhatikan kedatangannya.
Kedua siswa itu cukup populer di kelas. Gara-gara wajah tampan, senyum manis Vero dan sikap diam Biru membuat cewek di kelas lebih sering memperhatikan dua cowok itu. Vero lebih populer dibandingkan Biru. Karena Vero lebih supel dalam bergaul. Sedangkan Biru, lebih memilih atap sebagai teman di saat jam istirahat.
"Good afternoon," sapa guru Bahasa Inggris dengan gaya khasnya. Guru tampan yang selalu membawa buku dan sebuah kamus tebal diapit diantara ketiak dan lengannya, sebuah kayu berbentuk stick sepanjang kurang lebih enam puluh sentimeter sudah berada di tangan kanannya.
Guru itu berdiri di balik mejanya. Matanya menelaah anak didiknya yang masih mengeluarkan suara.
"Sebelum kelas dimulai, hari ini kita kedatangan anak baru," ujarnya lantang, ia tersenyum. “Yang merasa laki-laki, persiapkan diri kalian.”
"Anak baru?" tanya Vero lirih. Ia teringat pada gadis yang berada di atap. Matanya seolah menemukan jawaban benar. Senyumnya mengembang seperti kue yang sudah lima belas menit di dalam oven.
"Masuk!" perintah guru yang biasa disapa Mr. Jack.
Tak lama, seorang perempuan cantik masuk dengan senyum manisnya, dialah Anael. Berjalan menuju Mr. Jack dan berdiri tepat di sampingnya.
"Silakan perkenalkan diri," ucap Mr. Jack sembari tersenyum.
"Hai, namaku Anael. Panggil saja Ana." Jingga memperkenalkan diri.
Vero tiba-tiba mengangkat tangan kanannya.
"Ada apa Vero?" Mr. Jack bingung melihat tindakan Vero.
"Boleh minta nomer hapenya?" tanya Vero. Dengan kompak siswa lain yang menyaksikan menyorakinya. Tetapi, ada juga siswa laki-laki yang mendukung pertanyaan Vero.
Biru mungkin sudah bergelut dengan dunia mimpinya. Tak memedulikan kelas yang sedang heboh karena anak baru. Mr. Jack menggeleng dan tersenyum. Siswa yang duduk di bangku barisan nomer dua dari belakang juga mengangkat tangannya.
"Ada apa Raffa?" tanya Mr. Jack lagi dengan sabar.
"Kamu cantik, aku ganteng, mau nggak kalo kita jadian?" ujar Raffa dengan percaya dirinya. Sontak semua siswa kecuali Biru, menyorakinya dengan kencang. Ana hanya tersenyum.
"Baiklah, Ana. Kamu bisa duduk di bangku kosong itu." Mr. Jack menunjuk bangku kosong yang letaknya tepat di depan meja Biru.
"Hai," sapa Vero melambaikan tangan, saat Ana sudah berada di dekatnya.
Tangan Vero beralih ke punggung Biru dan mencoleknya. Mengabarkan bahwa ada murid baru yang menghuni bangku kosong di depannya. Namun tak ada respon.
"Biru," bisiknya. Tak ada respon dari sahabatnya. "Biru."
"Oke baik, kita mulai kelasnya." Mr. Jack sudah siap untuk mengajar di jam terakhir hari ini.
"Hari ini, waktunya berkelompok. Seperti biasa membuat percakapan dalam Bahasa Inggris, nanti praktik di depan kelas." Instruksi dari Mr. Jack berhasil membuat penghuni kelas mengeluh. Entah apa yang mereka keluhkan.
"No, no, no." Mr. Jack menggelengkan kepalanya melihat seluruh siswa mengeluh.
"Bangku barisan paling depan, ketiga dan kelima, silakan menghadap ke belakang bangku kalian," perintah Mr. Jack.
Tanpa menunggu aba-aba lagi, penghuni Bangku yang disebutkan gurunya itu pun berputar menghadap meja di belakangnya.
Tepat, Ana mendapati Biru tertidur. Mimik wajahnya kini terlihat bingung.
"Permisi." Ana mengetuk meja Biru.
Vero yang menyaksikan, segera membangunkan Biru dengan bisikan mautnya.
"Biru!! Tugas!!" Bisiknya seperti biasa. Bisikan yang hampir setiap meja di samping kanan, kiri, depan bisa mendengarnya. Tangannya sedikit mengoyak pundak sahabatnya.
"Aish," gerutu Biru kesal tanpa mengubah posisinya.
"Permisi." Lagi-lagi Ana mengetuk meja Biru.
"Gue denger," sahut Biru ketus. Ia pun mendongakkan kepalanya. Memicingkan mata melihat objek di depannya.
"Lo!" Suara Biru seakan tak percaya dengan kehadiran cewek yang ditemuinya di atap.
Anael menghela napas, memandang aneh ke arah Biru.
"Ini jam pelajaran, kenapa lo tidur?" tanya Anael.
"Terserah gue," jawab Biru ketus.
💕💕💕💕
Satu jam sebelum Ana menangis di atap ...
Cewek yang sudah berseragam putih abu-abu, sama seperti siswa kebanyakan di sekolah itu, terlihat tersenyum di setiap siswa perempuan maupun siswa laki-laki yang sedang duduk di koridor atau di taman sekolah yang ia lalui.
Bahkan banyak diantara siswa laki-laki yang memuja kecantikannya secara langsung. Sepasang mata tengah menyaksikan pemandangan siswa perempuan itu terlihat mengobrol dengan cowok dengan nyamannya, tertawa lepas seperti sudah sangat terlihat akrab.
Pandangan sinis yang ditujukan untuk siswa perempuan yang baru hari ini dilihatnya di area sekolah, membuatnya terlihat sangat kesal. Dengan tingkat kepercayaan dirinya yang over dosis, pemilik mata sipit tetapi sangat tajam itu berjalan cepat layaknya orang yang akan berdemo di depan kantor DPR.
"Wah, ada cewek kegatelan di sini," tuduh cewek pemilik rambut panjang yang dibiarkan tergerai.
Beberapa cowok yang tengah mengajak cewek baru di sekolahnya menoleh. Dan tersenyum pada cewek yang kini sudah berada di sekitar mereka.
"Clara, ada apa?" tanya salah satu cowok yang terlihat begitu santai dengan kedatangan cewek bernama Clara dengan wajah kesal.
"Anak baru?" Alih-alih menjawab, Clara menatap cewek di depannya dengan kesal.
"Iya, namanya Ana. Baru hari ini dia masuk." Cowok yang masih memegang bola basket di tangannya kini berucap.
"Kegatelan!" desis Clara.
"Apa?" Ana seakan tak terima dengan ucapan Clara.
Clara tersenyum sinis. "Hari pertama aja udah godain cowok, gimana besok, lusa dan seterusnya."
"Maksudnya apa, ya?" Ana masih sabar menanggapi ucapan Clara.
"Bodoh? Nggak bisa cerna ucapan gue? atau emang udah biasa jadi penggoda?" Perkataan Clara benar-benar memancing emosi Ana.
"Maaf, lo siapa? Pacar mereka?" ujar Ana tegas.
"Heh." Clara sedikit terkejut dengan pertanyaan Ana. "Lo tau, siapa mereka?"
"Gue, Gagah. Kapten basket di sekolah ini." Cowok yang menggunakan handband berwarna navy memperkenalkan diri.
Ana menoleh dan menatapnya, lalu mengangguk sebagai jawaban ia mengerti.
"Ra, dia nggak godain kok. Tenang aja, lo tetep nomer satu di sekolah ini," ucap Gagah.
"Tapi, dia senyum ke semua orang. Apa maksudnya? Menggoda? Atau mencari perhatian?" Suara Clara seakan mengundang siswa yang lain agar mendekat ke arahnya. Suara lantangnya berhasil menarik perhatian siswa di sekitarnya.
Kebanyakan siswa perempuan yang mendekat menampakkan wajah sebalnya melihat Clara, tetapi penasaran dengan apa yang akan dilakukan si seleb gadungan itu.
Clara adalah siswa yang merasa dirinya selebriti, merasa paling banyak disukai cowok jenis apapun. Dia benci saat ada cewek lain yang dekat dengan cowok di sekolah terutama mereka yang memiliki bakat dan ketampanan di atas rata-rata.
"Ra, dia cuma nanya ruang guru, kok." Gagah seakan tak mau memperumit keadaan.
"Gah, Lo tau? Hal yang paling gue benci itu apa?" Suara Clara seperti penuh tekanan. "Basa-basi!" serunya tegas.
Gagah tersenyum, dan mengangguk. Wajahnya terlihat santai, seakan sudah terbiasa dengan sikap Clara.
"Nih cewek cuma basa-basi nanya ruang guru di mana! Emang dia nggak bisa baca di setiap pintu ada tulisannya. Cuma alasan, supaya bisa kenal sama lo."
"Clara, si cewek yang merasa paling menarik di sekolah, si tukang cari perhatian cowok-cowok, si selebriti gadungan yang merasa udah go internasional. Wah, miris!" ucap Ana tegas. matanya sedikit berkaca-kaca. Mengepalkan tangannya sangat kuat. Menahan emosi yang mungkin sebentar lagi akan meledak.
"Apa?" Clara merasa sangat terhina. Ia tak terima, mengedarkan pandangannya kepada anak-anak yang masih bergerombol di sekitarnya.
Ada yang tersenyum melihat Clara dipermalukan, ada juga yang merasa sangat puas, dan ada juga yang mengagumi keberanian Ana. Clara malu, sayangnya dia tak bisa lari karena sudah terlalu banyak siswa yang berkumpul untuk menonton pertunjukan yang ia buat.
"Anak baru, berani banget lo sama gue!" seru Clara kesal. Tangannya mulai menarik lengan Ana dan mencengkeramnya erat.
"Aw," erang Ana kesakitan. Anael mencoba melepaskan tangan Clara.
"Asal lo tau. Lo tuh lebih dari seorang penggoda. Cewek gatel yang butuh perhatian cowok-cowok. Apa? gue si tukang cari perhatian?" Clara tersenyum sinis. "Mereka yang merhatiin gue! Mereka yang butuh perhatian dari gue!" teriak Clara untuk menutupi rasa malunya.
Clara melepaskan tangan Ana, dan meninggalkan kerumunan itu dengan wajah yang sangat kesal.
💞💞
Biru kembali menelungkupkan kepalanya. Matanya menatap langit yang siang itu masih begitu cerah.
"Biru," panggil Ana.
"Gue nggak mau ngerjain tugas." Biru menjawabnya tanpa menoleh.
Anael menghela napas lirih. Melihat partnernya sama sekali tak mempunyai minat untuk mengerjakan tugas.
"Kenapa? Nggak bisa Bahasa Inggris?"
Perkataan Ana membuat Vero yang mendengar menahan tawa. Saking kentaranya, gadis itu menoleh ke arah cowok ber nametag Vero Adytama.
Merasa terusik dengan perkataan Ana. Biru mengubah posisinya menjadi duduk sempurna. Tersenyum sinis, menatap Ana dengan kesal.
"Jangan pernah panggil nama gue! Terlebih orang asing kayak lo, gue nggak suka!" gumam Biru.
"Gue Anael. Bukan orang asing, dan kita teman sekelas. Nggak usah mancing emosi, karena gue nggak bakal nanggepin."
"Lo takut nangis? Kayak tadi."
"Nggak, itu karena___"
"Karena lo suka sama gue?" tanya Biru sinis.
"Heh." Ana bingung. Memandang Biru lalu tersenyum.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top