Segmen 3: (Masih) Dia lagi, dia lagi

Holaa~

Dimulai dari 0 ya, Kak xixi

Yang belum follow, ayok follow dulu.
Tekan tombol bintang, dan ramaikan kolom komentar 🥰

Enjoy reading~~~

.
.

Segmen 3: (Masih) Dia lagi, dia lagi

Ada yang bilang kalau kegagalan adalah awal dari keberhasilan. Banyak yang mengabaikan kalimat tersebut. Namun, Jenar jelas bukan salah satunya. Baginya, tidak ada kata gagal sebelum ia yang menyerah.

Pagi-pagi sekali Jenar sudah kembali sibuk di dapur. Ini menjadi pemandangan biasa di kediaman Jenar selama beberapa minggu belakangan. Kedua orang tua Jenar sudah sering bertanya tentang alasan putri tunggal mereka bersikap sebegini semangat setiap pagi, di dapur pula. Namun, jawaban Jenar hanya kekehan malu-malu.

"Jenar, ini Tupperware bunda pada kemana, ya?" Linda—ibu Jenar—membuka satu per satu kabinet yang ada di dapur. Wanita itu dibuat terheran-heran karena koleksi Tupperware-nya berkurang drastis.

"Huh? Umm ... itu ... emang bunda masih pake?"

"Heh! Pertanyaan macam apa itu? Ya jelas masih di pake lah!" Suara Linda sedikit meninggi. Keributan di dapur total meningkat.

"Ish! Jenar mana tau kalo bunda masih pake? Orang Tupperware-nya ada di lemari terus, berarti kan nggak dipake?"

Linda melotot. Wanita itu benar-benar dibuat terperangah oleh ucapan anaknya sendiri. "Bunda simpen di lemari bukan berarti nggak di pake dong, Jenar! Kalo udah nggak dipake itu kalo udah ada di tempat sampah!"

"Ya aku nggak tau, bunda ... maaf, jangan marah gitu ... aku gantiin deh pake yang baru, ya?" Jenar memelas.

"Kenapa harus ganti yang baru, sih? Kamu kemaren-kemaren pake Tupperware bunda buat bawa bekel, kan? Atau kamu kasih pinjem ke temen? Minta kembaliin aja. Itu Tupperware edisi terbatas. Bunda nggak mau yang model baru."

"Ah bunda mah! Aku beliin yang baru aja, deh! Itu udah aku kasihin ke orang, masa diminta lagi?"

"Kamu kasih?!"

Jenar mengerjap cepat. Sadar betul kalau ucapannya hanya menambah amarah bundanya. Maka dengan secepat kilat, perempuan itu meninggalkan dapur tanpa peduli Linda yang memanggilnya geram.

***

Pagi menjelang siang, Abiyyu sudah berada di Studio Radio Hitz. Ada Jun juga di sana, tetapi keduanya sibuk dengan diri masing-masing. Hening, hanya terdengar suara dari ponsel Jun yang sedang bermain gim.

"Ah, aneh banget ini orang! Bodo amat, gue AFK aja!" Jun ribut sendiri. Melirik sekilas dan akhirnya kembali menyadari bahwa ia sedang tidak sendiri. Ada Abiyyu di sana yang sedang memandang kosong entah apa. "Coy, ngelamun aja lo! Beli makan yuk?!"

"Lo aja sana, gue lagi nunggu orang," balas Abiyyu acuh-tak acuh. Lelaki itu bahkan tidak ingin repot-repot untuk menoleh.

"Oh iya bener! Lo nungguin cewek yang kemaren itu, ya? Asik banget ya, lo dibawain makan mulu. Iri gue mah bilang bos!" Jun menyahut heboh.

"Kan lo juga sama yang lain yang makan itu makanan. Lagian gue nggak nungguin dia, ya! Enak aja! Gue lagi nunggu si Sanuar sama Betari, mereka mau jadi guest di segmen Ketan katanya. Mau gue briefing dulu sekalian makan siang bareng nanti. Mau ikut lo?"

"Betari? Cewek yang kata gue manis itu bukan, sih? Yang waktu itu ngisi segmen ketuk(er), kan?"

Abiyyu berdecih. Matanya menyipit sambil melirikan lirikan sinis. "Giliran yg cakep-cakep, sama yang manis-manis aja lo ingetnya gampang banget! Coba aja nginget materi kuliah, noob banget lo!"

Jun terbahak keras. Heboh sendiri sampai membuat tangan kanannya memukul-mukul pahanya. "Nggak mau munafk, sih, gue mah. Itu cewek kalo nggak ada si Sanuar yang jadi pawangnya juga udah gue gebet dari lama. Eh, jangan-jangan lo yang bakal gebet duluan kali ya?!"

"Berisik-berisik!"

Abiyyu melempari Jun dengan remahan kuaci yang berserakan di atas meja kaca. Kalau dilihat lebih jeli, itu adalah suatu tindakan preventif agar sikap salah tingkahnya tidak terlihat jelas.

"Yo! Selamat siang para jomlo!" Sanuar berujar ribut. Sahabat Abiyyu sejak dari masa puber ini memang selalu tampak tidak tahu diri kalau itu sudah berhadapan dengan Abiyyu. Lihat saja, saat ini ia bahkan sudah dengan seenak jidat berbaring di sofa dengan kedua kakinya yang mendarat apik di atas paha Abiyyu.

"Kampret emang! Minggir!" Abiyyu tentu menjadi si paling kuat kalau itu soal membalas tindakan kurang ajar sahabatnya. Sebenarnya, sih, tidak masalah. Sikap Sanuar yang begitu memang sudah biasa, kok. Namun entah mengapa, Abiyyu sedang tidak ada energi untuk sekadar meladeni tingkah random sahabatnya. "Mana Betari? Lo janji mau bawa Beta dateng ke segmen Ketan ya!"

Sanuar berdecih. Lelaki itu langsung menutup wajah dengan slengan kanannya. "Nggak tau!"

Abiyyu yang paham betul bagaimana sahabatnya itu hanya bisa menanggapi dengan tawa heboh. "Mampus! Ngatain orang jomlo, sendirinya HTS-an! Ngambek-ngambek nggak jelas lo! Gue tebak, Betari pasti lagi jalan sama yang lain?"

"Enak aja lo! Sok tau banget! Si Cadel bukan orang kayak gitu, nggak usah sembarangan lo!"

"Weesss ... belum ada status, nih, jadinya? Gue gebet bisa lah ya!" Jun dan segala kalimat provokasinya memang tidak pernah bisa dipisahkan.

Sanuar menoleh santai. Ekspresi wajahnya menjadi pongah dengan sudut bibir kanan yang tersungging. "Coba aja, paling lo nggak bakal dilirik. Di mata si Cadel, cowok itu cuma ada dua, bapaknya terus ... gue."

Najis!

Merinding buset!

Bukan hal baru kalau Sanuar ini sering datang ke Radio Hitz. Selain karena memang lelaki itu sohib solid-nya seorang Meraki Abiyyu, Sanuar itu memiliki peran penting dalam menjaga kedamaian studio karena satu-satunya yang bisa menghadapi dan mengimbangi mood random Abiyyu, ya hanya Sanuar. Meski terkadang, anggota Radio Hitz juga sedikit bosan dengan kehadiran Sanuar. Kata dia lagi, dia lagi sering terucap setiap kali mereka mendapati entitas Sanuar di studio.

"Eh, San! Lo udah tau belum kalo si Abiyyu lagi ada yang ngedeketin?" Selain jago memrovokasi, Jun ini juga ahli memulai obrolan dengan nada khas pembuka gosip.

"Serius? Kok, lo nggak pernah bilang ke gue?" Sanuar sedikit mendorong bahu Abiyyu.

"Beuh, San! Cocok dah itu mah kalo sama ini orang. Spek blasteran bumi sama surga kalo kata gua mah itu. Udah mah cakep, pinter masak—"

"Masak?" tanya Sanuar heran.

Di sana Abiyyu berdecih kesal. Tubuhnya total disandarkan malas pada badan sofa. Terlampau malas karena bahasan di studio akhir-akhir ini dia lagi, dia lagi.

"Iya! Tiap makan siang itu cewek bawain makanan buat si Abiyyu, eh Kak Merak maksudnya hahaha. Tuh, lo liat aja, banyak kotak bekel numpuk di pantry. Bentar lagi juga dia dateng—tuh kan! Tuh orangnya udah dateng. Lo liat aja langsung deh!" Jun semakin menggebu-gebu saat melihat siluet tak asing dan ketukan pintu yang disertai dengan suara lembut menyapa.

"Hai! Bawain Kak Merak-nya makan siang lagi, ya?" Jun menyapa heboh.

Dammit, that person again!

"Masuk yuk masuk, setiap ke sini cuma sampe depan pintu doang. Ayo, sini!" Jun masih menjadi si paling heboh.

"Maksih, Kak—eh? Ada tiga orang, ya? Aku kira cuma berdua, aku cuma bawain makanan buat dua orang ...." Ada nada gelisah di akhir kalimat Jenar.

"Ah, gue ada janji makan siang kok habis ini," Sanuar menjawab canggung.

Meski tidak bermaksud untuk bertindak tidak sopan, tetapi Jenar tidak bisa menyembunyikan binar bahagianya.

"Ah, kalo gitu ini buat Kak Merak! Buat Kak Jun juga, jadi jangan ngerebut punya Kak Merak lagi, ya!"

Abiyyu menatap nanar kotak bekal dua susun yang terulur di depan mata. Ia kira, tindakannya kemarin-kemarin sudah cukup membuat perempuan itu sakit hati hingga cukup menjadikan alasan untuknya berhenti. Namun apa sekarang? Mengapa rasanya perempuan itu menjadi semakin semangat? Bahkan sampai rela membuat makanan lebih hanya demi membuat seorang Meraki Abiyyu mencicipi makanannya.

***

Bersambung

Notes:

Eeaaa petrus jakendor ya, Jennnn xixixi
Coba dong, Natha mau tau pendapat kalian soal cerita iniii .
Belum rame nih yg dtg ke sini, yok ajak temen²nya biar bisa gosipin Kak Merak sama Jenar xixi

See you next chapter 😇🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top