Segmen 18: Sebenarnya Cinta

Halo lagiii~~~~

chapter 18 nih! Chapter berikutnya akan jadi chapter terakhir!

Oke, kalo gitu, seperti biasa ya, lakukan langkah2 di bawah ini sebelum membaca:

1. Follow akun Natha
2. Masukin cerita ini ke reading list kamu
3. Tekan tombol bintang
4. Kalau sudah, silakan sapa Natha di kolom komentar 💕😊🥳

Nah udah semua dilakukan?
Oke, dimulai dari 0, ya!

Enjoy reading 🥰

.

.

Segmen 18: Sebenarnya Cinta

Sejak selesai bertemu dengan Abiyyu. Jenar izin untuk tidak ikut ke studio. Tugas Jenar dalam tim radio tidak mengharuskannya untuk bekerja dan menyelesaikan segalanya di studio radio. Berada di studio hanya ia jadikan alasan untuk dekat-dekat dengan Abiyyu. Namun karena rasa-nya sedang tidak karuan. Pun, akan menjadi lebih tersiksa jika berada dekat-dekat si kakak crush, Jenar memilih menjauh terlebih dahulu untuk sementara.

Hadiah dari Abiyyu menjadikan Jenar merenung cukup lama. Memilah dan memilih tindakan apa yang harus dilakukannya demi menyelamatkan perasaannya sendiri. Satu lagu terlintas. Maka, dalam satu kali take, Jenar menyanyikan lagu berjudul Trauma dan mengunggahnya ke sosial media. Ia sengaja menggunakan hadiah dari Abiyyu saat menyanyikan lagu itu. Bukan apa, Jenar hanya ingin menunjukkan kalau ia sudah mampu merelakan.

Meralakan rasa yang pernah ia agungkan.

"Heh! Kok semalem lo nge-cover lagu galau, sih? Ada apa-apanya nih, pasti!" Hanni menyipit curiga.

"Nggak galau, kok. I just ... just want to release my feeling."

Jenar dan Hanni sedang menuju studio Radio Hitz. Kali ini Hanni ikut karena Jenar diminta untuk mencari bintang tamu di segmen Radio Ketan, dan jadilah Hanni yang Jenar ajak untuk menjadi bintang tamu di segmen kali ini.

"Nanti gue ngomong apa, ya, Jen? Duh, kok, jadi deg-degan gini?!"

Jenar memutar bola matanya jengah. Bergeleng acuh-tak acuh seraya berjalan lebih cepat. Meninggalkan Hanni yang terus saja heboh di belakang sana.

"Jenar! Ish! Kok, gue ditinggal? Heh! DJ!"

Kalau boleh jujur, Jenar tidak ada maksud untuk menjadi galau atau apalah itu. Semalam, ia benar-benar hanya terpikirkan lagu itu untuk memenuhi jadwal update di sosial medianya. Namun kalau dipikir-pikir, lagu itu sedikit-banyak memang menggambarkan isi hatinya.

Saat bernyanyi, Jenar teringat pertanyaan Abiyyu yang menanyakan tentang alasan dirinya memilih mundur. Jawabannya jelas bukan karena ia sudah tak ada lagi rasa. Rasanya akan menjadi alasan klasik atau omong kosong belaka jika Jenar berkata seperti itu. Karena rasa untuk Kak Merak-nya tidak semurah itu. Pun, tidak selemah itu untuk menjadikannya mudah untuk dilupakan. Jadi, bukan karena sudah tak cinta lagi, Jenar mundur karena tidak ingin menyakiti.

Jenar bisa memvisualisasikan bagaimana keduanya akan tersakiti jika Jenar terus melanjutkan rasa-nya. Kak Merak-nya itu mungkin akan semakin tersiksa karena terus-menerus mengharuskan diri untuk menerima hal yang sebenarnya tidak disukai. Sementara itu, bagi Jenar, rasanya akan sakit jika terus-menerus berada di zona paham bahwa afeksinya hanya dihargai sebatas kata'kasihan'. Rasanya akan menjadi sangat tidak tahu diri jika memakasa untuk meneruskan rasa.

Sebelumnya, Jenar ini membenci paham 'cinta tak harus memiliki'. Baginya, itu hanya omongan orang payah, pengecut. Cinta itu harus diperjuangkan. Diperjuangkan setengah mampus, agar bisa digenggam erat-erat. Namun setelah merasakannya sendiri, Jenar baru mengerti mengapa banyak orang yang melepas cintanya. Nyatanya, cinta memang tak harus memiliki.

"Hah! Dateng juga akhrinya kalian!" Jun menghela napas kasar.

Jenar yang baru saja datang langsung terkejut. Bukan apa, ia sedang melamun sepanjang jalan menuju studio. Hanni saja ia abaikan. Maka, ketika Jun berbicara di hadapannya dengan suara keras, Jenar merasa tubuhnya seperti ditarik paksa dan dibenturkan dengan keras hingga ia tidak mampu melakukan apa pun selain menahan napas.

"Masuk, dulu, yuk sini. Oh, Hanni yang jadi bintang tamu hari ini, kan, ya?" Herman berujar lembut.

Jenar mengerjap cepat. Bingung melihat keadaan studi yang tampak tidak kondusif. Di sana ada Sanuar dan Betari yang sedang duduk di sofa. Sanuar tampak sibuk dengan ponsel yang menempel di telinga kanan. Lelaki itu sesekali berdecak, dan lalu kembali menempelkan ponsel pada telinga kanan.

"Ini si Abiyyu nggak masuk. Mendadak nggak bisa dihubungin itu bocah. Ah!" Jun tampak geram.

'Kak Merak nggak masuk ...?'

Jenar dan Hanni saling bertatapan. Seolah mampu berkomunikasi lewat pikiran. Keduanya sama-sama menghantarkan pikiran 'jangan-jangan gara-gara lagu galau yang semalem?'

"Ah, gimana ini?! Bisa kena omel Pak Wildan kalo segmen ini diganti!" Jun menggaruk kasar kepala bagian belakangnya.

Jenar menghela napas. Ia mencoba berpikir sejenak sebelum akhirnya berkata, "Kak, kakak kan udah lama banget siaran bareng sama Kak Merak. Nggak mungkin kalo kakak nggak ke-influence. Jadi, dari pada nunggu Kak Merak yang nggak ada kabarnya. Kak Jun aja yang gantiin siaran di segmen ini, gimana? Nanti Herman yang duduk di meja kontrol. Kita cuma punya waktu 30 menit buat prepare sebelum on air, it's now or never?"

Hanni terperangah. Ia tahu kalau Jenar itu memang selalu keren, tetapi saat ini sahabatnya itu tampak double triple kerennya.

"Betul, apa kata Jenar, kak. Kakak ajarin aja saya sebentar, saya cepet belajar, kok. Pasti bisa." Herman sedikit maju. Mensejajarkan diri dengan Jenar.

Meski ragu, Jun akhirnya menyetujui. Semua bergerak cepat karena mereka hanya memiliki waktu singkat. Jun mengajarkan Herman dengan serius. Tidak lama, ia membaca script sambil berlatih dan akhirnya, siaran pun dimulai.

***

Jenar agaknya sedikit menyesal menyarakan Herman yang duduk di meja kontrol. Harusnya ia mengajukan diri sendiri. Bukan apa, duduk di luar studio rekaman dengan Sanuar dan Betari membuatnya canggung. Apa lagi ia tahu bahwa Betari adalah tempat dimana Kak Merak-nya menaruh hati.

"Del, kakak minta tolong boleh, nggak?" Sanuar yang mendapat dehaman sebagai sahutan dari Betari pun melanjutkan ucapannya, "beli minuman buat anak-anak di sini. Beli cappucino cincau aja. Tapi, buat kamu jangan beli cappucino-nya ya. Beli yang rasa lain, asal jangan kopi."

"Oke, tapi aku sama mau beli telur gulung, ya?"

Sanuar menganggung, tersenyum lembut seraya memberikan uang. "HP stand by terus, ya, Del."

Jenar membuang pandangan. Tidak berani memandang atau sekadar mengintip kelakuan couple wanna be di hadapannya. Bukan apa, meraka terlalu gemas untuk hati Jenar yang mudah iri.

"Abiyyu beneran suka sama lo."

Jenar mengerjap. Ia tidak langsung menoleh. Sejenak meyakinkan diri bahwa tidak ada orang selain dirinya dan Sanuar, yang berarti lelaki itu sedang berbicara dengannya.

"Ya?"

"Abiyyu ... dia suka sama lo."

Jenar terkekeh. "Nggak, kak. Itu bukan suka. Itu—"

"Gue kenal Abiyyu dari kita jaman puber. Gue tau banget, dia nggak gampang suka sama orang. Tapi sekalinya udah suka, dia bakal berusaha maksimal buat dapetin."

"Tapi rasa suka Kak Merak itu muncul setelah aku bilang kalo aku mau mundur. Kak Merak cuma ngerasa kehilangan afeksi dari aku ... bukan suka sama aku."

Sanuar mendengkus. "Itu emang begonya si Abiyyu tuh begitu. Sorry, kalo omongan gue kasar. Sebenernya, dari awal dia udah suka sama lo. Cuma nggak sadar aja. Abiyyu itu ... dia kejebak sama pahamnya sendiri. Dia itu cuma takut nyakitin perasaan orang terutama perempuan. Mangkanya dia nggak pernah mau seriusin perasaan sukanya. Tapi, tetep aja, kan, dia udah nyakitin perasaan lo? Semenjak itu dia sadar kalo ternyata sikap dia yang begini justru bisa nyakitin perasaan orang."

Jeda, keduanya sama-sama terdiam. Sibuk akan pikiran masing-masing. Sebelum akhirnya Sanuar kembali berucap, "gue nggak minta lo terima perasaan si Abiyyu atas dasar rasa simpati. Gue ... cuma lo mau jujur sama diri lo sendiri. Kalo emang rasa lo buat Abiyyu masih sama, jangan deh main kejar-kejaran. Jangan juga tarik-ulur. Nggak selamanya yang kejar-kejaran itu seru, karena nyatanya aksi itu bisa aja berhenti kalo salah satu dari kalian capek. Sama juga kayak tarik-ulur. Itu nggak akan seru lagi kalo talinya putus."

***

Bersambung

Cuap-cuap Natha:

Next bakal jadi chapter terakhir, 

ada yang bisa tebak gimana kahir hubungan Kak Merak dan Jenar?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top