Segmen 15: Petrus Jakendor
Halo lagiii~~~~
chapter 15 nih! Yuk hitung mundur menuju tamat xixixi
Oke, kalo gitu, seperti biasa ya, lakukan langkah2 di bawah ini sebelum membaca:
1. Follow akun Natha
2. Masukin cerita ini ke reading list kamu
3. Tekan tombol bintang
4. Kalau sudah, silakan sapa Natha di kolom komentar 💕😊🥳
Nah udah semua dilakukan?
Oke, dimulai dari 0, ya!
Enjoy reading 🥰
.
.
Segmen 15: Petrus Jakendor
Abiyyu ini tipikal manusia yang kalau ada masalah, tidak langsung cerita ke orang lain. Biasanya ia akan membutuhkan waktu beberapa jam atau bahkan seharian untuk merenung dan bergulat dengan pemikirannya sendiri. Dengan begini, jika ia bercerita ke orang dan meminta pendapat, Abiyyu tidak datang dengan tangan kosong. Ia bisa bertukar pikiran atau bahkan mendebat solusi yang diberikan padanya dengan hipotesis yang ia miliki. Namun, kali ini Abiyyu memilih untuk tidak bercerita pada siapa pun. Lelaki itu terlampau yakin dengan segala solusi dan konklusi yang ada dalam pikirannya.
"Oke, udah ganteng. Yakin, sih, yang begini nggak bakal ditolak," monolog Abiyyu di depan cermin. Berkali-kali meyakinkan penampilan diri. Sebentar mengecek penampilan dari sisi kanan, lalu ke kiri. Kemudian kembali merapikan rambut yang hari ini dioles sedikit pomade agar tampak berkilau.
Lelaki itu seperti memiliki semangat dua kali lipat. Sejak bangun tidur, wajahnya tampak sumringah. Bersenandung bahkan bernyanyi kecil di sepanjang melakukan aktifitas pagi. Ditambah lagi, hari ini ia tidak ada jadwal kuliah. Karena mahasiswa tingkat akhir, jadwal kelas Abiyyu hanya di hari Selasa, Kamis, dan Jumat. Ini hari Senin, pagi-pagi sekali Abiyyu sudah siap dan kini bahkan sudah berada di mini market dekat kampus.
"Hm? Beliin cemilan aja apa, ya? Biar bisa dia ngemil sehat gitu sebelum kelas. Eh? Kopi, kan, nggak sehat? Oke, ganti yogurt! Terus, apa lagi, ya? Oh, ini! Katanya makan ginian bisa bikin kenyang, ya?" Abiyyu membolak-balik kardus kuning tipis dengan gambar biskuit berbahan oat.
Saat sudah sampai di kampus, Abiyyu tidak berjalan ke gedung fakultasnya. Lelaki itu malah berjalan ke arah yang berlawanan. Memasuki gedung sastra, mengikuti arahan yang diberikan Pak Wildan dari pesan singkat, Abiyyu akhirnya tiba di kelas bernomor 3.2. Ini masih pukul tujuh lewat lima belas menit. Umumnya, kelas pertama selalu mulai pukul tujuh lewat tiga puluh.
"Masih ada 15 menit lagi," Abiyyu bergumam sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia berdeham pelan seraya meneliti keadaan kelas. Wajahnya seketika langsung murung. Ia menyayangkan kampusnya yang menggunakan kursi chitose, dengan begini sulit bagi Abiyyu untuk berlaku romantis seperti yang ada di drama-drama—meletakkan makanan diam-diam di kolong atau di atas meja si crush. Pun keadaan kelas yang sangat ramai menyulitkan Abiyyu untuk menemukan entitas yang dicarinya. Maka, mau tidak mau, ia mengetuk pintu. "Halo, Jenar udah dateng belum ya?"
Riuh itu mendadak hening. Semua terpana saat melihat Abiyyu. Jelas saja, pentolan Radio Hitz ini kan memang hits di kalangan anak kampus, terutama perempuan.
"Oh? DJ, ya? Tadi, sih ada. Tapi kayaknya lagi—eh itu dia!" sahut salah satu mahasiswi yang ada di dalam kelas.
"Kak Merak?" Jenar mengerjap cepat. Perempuan itu muncul dari balik punggung Abiyyu yang menghalangi pintu masuk.
Seenggaknya dia masih manggil gue Merak
"Hai," Abiyyu menyahut gugup. Matanya mencoba menatap ke segala arah kecuali Jenar.
"Kakak ada apa ke sini pagi-pagi?"
"Oh?" Seketika, otak Abiyyu menjadi lebih sibuk dari biasanya. Inti otaknya mungin sedang berlarian kesana-kemari mencari alasan yang logis karena "Iya juga, ya. Ngapain gue pagi-pagi banget ke sini, kan bisa nanti pas di studio? Eh tapi, itu, kan siang? I can't wait any longer to see her."
"Kak?" Jenar menggoyangkan telapak tangannya di depan wajah Abiyyu yang tatapannya tampak sedikit kosong.
"Eh?" Abiyyu mengerjap cepat. Menggeleng sebentar untuk mengumpulkan pikirannya yang terpecah dalam lamunan. "Ah, ini. Kakak cuma mau bawain ini. Dimakan, ya. Bye, see you at the studio."
Jenar mengerjap. Ia memandang bergantian bungkusan yang ada di tangannya dan punggung Abiyyu yang sudah menjauh. Hanni yang ada di sebelah Jenar bahkan ikut terheran-heran.
"Is he into you, now?" tanya Hanni.
Jenar menengok cepat. Menatap Hanni dengan kedua mata yang melebar. Walau akalnya berteriak 'nggak mungkin, lah', hatinya jelas mengharap bahwa apa yang Hanni ucapkan adalah kebeneran, meski nyatanya ia sudah mengibarkan bendera putih dan memilih berhenti mengejar Kak Merak-nya.
***
Masih dalam euforianya yang meletup-letup ribut di dalam kepala seorang Meraki Abiyyu. Lelaki itu tengah menjadi pujangga kasmaran yang sejak tadi tidak berhenti memutarkan lagu-lagu romantis dari ponselnya. Padahal siang hari di Bogor saat ini sedang panas-panasnya, tetapi yang Abiyyu rasakan sebaliknya. Ia seperti sedang berada di taman bunga yang semilir anginnya berembus menyejukkan.
"Weiittss ... apa, nih?! Kok banyak makanan? Lo udah daftar sidang, ya?! Ini teraktiran selametan beres nulis skripsi, kan?!"
Maka bagai sambaran petir di siang bolong. Mengagetkan dan menakutkan. Ekspresi Abiyyu mendadak berubah datar. Ia menoleh cepat dan menatap sinis Jun yang datang dengan heboh. Pada dasarnya kehebohan dan Jun adalah dua hal yang tak terpisahkan, Abiyyu juga sudah terbiasa dengan itu. Namun, hari ini ia harus menjadi ekstra waspada, karena Jun yang heboh itu seringnya bertindak tidak tahu diri.
"Gue ambil—"
"Nggak!" pangkas Abiyyu cepat sambil menepis kasar telapak tangan Jun yang hampir menyentuh wadah lasagna yang tutup plastiknya tampak berembun karena masih agak panas.
"Idih! Pelit banget! Heh, inget, ya, orang pelit kuburannya sempit!"
"Ya kalo lega, lo bangun rumah namanya! Awas ah, jangan dulu dimakan, tunggu Jenar sama yang lain dateng dulu. Lo kebagian kok pasti, nggak usah rusuh begitu," Abiyuu menyahut santai meski nyatanya setiap silabel yang diucapkannya bermakna ketus.
Jun menatap curiga. Pasalnya Abiyyu ini tidak berhenti tersenyum meski kata-kata yang diucapkan barusan jelas penuh kekesalan. Inginnya bertanya lebih lanjut, tetapi ia mendengar suara orang berbicara sambil tertawa dari luar ruangan. Jun kenal betuh suara-suara itu.
"Nah! Itu Jenar!" Ini Abiyyu yang berseru riang denga binar antusias terpatri di kedua bola matanya.
"Siang semuanya! Aku ajak temenku, nggak apa-apa, kan, ya?"
"Nggak apa-apa! Sini ... sini ... duduk di sini, ya. Maaf nih ruangannya nggak gitu gede jadi harus sempit-sempitan kalo duduk," Jun menyahut sambil membersihkan sofa, duduk di sana sambil menepuk-nepuk sisi kosong sebelahnya.
Jenar langsung memeluk Hanni dari samping. Memberikan gesture waspada, pun tatapan mengintimidasi pada Jun. "Nggak boleh genitin temen aku, ya! Dia anak baik!"
Herman tertawa. Meski ingin sekali terbahak-bahak, lelaki itu menahannya karena masih menghormati status Jun sebagai kakak senior. Sementara Abiyyu, lelaki itu tengah senyum-senyum sendiri karena gemas melihat tingkah Jenar.
"Masuk sini, make your self comfortable. Oh, ada makanan juga. Grab some," Abiyyu berujar ramah.
Karena sofa hanya cukup untuk 3 orang, mereka semua meutuskan untuk duduk melantai, mengelilingi meja yang kaca yang kini terdapat banyak makanan lezat.
"Nah, ini juga. Dimakan ya, Jen. Oh, ini lasagna-nya juga. And then ... ini. Mocha float-nya buat kamu. Itu puding mangganya juga di—"
"Kak?" Jenar menginterupsi.
"Ya?"
Jenar jelas paham, bahwa yang Abiyyu lakukan ini bukan semata karena sekadar ingin bersikap baik. "Udah, ya? Kalo maksud kakak ngelakuin ini semua adalah untuk minta maaf, nggak perlu. Kakak nggak salah, kok. Seandainya pun, iya, aku bakal dengan cepat maafin kakak. Jadi—"
"Kamu kayaknya salah paham, deh, Jen. Kakak begini bukan mau minta maaf ke kamu, kok. Di siaran waktu itu, kakak udah bilang kan that I'll make a move to make you fall for me? Ini cuma bagian kecil dari rencana kakak buat bikin kamu nggak mundur. But this time, you don't have to do anything because I'll do everything to make you fall in love with me again."
"Kak—"
"Tiga kali, Jen. I'll confess my feelings three times, kalo ketiganya kamu tolak ... kakak bakal nyerah. Jadi sebelum itu, allow me to do what I can."
***
Bersambung
Cuap-cuap Natha:
Yok, hitungin Kak Merak confess wkwk Ini yg pertama yaa~~
Kira-kira bakal diterima nggak ya pas confess yg ke 2?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top