Teori dulu, praktenya belakangan.
Kata orang, Jomblo itu emang kebanyakan gaya. Teori aja yang jago, tapi prakteknya nihil. Tapi kata dia, jangan macam-macam sama orang jomblo; sekali dapat nasehat tentang cinta, langsung terpedaya.
Florita Andira, biasa dijuluki sebagai 'Mami curhat'. Seorang announcer perempuan yang paling banyak memiliki penggemar. Bukan karena wajahnya yang cantik ataupun suaranya yang serak-serak becek ngangenin. Tapi karena Flo paling jago memberikan semua nasehat dan masukan bagi kamu-kamu yang memiliki kendala dengan hati dan perasaan.
"Oke, balik lagi dengan gue Florita Andira di radio curhat. Sebelumnya gue pingin ngucapin dulu buat kalian-kalian yang lagi menjalankan hari seninnya dengan hikmat, selamat beraktivitas. Nah, di tengah terik matahari yang nyengat sampai ke ulu hati gini, gue udah siapin telinga dan nasehat yang akan mengadem ayemkan jiwa--ceile-- jadi bagi kalian yang ingin mengeluarkan segala unek-uneknya, bisa langsung hubungi kontak kita. Ayo, ini dia dari penelepon pertama..."
"Hallo, dengan siapa gue bicara?" sahutnya setelah tersambung.
"Hallo, emm... anu. Saya Mirna..." ucap si penghubung wanita dengan terbat-bata.
"Baik, Mbak Mirna. Mau curhatin apa nih di siang-bolong begini. Lagi nggak ada aktivitas yang ngeganggu, Mbak?"
"Kebetulan saya Ibu rumah tangga. Jadi begini, saya punya masalah dengan suami saya."
Glek, Flo menelan ludahnya kelat. Tidak biasanya seorang Ibu rumah tangga mau menyempatkan waktunya mendengarkan siaran radio yang sebenarnya ditujukan untuk anak-anak remaja.
"Kenapa dengan suaminya Mbak Mirna?"
Terdengar suara isakan kecil di seberang sana. "Suami saya udah seminggu nggak pulang-pulang..."
"Emangnya suami Mbak Mirna pergi kemana?"
"Suami saya kerja. Dia seorang pelaut..."
"Terus Mbak Mirna pengin curhatin apa, mungkin aja suaminya lagi dengarin radio."
"Dilaut mana ada sinyal, frekuensinya nggak dapat!"
"Ooh, oke-oke. Atau mungkin Mbak Mirna pengin salam-salam buat keluarganya yang lain."
"Saya kan lagi cerita tentang suami saya! Gimana sih?"
"Wah, jangan galak-galak dong Mbak. Ntar pendengar yang lain pada takut, huehe. Jadi Mbak Mirna mau curhatin apa tentang suaminya."
"Masss, kapan pulang. Anakmu dirumah kangen, sebentar lagi aku mau brojol."
Flo tercekik, lantara tersedak karena terkejut atau menahan tawa yang sudah berada di ujung mulut. Tadi katanya di laut nggak ada sinyal, tapi pake titip salam-salam segala. Desahnya sedikit jengkel.
"Oke buat Mass-nya Mbak Mirna yang jauh di lautan sana. Pulang dong, istri sama anaknya kangen tuh. Bener begitu Mbak?"
"Iya."
"Jadi Mbak Mirna mau request lagu apa buat pelepas rindu?"
"Saya pengin request lagunya menunggu dari Rhoma Irama."
"Wah, kalau versi Bang Rhomanya nggak ada tuh, Mbak. Tapi kalau versi anaknya kita punya..."
"Saya maunya Rhoma Irama!"
Flo menghela napas berat. "Oke Mbak, kalau gitu nanti kita putarin lagunya khusus buat Masnya, Mbak Mirna. Terima kasih atas curhatnya, selamat siang dan selamat beraktivitas kembali." Sambungan terputus. "Oke, penelpon selanjutnya..."
"Hallo selamat siang, Gue Arzu."
"Oke Arzu, selamat siang juga. Kamu mau curhat apa nih, kita semua siap kok dengerin keluh kesah kamu."
"Saya---" suara tangisan muncul. "Jagi begini Mami, udah lima tahun gue dan Arjun pacaran dan kita juga udah rencanai buat merrid taun depan."
"Waaah, selamat ya Arzu. Jangan lupa undang-undang kita, hehe."
"Tapi kami baru aja putus dua hari yang lalu."
Hening sesaat, sepertinya Flo terlalu cepat menyimpulkan.
"Kalau boleh tau, penyebab kandasnya hubungan kalian apa nih? Sayang bangetkan udah lima tahun pacaran dan udah punya rencana yang baik juga, tapi harus berhenti di tengah jalan."
Kemudian suara tangis berubah pecah. "Arjun selingkuh sama sahabat gue sendiri, udah satu tahun belakangan ini mereka pacaran."
Deg,deg! Arzu yang curhat, kenapa gue yang kebawa perasaan pengin nimpuk tuh si cowok. Geram Flo mengepal tangan kananya.
"Emangnya lo masih cinta sama tuh cowok? Terus gimana hubungan lo sama si sahabat penghianat itu?"
"Gue sama sahabat gue udah lost contact, tapi setelah putus... gue pernah lihat mereka jalan berdua mesra-mesraan, kaya nggak ada rasa bersalah sedikitpun. Dan rasanya nyes banget!!!"
"Arzu, gue turut prihatin dengan kisah lo. Mungkin pendengar yang lain juga merasakan hal yang sama. Kalau gue jadi lo, pasti gue lebih sakit hati lagi. Tapi satu masukan aja sih dari gue, mungkin lo sama Arjun itu memang bukan jodoh atau udah jodoh tapi masih ketunda. Untuk saat ini, lo harus bisa move on dan buktiin kemereka berdua kalau lo lebih hebat dari mereka. Atau lo coba cari pacar yang baru, biasanya cowok itu nggak akan suka ngelihat cewek yang pernah menjadi miliknya dimiliki sama orang lain. Egois? Memang begitulah sikap mereka sebenarnya. Tapi gue nggak nyuruh lo buat cari pacar boongan untuk bikin doi cemburu ya."
"Tapi gue itu udah cinta banget sama Arjun, lima tahun kami pacaran dan itu bukan waktu yang sebentar."
"Ya, gue paham." atau sok paham. "Mungkin tuhan punya rencan lain buat kisah cinta lo yang lebih indah dari ini. Terkadang masalalu itu kaya ingus, eh udah keluar malah ditarik lagi. Tapi gimana jadinya kalau hal itu malah ngehambat hidung lo? Berarti lo harus paksain ingusnya sampe keluar. Oke, kedengarnnya emang jorok sih, tapi itu perumpamaan yang masuk akal. Lo nggak boleh kelihatan lemah di depan mereka, kalau lo lemah... sama aja aritnya lo udah ngasih peluang ke mereka buat ngeledekin lo. Jadi lo ngerti kan maksud gue?"
"Iya gue ngerti dan gue akan coba bangkit."
"Ayodong, semangat Arzu. Jangan lemah gitu!!!"
"Thanks ya Mami curhat, heheh. Oh iya, request lagu Oppie Andaresta yang single happy, dong."
"Siap. Nanti kita putarin ya lagu buat Arzu yang udah putus dari pacar tapi berusaha untuk tetap happy. Oke penelpon selanjutnya, ada siapa...."
"Hallo..." terdengar suara berat dari seorang pria.
"Jarang-jarang nih ada cowok yang mau curhat, selamat siang Mas dengan siapa?"
"Pendengar rahasia."
"Namanya Mas, bukan istilah. Siapa ni?"
"Sebut saja aku pendengar rahasia..." ceile sok putis, umpat Flo dalam hati
"Oke deh, si Mas-Mas yang pengen nyembunyiin identitas. Ada yang bisa dibanting? Eh, bantu maksudnya."
"Saya lagi suka sama cewek tapi ceweknya nggak tau." Singkat, padat, jelas. Sedikit bikin hati Flo dongkol, nih orang niat curhat atau enggak sih!
"Bertepuk sebelah tangan dong?"
"Bukan. Tapi memang ceweknya ngga tau siapa saya, nggak tau kalau saya diam-diam suka perhatiin dia."
"Wiih, jadi diam-diam Mas ini pengagum rahasia si doi juga?"
"Yap."
"Hmmm..."
"Oh iya, boleh bahas sediki tentang percakapan kamu yang tadi dengan penelepon sebelumnya?"
"Kenapa tuh?"
"Sepertinya kamu punya dendam terpendam dengan makhluk tuhan sejenis laki-laki ya?"
"Ha?"
"Kamu bilang kalau cowok itu egois, secara tidak langsung kamu sudah menjelek-jelekkan harkikat kamu adam."
"Jiah, maaf deh kalau Mas-nya kesinggung. Gue sama sekali nggak bermaksud untuk----"
"Jawab dulu..." potongnya cepat.
"Jawab apa?"
"Kamu punya masalalu yang tidak enakkah dengan laki-laki?"
Tanpa sadar Flo mengerang kesal. "Sama sekali enggak kok, Mas. Mungkin itu perasaan Mas-nya aja. Langsung aja mau titip-titip salam sama siapa?"
"Yaudah, kalau gitu aku cuma mau titip salam aja sama penyiar yang suaranya serak-becek bikin kangen." Potongnya cepat.
Nah lo... penyiar di sini kan cuma satu. Berarti gue dong? Flo tertegun.
"Loh, nggak mau titip salam buat si doi aja? Mungkin dia lagi dengerin radio loh..."
"Si doi bukan cuma sekedar lagi dengerin radio, tapi nyiarin radio juga."
"Wah, Mas makin siang makin ngaco. Yaudah deh, kalau gitu langsung reqeust lagunya aja..."
"Saya mau request lagu you'r beautiful..."
"Beautiful dari cherrybelle, ya? Ternyata Mas ini termasuk chibi juga."
Suara bariton di seberang sana tertawa, tawa itu terdengar bijaksana tanpa ada kesan dibuat-buat sedikitpun.
"Bukan, tapi dari James Blunt."
"Oh..." Flo mengerjapkan matanya linglung, ia pun tersentak. "Okedeh lagunya akan kita putar bergiliran dengan request dari penelepon yang tadi. Terima kasih atas curhatan kecilnya, Mas."
"Oke see you." Dan sambungan terputus.
Kalimat terakhir yang disampaikan oleh cowok tersebut terdengar rada aneh. Tiba-tiba saja, entah berasal dari mana jantung Flo mendadak berdetak, menggelepar tak berirama. Jangan baper, jangan baper, jangan baper. Racaunya dalam hati menguatkan diri sendiri.
****
Flo menghela napas berat, ia bertopang dagu sambil mengetuk-ngetuk cangkir kopinya dengan telunjuk. Saat siang hari seperti ini, ia selalu menyempatkan diri menghabiskan waktu di kafe yang tidak jauh dari letak gedung siarannya.
"Yaah, si Mami curhat kita lagi baper!!!" ledek Neta yang baru saja memasuki kafe dan duduk tepat di hadapan Flo.
"Woy, ngelamun aja. Ntar kesambet radio horor baru tau rasa!" Kezi ikut duduk di bangku sisi kanan, tepat di antara mereka. Perempuan berkulit sawo matang itu mendorong tangan Flo, sampai Flo tersontak kaget.
"Net, Kez. Gue mau cerita..." ia merubah posisi duduknya jadi lebih tegak. Lalu mencondongkan wajah ke arah teman-temannya.
Kezi mengerutkan hidung. "Masa si ratunya tempat curhat, malah curhat sih."
"Ngakunya announcer yang paham banget masalah cinta, tapi masih aja ngegalau. Kenapa bu' ?" goda Neta.
Flo mendesah jengkel dan mengernyitkan tatapannya. "Announcer juga manusia kale! Kalau para pendengar sih enak, punya masalah terus ceritanya ke gue. Nah gue? Kalau punya masalah mau cerita ke siapa coba?"
"Ke radio sebelah." Neta dan Kezi menjawab serempak, asli bikin Flo semakin kesal.
"Gue serius!"
"Gue lebih serius! Tadi waktu di mobil, gue dengerin cerita pendengar lo yang namanya Arzu. Nah, gue rada kasihan sama kisah hidupnya dia, tapi entah kanapa rasa kasihan gue berubah jadi ilfeel waktu dengar si announcer ngasih nasehat yang jagonya naujubillah---kaya pernah punya pengalaman yang sama gitu!"
"Emang si announcer bilang apaan, Net?"
"Gini nih. Masalalu itu ibarat ingus, yang udah mau keluar tapi ditarik lagi."
"Ewh, jorok banget sih! Hilang selera makan gue."
Neta tertawa terbahak, sebelum menatap Flo yang wajahnya seratus persen udah memberengut. Teman-temannya memang sering iseng meledek cara bicara Flo setiap kali di radio. Pasalnya, hanya mereka berdualah yang tahu gimana sikap aslinya Flo.
"Cari pacar gih, Flo. Biar makin bertambah ilmu tentang cintanya," lanjut Neta kemudian.
"Kalau gue punya pacar, terus galau. Ntar kebawa sama kerjaan, yang ada dari awal sampai akhir gue nangis melulu di radio. Enakan gini, hidup single happy nggak ada beban. Dan nggak perlu tangis-tangisan segala curhat ke radio," ujar Flo santai.
"Ibarat profesi, lo udah mirip kaya penulis romance yang jomblo. Mereka nggak pernah ngerasain yang namanya di peluk atau di cium sama cowok, tapi malah meghayal terus di tuangkan melalui buku. Teorinya aja yang jago, tapi prakteknya nol."
"Kalian ini temen atau lawan sih?" Flo sudah naik pitam, ingin segera pergi dari kafe ini. Tapi buru-buru Kezi menarik tangannya dan membujuk.
"Flo makin cantik deh kalau lagi marah. Yaudah, lo mau cerita apa tadi... gue siap kok menjadi pendengar yang baik."
Flo mendesah panjang, ia menyandarkan punggungnya di kursi. "Tadi gue dapat penelpon di radio dari cowok?"
"Terus masalahnya dimana?" Neta memutar bola mata.
Flo segera menceritkan tentang si pendengar rahasia yang mampu membuat jantungnya menggelepar itu kepada kedua temannya.
"Tuh kan. Katanya tempat curhat, tapi kok baper sih?" lagi-lagi Neta meledek seperti tak pernah ada habisnya.
"Akibat sudah terlalu lama sendiri, jadi dikit-dikit kebawa perasaan." kezi terbahak-bahak.
"Ya ampun, gue nggak sengenes itu. Tapi ini beneran, kalau cowok itu kaya pernah memerhatiin gue secara diam-diam. Soalnya dia pake bilang see you segala."
"Mungkin see you-nya karena besok dia mau ngehubungi lo lagi, kali."
"Mungkin kali ya?"
Flo memandang temannya lugu, Neta dan Kezi serempak mengangguk. Beberapa detik selanjutnya seorang pelayan berseragam hitam datang menghampiri mereka sambil membawa sebuket bunga warna-warni.
"Mbak Florita Andira, ya?"
"Ya benar, ada apa Mas?" Tanya Flo bingung. Sedangkan Neta dan Kezi saling sikut-sikutan satu sama lain.
"Ini ada kiriman bunga buat Mbak Flo." Setelah meletakan buket bunga itu di atas meja, pelayan berlalu begitu saja.
Flo mengambil secarik kertas yang terselip dirangkaian bunga tersebut, kemudian membacanya.
Selamat beraktivitas.
--Pendengar rahasiamu--
"Shit!" umpatnya, meluncur begitu saja dari bibir.
"Kenapa Flo?"
"Itu apaan?"
Neta dan Kezi menyodorkan pertanyaan dengan rasa penasaran yang sudah membuncah mereka.
"Gue bilang juga apa, bukan gue yang baper!!!" Flo langsung mengulurkan secarik kertas itu dan mereka mengambilnya dengan sigap.
"Pendengar rahasia. Jadi tuh orang benar-benar nyata dan diam-diam memerhatiin lo." Neta terpekik, akhirnya tuh orang sadar juga.
"Hmmm." Flo mengangguk mantap. Lalu memutar bola mata dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia memperhatikan orang-orang yang duduk di sekitar kafe namun di antar para pengunjung itu, tidak seorang pun yang mencurigakan.
"Kira-kira siapa ya?" tanyanya pada Neta dan Kezi.
"Flo, buruan lo kejar tuh pelayan dan tanya sama siapa pengirim bunga ini!!!!" Kezi terkena serangan panik. Saking paniknya, dia sampai menarik paksa tubuh Flo bangkit dari kursi dan mendorongnya menjauh.
Mengenda-endap Flo menghampiri pelayan tadi dan bertanya. "Maaf Mas..."
Si pelayan berbalik sambil mengangkat baki.
"Kalau boleh tau yang ngirim bunga ini siapa ya?"
"Ohh, itu." Pelayan mengacungkan tangannya ke kursi paling pojok yang berdempetan dengan jendela kafe. "Mas-Mas yang lagi minum kopi itu pengirimnya..."
Mata Flo terbelalak, ketika pandangan mereka saling berserobok dan bertemu. Awalnya ekpsresi mereka sama-sama terlihat terkejut, namun pada akhirnya air muka laki-laki itu berubah menjadi seulas senyuman yang mengembang indah. Ia melambai...
Dan untuk kesekian kalinya, pada hari yang sama pula. Jantung Flo berdetak hebat seperti suara drum yang dipukul berulang-kali. Ia berjalan perlahan sambil mengenggam buket bunganya untuk menghampiri laki-laki itu.
Alis tebal, hidung mancung, mata bulat sempurna, dan rahangnya yang membentuk suatu ketegasan sangat memeperlihatkan kewibawaannya. Apalagi ketika cowok itu berdiri hanya untuk mempersilahkan Flo duduk di hadapannya. Benar-benar gantleman.
"Cowok itu memang egois kan?Bukannya bernisiatif untuk pergi menemui, Dia malah ngebiarin cewek itu sendiri yang datang menghampirinya..." laki-laki itu tersenyum. Senyuman yang menyejukkan.
Suara yang sama, nada yang sama dan pembahasan yang sama. Tidak salah lagi kalau dia adalah si 'pendengar rahasia'.
Gimana announcernya nggak baper, kalau pendengarnya aja cakep kaya begini. Bikin seluruh tulang jadi lumer.
"Jadi kamu si pengirim bungan dan si----" kata-kata Flo tersangkut di tenggorokan, entah kenapa lidahnya jadi kelu.
Cowok itu mengulurkan tangan.
"Hallo, aku Abean. Pendengar yang udah bikin announcernya jengkel, kaget dan jantungan. Aku si pendengar rahasia itu sekaligus penggemar rahasiamu, yang selalu suka setiap kali mendengar suara serak-becek si announcer yang ngenenin."
THE END.
____________________________________
Akhirnya ini karya cerpen pertama saya yang kelaar,laar, laaar.
Biasanya saya paling nggak bisa bikin cerpen, soalnya pendek. Hahaha. Jadi terima kasih bagi yang menyempatkan diri untuk baca dan memberikan apresiasi terhadap cerpen perdana ini.
Awal mula terbentuknya kisah ini gara-gara android kesayangan saya rusak, jadi mau tak mau dengerin lagu melalui radio handphone tonet-tonet. Eh keselip sama frekuensi radio yang banyak banget tempat curcol di sana. Sambil mennyelam--minum air soda, saya agak sedikit mikir... tuh announcer bisa banget ya kasih masukan yang bikin si pendengarnya percaya. Udah kaya mama dedeh, Eh kalau mama dedeh kan lebih berpengalaman. *Dududurum.
Btw, cerita ini juga terinspirasi dari impian saya yang ingin menjadi announcer dan penyiar berita tapi nggak kesampaian. Selamat jalan impian, semoga tenang jauh di sana.
Mwah:*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top