35. Penjelasan

[Now playing: The Overtunes - Takkan Kemana]


Selamat membaca!

Jangan lupa tinggalkan vote sama komentarnya karena cerita ini minggu depan tepat hari jumat bakalah tamat


"Yang gue tahu dia gak bakalan nyakitin ceweknya asal jangan dia disakitin duluan."

***

Ameera tidak tahu harus bersikap seperti apa sekarang. Apakah ia harus marah atau berterimakasih.

Niat Duta memang baik. Ia hanya ingin membantu sahabatnya dalam urusan asmaranya. Duta ingin Ameera bisa bersama dengan seseorang yang benar-benar menyukainya. Duta ingin menunjukan padanya bahwa sia-sia saja selama ini dirinya mengejar orang yang justru tanpa sadar mengharapkan orang lain. Ameera berterimakasih untuk hal itu karena ada orang yang begitu peduli kepadanya.

Akan tetapi haruskah Duta ikut campur untuk urusan hatinya. Ameera tahu Duta peduli. Sangat peduli. Bahkan sikapnya itu melebihi seorang sahabat, Duta lebih seperti seseorang yang memperdulikan keluarganya. Namun, haruskah Duta melakukan semua ini? Ameera tahu Duta adalah orang yang paling peka dan kadang suka bertindak tanpa berpikir panjang. Duta pasti tidak mengira bahwa akhirnya akan seperti ini.

Karena gosip yang disebarkannya Dian yang sudah depresi karena tekanan Riana lebih depresi lagi dengan gosip yang beredar tersebut. Bahkan membuat Dian mencoba bunuh diri. Tak hanya itu, persahabatan Theo dan Fajar pun menjadi tidak baik. Dan hal inilah yang membuat Ameera marah.

"Theo, Fajar...." Duta menatap Theo dan Fajar bergantian. "Gue minta maaf."

Theo dan Fajar hanya diam, menatap Ameera, Dian, Ami, dan Andini supaya menjelaskan situasi seperti apa yang membuat mereka berdua dipanggil ke perpustakaan dan langsung dihadapkan dengan Duta berlutut minta maaf pada mereka.

Namun, empat cewek itu tidak ada yang membuka suara. Sehingga Theo dan Fajar akhirnya diam menunggu apa yang akan Duta katakan setelahnya.

Duta mendongak menatap Fajar. "Lo salah faham sama Theo."

Sebelah alis Fajar terangkat. "Maksudnya?"

"Yang nyebarin gosip lo jadian sama Dian bukan Theo."

Fajar menatap Theo yang sama kagetnya.

Duta nyengir. Sempat-sempatnya ia tertawa kecil sambil menggaruk tengkuknya di saat seperti ini. Di saat seharusnya ia merasa bersalah sekali sudah melakukan hal tersebut.

"Sebagai sahabat Ameera, sejak awal gue dukung dia buat deket sama lo. Bahkan gue sendiri yang bantu dia buat nyari tahu tentang elo, nomer HP, alamat rumah, mantan pacar, plat motor, sampai ke ukuran sepatu gue cari tahu. Lalu Ameera kenal Theo." Duta menatap Ameera lalu beralih pada Theo. "Sejak awal gue udah tahu Theo suka sama Ameera. Kemudian semakin ke sini gue tahu kalau lo." Duta menatap Fajar. "Pernah pacaran sama Dian dan belum bisa moveon. Itu jelas banget gue lihat."

"Jadi maksudnya, lo mau bertindak sebagai superhero buat hati teman-teman lo?" Tanya Theo.

Duta mengangguk. "Bisa dibilang seperti itu." Ucapnya diakhiri cengiran.

Theo tiba-tiba tertawa. "Makasih banget. Lo emang pahlawan."

Duta tersenyum lebar. Merasa senang karena ada yang memihaknya.

Duta lalu menatap Ameera yang masih tampak sangat kesal. "Maafin gue."

Ameera membuang muka. Tidak semudah itu meminta maaf setelah apa yang dilakukannya.

"Gue cuma gak mau lo ngejar-ngejar orang yang justru berjuang buat orang lain Ra. Karena itu akhirnya bakalan menyakitkan banget. Maaf, gue jadi buat lo ngira kalau Theo manfaatin keadaan."

Duta sekarang menatap Dian. "Lo maafin gue kan? Apa yang gue lakukan emang keterlaluan udah buat lo bunuh diri."

"Gue bunuh diri bukan karena itu." Potong Dian. "Bahkan gue gak peduli sama sekali sama gosip itu, sejak awal yang gue peduliin cuma Ameera, gak adil aja kalau gue menghancurkan hati orang lain padahal dia belum pernah gitu sama gue."

"Jadi lo maafin gue?" mata Duta berbinar.

Dian mengangguk pelan. "Jangan diulangin lagi. Ingat kata pepatah, lidah itu lebih tajam dari pedang."

Duta menunduk dalam. "Maafin gue."

"Udahlah." Fajar menghela napas. "Sekarang yang nyebarin gosip itu udah ngaku, jadi gak ada lagi yang perlu dipermasalahkan."

Ameera mengangkat wajahnya, menatap Theo, Fajar, dan Dian secara bergantian dengan raut muka tak terima. "Kalian maafin dia gitu aja?"

Theo tersenyum kemudian mengangguk. "Gak menerima permintaan maaf orang itu gak baik."

"Tapi, dia udah..."

"Udah buat gue sama Theo berantem?" potong Fajar.

Ameera mengangguk.

"Tanpa hal itu gue sma Fajar emang sering berantem kok." Theo tersenyum sambil menyenggol lengan Fajar. "Ya kan?"

Fajar memutar bola mata lalu menjawab dengan malas. "Theo orangnya nyebelin jadi bawaanya pengen gue hajar terus."

"Tapi kenapa semudah itu?" Ameera masih tidak mengerti dengan orang-orang yang gampang memaafkan.

Theo berjalan mendekat pada Ameera. "Ini nih masalahnya, kenapa kamu sama Dian jadi gak akur."

Ameera mengerjap. "Ka..kamu." ia gelagapan. Jantungnya berderu cepat hanya mendengar kata itu saja. Lebay kan?

"Masalah lo dalam memaafkan. Gak mudah memaafkan orang lain." Theo tersenyum lebar, senyum yang menyejukan. "Memaafkan itu indah."

Yang Theo katakan langsung saja mendapat hadiah toyoran dari Fajar. "Jijik banget kalau lo udah berlagak kayak ustadz gini."

"Jadi Ra..." Duta menatap Ameera dengan tatapan penuh pengharapan. "Maafin gue ya?"

Ameera menghela napas kemudian memutar bola mata. "Kasih lima alasan kenapa gue harus maafin lo."

"Pertama, karena gue Duta, sahabat yang pernah lo tendang dari balkon kamar lo dan keningnya dapet enam jahitan. Kedua, karena kalau lo gak maafin gue, lo mau curhat sama siapa? Ketiga, karena lo kalau bingung larinya nanya sama gue. Kelima, karena kalau lo gak maafin, gue gak bakalan bisa lagi main ke rumah lo yang banyak makanan."

Yang ada di sana tertawa mendengar alasan ke empat Duta yang absurd tersebut. Tak terkecuali Ameera yang walaupun tertawa tetap berusaha terlihat masih kesal.

"Terakhir, karena papa lo lagi demam drakor. Dia nanti dapet rekomendasi drakor yang bagus dari siapa kalau bukan dari gue."

Alasan terakhir Duta membuat dia mendapat toyoran dari Andini. "Dasar fanboy berbahaya!"

Perlahan sudut bibir Ameera tertarik. "Yaudah gue maafin."

"Yes!" Duta meninju udara. "Asal lo jangan rekomendasiin drama alay sama papa gue."

Duta memberi hormat. "Siap! Syarat akan dilaksanakan."

***

"Fajar!" panggil Ameera.

Yang dipanggil menoleh, bahkan Theo yang berjalan di sampingnya juga ikut menoleh.

Ameera melangkah mendekat sehingga berakhir di hadapan Fajar dan Theo. Ameera menatap Theo. "Lo bisa duluan aja, ada yang mau gue omongin sama Fajar."

Theo mengernyitkan alis. Tampak enggan pergi. Namun Ameera menatapnya dengan tajam sehingga Theo terpaksa beranjak dari sana.

Ameera menatap punggung Theo yang semakin menjauh. Dua detik kemudian Theo memutar tubuhnya.

"Awas ya kalau tiba-tiba gue denger kalian jadian!" teriaknya sambil mengangkat tinjunya.

Fajar geleng-geleng kepala. "Tenang aja Tayo!" setelah itu Theo benar-benar menghilang dari pandangan.

"Takut banget dia gue tikung." Ujar Fajar dengan sisa tawanya.

Ameera terkekeh mendengarnya.

"Oh ya, ada apa manggil gue?" Tanya Fajar.

"Gue cuma pengen tahu sesuatu." Ameera tersenyum canggung. Terlihat sekali dia ragu-ragu namun tetap memberanikan dirinya.

"Tentang?"

"Kenapa dulu lo putus sama Dian?"

Fajar tertawa kecil. "Lo pasti juga tahu jawabannya kenapa. Intinya gue terpaksa putus."

Ameera menggigit bibir bawahnya. "Karena mamanya?" Tanya Ameera sepelan mungkin.

Fajar mengangguk. "Waktu itu nilai Dian sempet turun. Tante Riana marah besar. Dia nyari tahu kenapa nilai Dian bisa turun. Kemudian dia tahu Dian pacaran sama gue. Yah, dia nyimpulin karena itu nilainya turun."

"Terus dia minta lo mutusin Dian?" Tanya Ameera sekedar memastikan kelanjutan cerita Fajar.

"Seperti itu."

"Lo udah move on?" lagi-lagi Ameera bertanya ragu-ragu.

Fajar mengangguk yakin. "Lo buat gue move on dari Dian."

Ameera mengerjap. Jadi yang ia dengar saat Fajar bertengkar dengan Theo memang benar. Lalu kenapa sekarang Ameera malah merasa bingung alih-alih senang.

"Tapi, kayaknya gue keliru." Ameera mengernyit mendengar Fajar mengoreksi apa yang dia katakan sendiri.

"Keliru?"

"Gue pikir gue udah move on. Tapi ternyata belum sepenuhnya move on." Ucap Fajar. "Saat gue sama lo, gue sejenak bisa melupakan Dian. Karena itulah gue ngira gue udah move on. Tapi, waktu Dian mencoba bunuh diri...."

"Lo nyadar kalau lo belum sepenuhnya move on. Sadar kalau lo masih ada rasa sama dia?"

Fajar tersenyum. "Perasaan lo sendiri gimana?"

"Sebelumnya gue pikir bakalan sakit. Ternyata enggak." Ameera menggaruk tengkuknya.

"Itu mungkin karena hati lo udah berpindah tanpa disadari."

Ameera tertawa.

"Theo cowok baik, walaupun seringnya nyebelin dan kayak anak kecil. Yang gue tahu dia gak bakalan nyakitin ceweknya asal jangan dia disakitin duluan."

Ameera tersenyum lagi. Di raihnya tangan Fajar membuatnya berjengir dan refleks mundur.

"Gak usah takut." Ameera tertawa menyadari kekhawatiran Fajar saat ia menyentuh tangannya. "Gue gak takut lagi bersentuhan sekarang."

Fajar terlihat terkejut. "Berarti lo gak bakalan mukul orang lagi?"

Ameera mengangkat bahu. "Semoga aja."

***

Nah nah nah Ameera udah gak takut bersentuhan lagi!!

uwu uwu uwu


Terimakasih sudah membaca!!

Nantikan part selanjutnya Senin depan ya


Seperti yang gue bilang di atas, kalau Ra? bakalan tamat sampai minggu depan. Dan setelahnya gue bakalan pindak ke cerita baru gue yang judulnya Craziest Sweet Couple. Series kedua Sweet Seris setelah Ra?


Ada gak sih, temen, saudara, atau mungkin diri kalian sendiri yang takut ketemu sama orang-orang?

Gue seperti itu. Selalu ngurung diri di kamar karena takut ketemu manusia. Kegiatan rutin gue setiap hari pagi ke kantor, sore pulang, mendekam di kamar sampai matahari terbit, terus seperti itu setiap harinya. Gak ada interaksi sama orang luar sama sekali. Menurut kalian gue kenapa? anti sosial atau gimana? kalau iya, gue ngeri banget tahu gak.

Kalau ada yang tahu solusinya, gue harap ada yang kasih tahu.


Sampai jumpa Senin depan


Flower Flo

290219

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top