21. Serasa Kalah

Jangan lupa tinggalkan vote sama komentarnya yaa

Biar cerita ini tambah rame, bantu share ke temen-temennya yaa

makasih


"Gue cuma ngerasa kalah aja. Tahu dia belum move on dari mantannya. Serasa gue kalah telak sebelum sampai di medan perang."

***

"Fajar." gumam Ameera. Matanya membulat dengan seluruh tubuh mendadak kaku melihat Fajar berjalan menuju ke arahnya.

Bunga diam-diam melirik wajah Ameera lalu tertawa tertahan. Sedetik kemudian menangguk-angguk. Tahu sesuatu.

"Ameera kok lo ada di sini?" Fajar pun sama terkejutnya dengan Ameera. "Dari mana lo kenal..."

"Gue sama Ameera dulu tetanggaan sebelum pindah ke Amerika." Jawab Bunga.

Fajar meng-oh panjang lalu duduk begitu juga Ameera yang masih belum sadar dari keterkejutannya.

"Lo pake kostum apa sih?" Fajar menatap risi sepupunya.

"Ini burung cendrawasih. Gak tahu nama-nama burung lo." sinis Bunga.

"Kirain ayam jago."

"Ish!" Bunga melempari Fajar dengan kentang goreng. Lalu berdiri dan menunjukan bagian belakang kostumnya. "Lo gak lihat ekor kuning putih yang cantik ini? Emang ayam jago punya ekor seindah ini? Lo belajar biologi gak sih?"

"Sorry ya gue anak IPS. Jadi gak terlalu tahu biologi."

Ameera menahan tawa. Ternyata itu burung cendrawasih. Kostum nyentrik yang membuat perhatian semua orang mengarah pada mereka itu adalah kostum cendrawasih. Ameera pun sempat berpikir bahwa kostum yang Bunga kenakan adalah kostum ayam jago.

"Kenapa lo ketawa?" kali ini Ameera yang mendapat lemparan kentang goreng. "Nyangka kostum ini kostum ayam jago juga?"

Ameera mengangguk.

"Sialan."

"Kenapa kalian gak jadian aja sih." Perkataan Bunga langsung membuat Ameera membulatkan mata. Sudah pasti dia tahu bahwa orang yang dimaksud Ameera gebetannya itu adalah Fajar yang sama dengan Fajar ini. Reaksi Ameera sewaktu Fajar datang itu sudah menjelaskan semuanya.

"Udah kompak gitu." Bunga tersenyum jahil pada Ameera.

Ameera menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu.

***

"Kenapa tadi pulang gitu aja?" tanya Fajar.

Ameera berakhir satu mobil dengan Fajar setelah tadi mati-matian menolak dengan alasan ingin melepas kangen pada Bunga. Jika saja Bunga tadi bersikap kooperatif. Sudahlah.

"Gak kanapa-napa." Ameera menatap keluar jendela.

Padahal tadi ia berusaha untuk tidak bertemu Fajar lagi setelah mendengar apa yang Dian katakan.

"Kalau cewek bilang gak kenapa-napa artinya pasti sebaliknya."

"Beneran." ucap Ameera lebih tegas supaya meyakinkan.

"Dengan nada suara lo yang naik gue yakin pasti ada sesuatu."

Ameera berdecak. "Kenapa gak percaya sih?"

"Kenapa gak bilang juga sih kenapa?"

Ameera memutar bola mata. Fajar malah lebih ngotot.

"Sumpah beneran gak ada apa-apa."

"Kalau emang gak ada apa-apa kenapa lo bisa sama Kak Bunga bukannya pulang. Katanya disuruh pulang cepet."

"Karena tadi ketemu sama Kak Bunga makanya aku ikut dia. Udah lama gak ketemu juga."

"Lo bilang di SMS katanya mendesak."

"Lo mau jadi wartawan?"

Pertanyaan dari Ameera membuat Fajar menoleh. "Kenapa jadi nanya wartawan? Apa hubungannya?"

"Lo terus gali padahal gue udah bilang gak kenapa-kenapa."

"Karena gue ngerasa ada yang gak beres." Kekeuh Fajar. "Kalau lo emang disuruh pulang cepet, mau itu Kak Bunga atau siapapun pasti lo lebih milih pulang."

"Kenapa lo penasaran banget?"

Fajar menghela napas. Sampai suara helaannya dapat Ameera dengar. "Dian pasti bilang sesuatu kan sama lo?"

Ameera tertawa. Sekarang ia tahu kenapa Fajar begitu bersikeras memaksanya untuk menjawab. Karena Dian. Sepenting itukah Dian untuk Fajar?

Ah, Ameera lagi-lagi merasakan perasaan tak menyenangkan ini. Kenapa Dian selalu saja terselip diperbincangannya dengan Fajar?

"Takut mantan lo bilang yang macem-macem sama gue?" tanya Ameera dengan penekanan pada kata 'mantan'.

Fajar menoleh. Ekspresinya jelas menunjukan bahwa dia terkejut. Sudah pasti hal itu mempengaruhi Fajar.

Hening.

Cukup lama Fajar dan Ameera saling diam sampai tanpa sadar mobil silver tersebut sudah berhenti di depan gerbang rumahnya.

"Selama ini gue selalu heran kenapa nama Dian selalu terselip diantara pembicaraan antara gue sama lo." Ucap Ameera memecah keheningan diantara mereka. "Gue bertanya-tanya, sespesial apa Dian buat lo sampai lo gak berhenti bahas tentang dia, bela dia, dan benerin persepsi gue tentang Dian. Bahkan lo nyuruh gue buat gak benci sama dia. Sekarang gue dapet jawabannya. Lo pernah pacaran sama Dian dan lo belum bisa move on dari dia."

"Ra gue..."

"Makasih udah nganter gue pulang." Potong Ameera sebelum Fajar mengatakan sesuatu lantas turun dari mobil.

Ternyata Fajar mengikutinya turun. Tangan Ameera yang hendak membuka gerbang ditarik oleh Fajar.

BUKKK

Satu pukulan mendarat di rahang Fajar.

"Habisnya sih."

***

Sehari setelahnya Fajar tak satu kali pun muncul di hadapan Ameera, begitu juga hari-hari berikutnya. Sebenarnya Fajar datang ke kelasnya hanya saja Ameera yang menghindar. Ia marah pada diri sendiri karena tahu bahwa perasaan cowok itu masih ada untuk Dian, rivalnya, orang yang ia diamkan supaya sadar dan meminta maaf padanya.

Sekeresek jajanan jatuh di atas pahanya seolah jatuh dari langit. Ameera mendongak dan mendapati Theo tengah nyengir kemudian memutari bangku dan duduk di samping Ameera.

"Gue nyariin ke kelas ternyata lo di sini." Ujar Theo.

"Duta yang ngasih tahu sama lo gue di sini?" Ameera membuka bungkus pillow rasa ubi. "By the way makasih." Katanya sambil memakan sebiji pillow tersebut.

Theo mengangguk membenarkan bawa Duta lah yang memberitahukan keberadaannya pada Theo.

"Lo ada apa sama Fajar? Dari kemarin gue lihat lo selalu menghindar gitu. Ada masalah?"

"Gak tahu." Ameera sebisa mungkin tampak acuh tak acuh. "Gak tahu juga itu bisa disebut masalah atau bukan."

"Fajar cerita katanya lo diemin dia."

Ameera menghela napas. "Hm gak juga."

"Kenapa? Cerita dong sama gue." bujuk Theo sambil menaik turunkan alisnya.

"Gak tahu juga." Ameera mengangkat bahu. "Gue cuma ngerasa kalah aja. Tahu dia belum move on dari mantannya. Serasa gue kalah telak sebelum sampai di medan perang."

Theo terdiam beberapa detik. Terlihat jelas bahwa sebelumnya Theo tahu bahwa Fajar dan Dian pernah pacaran.

"Lo udah tahu?" tanya Ameera dan Theo menangguk kecil.

"Tapi, apa salahnya kalau Fajar pernah pacaran sama Dian. Toh itu masa lalu? Dan soal perasaan siapa yang tahu. Bisa aja detik ini perasaan Fajar ke Dian udah gak ada. Tuhan punya kehendak buat membolak-balik hati hambanya."

Ucapan Theo benar memang. Urusan perasaan tidak ada yang tahu. Tapi, apakah bisa semudah itu. Waktu satu tahun setengah pun Fajar belum bisa move on dari Dian. Jika memang detik ini juga perasaan Fajar berbalik padanya, apakah ada jaminan semenit bahkan sedetik berikutnya perasaan Fajar masih untuknya. Sekali lagi, Theo benar. Tidak ada yang tahu kehendak Tuhan. Termasuk kapan perasaan Fajar akan balik lagi pada Dian.

Hal itu membuat Ameera merasa sangat kecil.

"Mau nyerah?"

Ameera menoleh pada Theo.

"Tahu Fajar belum move on apa lo mau nyerah?" ulang Theo dengan pertanyaan yang lebih jelas.

Ameera termenung. "Gak tahu."

Ameera jujur. Perasaannya memang bercampur aduk. Tidak tahu harus seperti apa.

***


Ameera nyerah aja gak sih?


See U



250219

Flower flo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top