20. Kak Bunga
Oy oy oy!! Vote sama komennya jangan ketinggalan ya
Kalau suka sama cerita ini bantu share juga ke temen-temennya biar tambah rame
Uhuyyy happy reading!
"Setelah gue mengalami hal itu gue jadi sadar kalau semua yang ada di dunia ini gak ada artinya kalau kita gak sehat."
***
Tembok paling kokoh adalah kepercayaan. Sekaligus juga tembok yang jika runtuh sulit untuk dibangun kembali.
Akan ada banyak sekali hal yang terjadi di dunia ini yang terjadi pada diri sendiri atau pada orang lain yang tidak ingin dipercayai. Tidak ingin percaya tapi keadaan memaksa untuk percaya.
Ameera tidak ingin memaksa dirinya untuk percaya apa yang Dian katakan. Bahwa dia mantan pacar Fajar dan Fajar juga belum bisa move on dari Dian. Baiklah jika memang Dian dan Fajar pernah berada dalam satu hubungan bernama pacaran, Ameera tidak akan merasa sakit. Toh, semua orang punya masa lalu. Semua orang pasti pernah menjalin satu, dua, atau beberapa hubungan dengan lawan jenis sebelum bertemu orang baru.
Namun, yang membuat hatinya sedikit tersayat adalah bahwa Fajar belum bisa move on dari Dian. Ameera tidak ingin percaya. Tapi keadan seolah memaksanya untuk percaya hal tersebut. Bahwa Fajar sering membela Dian setiap kali ia mengeluh atau mengatakan sesuatu yang tidak disukainya dari Dian. Bahwa Fajar seolah orang yang paling tahu tentang Dian. Dan juga...bahwa Fajar yang tidak pernah mengatakan padanya bahwa dia pernah menjalin hubungan dengan Dian.
Bukan karena Ameera merasa bahwa hubungannya yang semakin dekat dengan Fajar mengharuskannya untuk tahu masa lalu Fajar, mantan pacar Fajar. Tetapi, kenapa harus ditutup-tutupi. Apakah sulit hanya mengatakan kalau Dian mantan pacarnya saat Ameera bilang bahwa Fajar selalu terlihat aneh setiap kali membela Dian.
Ameera rasa terlalu lama berada di tempat yang sama, di bawah atap yang sama dengan Dian dan Fajar tidak baik untuk kelangsungan hatinya. Maka dari itu Ameera beranjak diam-diam dari sana dan mengirim pesan singkat pada Fajar bahwa ia pulang duluan karena ada urusan mendadak.
Ameera menunggu di halte seberang SMA Budaya. Menatap langit yang sudah berwarna kejinggaan. Sudut bibirnya tertarik membuahkan senyum tipis. Terakhir ia menatap langit seperti ini sore itu selepas sesi hipnoterapi bersama Theo lalu Theo menghiburnya dengan membawa Ameera main di tomezone pribadinya. Bermain bersama Theo dan Grace waktu itu membuat Ameera merasa hangat saat membayangkannya.
Tunggu, kenapa selalu Theo yang muncul.
Suara klacson mobil yang berhenti tepat di hadapannya membuat Ameera tersadar dari lamunannya. VW kodok army yang di modifikasi dengan gaya off road bercampur militer atau apa gitu. Empat ban besar, dengan pintu belakang berteralis besi, serta bagian atas mobil dibuat semirip mungkin dengan tembakan pada tank baja. Intinya mobil ini tak jelas konsepnya seperti apa.
Bayangin aja, di atasnya ada tembakan ala tank-tank baja wkwk
Ameera mengernyit. Mencoba mengenali pemilik mobil yang baru saja menurunkan kaca mobil dan mengintipnya dari balik kacamata besar bersayap bulu-bulu putih di pinggirannya dan berlensa ungu. Penampilan orang itu juga aneh. Tidak, terlalu kasar menyebutnya aneh. Ameera menyebutnya nyentrik. Memakai kostum putih berbulu dengan paruh kuning di atas kepala. Entah itu ayam atau apa.
"Lo Ameera kan?" tanyanya tampak girang.
Ameera masih diam. Dari suaranya Ameera tahu orang berkostum nyentrik itu seorang perempuan.
Orang itu melepaskan kacamata bersayapnya. "Gue Bunga." katanya antusias.
Detik itu juga Ameera tersenyum.
"Kak Bunga."
Orang aneh yang sama yang tujuh tahun lalu menolongnya.
***
Semenjak masuk ke café ini Ameera sudah merasakan bahwa perhatian seluruh pengunjung café termasuk para pelayannya tertuju pada mereka. Sudah pasti. Kostum aneh yang dipakai Kak Bunga pasti menarik perhatian semua orang.
Ameera sangat risih namun mencoba mengabaikannya saat Kak Bunga menghampiri meja yang didudukinya sambil membawa senampan makanan..
"Apa kabar?" tanya Bunga sambil meletakan nampan itu di atas meja disusul dengan dirinya duduk di kursi yang berhadapan dengan Ameera.
"Baik." Ameera mencomot kentang goreng dan memakannya setelah mencocolkan pada saus tomat. "Kak Bunga juga apa kabar?"
Ameera tak pernah sekaku ini saat bertemu dengan orang lain. Apalagi ini adalah Bunga yang sama, tetangga satu kompleks yang dulu sering berangkat dan pulang bareng saat ia masih aktif latihan judo.
"Ya ampun Ra, santai aja ini gue Bunga bukan orang lain. Kaku banget kaya kanebo kering aja." Kak Bunga tertawa. Ameera pun ikut tertawa.
"Gimana sama Amerika kak?" tanya Ameera.
Dulu setelah kejadian itu, Kak Bunga stress berat sampai akhirnya seluruh keluarganya memutuskan untuk pindah ke Amerika.
"Ya gitu. Seru sih, tapi lebih seru disini." Ujarnya.
Ameera mengangguk-angguk. Rasanya canggung sekali bertemu orang yang sudah lama tidak bertemu dan tidak saling bertukar kabar.
"Gue denger lo punya phobia bersentuhan gitu ya?" tanya Kak Bunga seolah hal itu bukan sesuatu yang harus ia katakan hati-hati seperti saat orang lain bertanya padanya.
Ameera mengangguk. "Gue pernah matahin tangan orang yang nyentuh gue."
Kak Bunga tergelak. "Masa?"
"Dua orang yang pernah gue patahin, beberapa orang masuk rumah sakit dan dirawat inap, puluhan orang gue tabok sampe bengkak dua minggu, dan sisanya rusak dagangan orang lain."
Kak Bunga bertepuk tangan. "Hebat!"
Bunga mengulurkan tangannya penasaran. "Gue jadi penasaran gue bakalan kayak gimana kalau nyentuh lo."
Ameera memicing. "Intinya Kak Bunga gak bakalan selamat."
Bunga tertawa sambil menarik tangannya kembali.
"Terus gimana Kak Bunga,..." Ameera ragu untuk mengatakannya.
"Lo pasti mau nanya apa gue masih gila atau enggak kan?"
Ameera nyengir.
"Tenang aja, gue udah sembuh." Ujar Bunga. "Katanya." Imbuhnya terdengar tak yakin.
"Kok katanya?"
"Karena penyakit kejiwaan itu mmm...gimana ya sudah juga gue gambarinnya. Intinya penyakit kejiwaan itu gak bisa diprediksi...mmm apa sih istilahnya." Bunga kebingungan sendiri dengan apa yang akan dikatakannya.
"Intinya sekarang gue bisa aja dibilang sembuh besok..." Kak Bunga mengangkat bahu. "Gak ada yang tahu kapan kambuh lagi."
"Kak Bunga pasti menderita banget. Gue minta maaf, kalau bukan karena gue..."
"Plis jangan nyalahin diri lo lagi." Potong Bunga. "Justru gue bakalan lebih menderita kalau waktu itu gak dateng tepat waktu dan nyelamatin lo."
"Tapi Kak Bunga udah..."
"Bunuh orang?" Kak Bunga tersenyum. "Waktu itu keadaannya kacau banget. Segala sesuatu yang terjadi gak bisa diprediksi."
Ameera menunduk. Merasa bersalah sekali. "Gue minta maaf, maaf banget Kak."
"Stop deh nyalahin diri sendiri nya." Bunga merajuk.
"Tapi kan..."
"Udah deh. Lo mau lihat gak gimana gue pas masih gila?"
Ameera mengangkat alis.
Bunga mengeluarkan ponsel dari saku kostum ayamnya itu. Lalu menunjukan video yang baru diputar pada Ameera.
Ameera meringis melihat Bunga dalam video itu duduk meringkuk di sofa tunggal dengan rambut acak-acakan dan penampilannya kumal. Tak lama Bunga tertawa, lalu menangis, kemudian meraung-raung membuat beberapa orang harus memegangi tangannya.
Video lain berputar secara otomatis. Dimana didalam video itu Bunga sedang memukul-mukul guling menggunakan tongkat baseball. Sambil berteriak, "Rafi!! Mati!! Mati!! Rafi mati lo!!"
Video ketiga menampilkan Bunga yang bertengger di dahan pohon malam-malam sambil memakan setandan pisang yang ada dipangkuannya. Dengan penampilan yang acak-acakan mirip tarzan.
Video keempat menampilkan Bunga yang duduk merenung di teras rumah sambil menangis sesegukan.
Video berikutnya menampilkan Bunga yang ngamuk-ngamuk membanting barang-barang, beberapa orang berusaha menenangkannya namun kalah kuat oleh Bunga. Beberapa detik video itu menyorot pada Melani mamanya Bunga yang menangis sesegukan di sudut ruangan tak kuasa melihat anaknya. Tanpa sadar Ameera juga ikut meneteskan air mata.
Kemudian video-video berikutnya berputar memperlihatkan seperti apa keadaan Bunga sewaktu kejiwaannya tidak sehat. Ameera menangis sesegukan. Terbayangkan bagaimana pernderitaan Bunga dan keluarganya saat itu.
"Itu gue sengaja nyuruh kakak gue videoin. Karena gue pengen tahu gue kayak gimana kalau udah gak sadar." ujar Bunga sambil mengambil ponselnya dari tangan Ameera.
"Gue gak kebayang kalau gue jadi elo kayak gimana. Lo orang kuat kak."
"Justru lo yang kuat Ra." Kedua sudut bibir Bunga tertarik. "Gue emang gila tapi gue masih bisa kuat karena gue masih bisa dipeluk orang-orang yang gue sayang. Itu kekuatan yang paling utama sampai gue bisa sembuh. Tapi elo, walaupun lo gak gila tapi gue gak kebayang sebesar apa rasa bersalah lo, setakut apa elo, seputus asa apa, sesedih apa diri lo setelah lo lukain banyak orang. Lo gak bisa meluk Om Ilham, orang lain gak bisa meluk lo buat beri kekuatan. Justru mengharuskan lo terus berdiri tegak, memaksakan untuk kuat ditengah perasaan-perasaan itu. Setelah gue mengalami hal itu gue jadi sadar kalau semua yang ada di dunia ini gak ada artinya kalau kita gak sehat."
Bunga menghapus air mata di sudut matanya. "Udah lah, kok malah nangis-nangis kayak gini. Simpen dulu aja buat nanti lebaran."
Ameera tertawa mendengarnya. Bunga memang selalu bisa membuat situasi mencair kembali karena banyolannya. Dengan jemari-jemarinya menghapus air mata yang membasahi menuruni pipinya.
"Oh ya, tadi ngapain lo di depan SMA Budaya?" tanya Kak Bunga lalu menggigit burger double cheese miliknya.
"Tadinya nemenin temen tanding futsal disana. Tapi gara-gara ada sesuatu yang bikin muak yaudah gue pulang aja."
Bunga menatap Ameera jahil. "Temen?"
Ameera gelagapan. "I..iya temen. Emang apa lagi."
"Yakin temen?" mata Bunga memicing curiga.
"Gebetan sih."
"Tuh kan." Bunga menggebrak meja. "Ganteng gak? Siapa namanya?"
Ameera mengangguk sambil mengulum senyum. "Namanya Fajar. Dia ketua futsal di sekolah gue."
"Lain kali kenalin sama gue ya."
Ameera mengangguk. "Oh ya, Kak Bunga tinggal di mana sekarang? Udah berapa lama di Indonesia?"
"Daerah apa sih, lupa gue. Nanti gue kasih tahu deh kalau udah nanya ke mama soalnya baru tadi pagi juga gue nyampe sini."
"Gak cape? Baru nyampe langsung berkeliaran?"
"Daripada bantuin bebenah rumah." Bunga menaik turunkan alisnya.
Ameera tertawa. "Masih suka kabur kalau disuruh beresin rumah ternyata."
"Si Duta gimana kabarnya?" tanya Bunga.
Dulu di kompleks itu Ameera selalu mengikuti Bunga dan Duta selalu mengikuti Ameera. Sehingga pada akhirnya mereka berteman. Kak Bunga yang memang tak memiliki banyak teman karena keunikannya dibanding anak lain otomatis bergabung dengan Ameera yang entah kenapa malah menyukai keunikannya tersebut. Dan Duta...jangan tanya. Cowok gempal itu memang dari orok seperti anak ayam, selalu mengikuti kemanapun Ameera pergi.
"Makin gendut dia." Ucap Ameera membuat Bunga tertawa terbahak-bahak.
"Jadi kangen cubit pipinya yang mirip bakpau."
"Ngomong-ngomong Kak Bunga masih sama kayak dulu, unik."
"Unik apa aneh?"
"Aneh." Ameera nyengir. "Tapi, justru ini yang gue suka dari kakak. Gak malu disebut aneh, percaya diri dan selalu tampil apa adanya."
Bunga mengintip ponselnya yang bergetar. Diambilnya lalu mengotak-atiknya beberapa detik. "Sepupu gue katanya mau kesini. Gapapa kan dia gabung?"
"Sepupu?"
Bunga mengangguk. "Itu dia orangnya!" seru Bunga sambil menunjuk ke arah pintu masuk.
Ameera memutar tubuh dan tanpa sadar berdiri begitu melihat cowok seumurannya yang sangat ia kenal. Cowok yang memakai jaket bomber merah yang saat ini berjalan menuju ke arahnya.
"Fajar." Gumamnya.
***
OMG!! Masa Fajar sepupu Bunga?
Gimana part ini menurut kalian?
Ig: iistazkiati
Sampai jumpa hari Senin!
220119
Flower flo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top