13. Senyum
Puter lagu di mulmed ya
Mood gue lagi baik nih, makanya gue update hari ini. Biasanya kan Jumat.
Vote sama komentarnya jangan lupa supaya mood gue baik terus ;)
"Lo suka yah sama Ameera?"
***
"Permisi bu."
Seseorang membuka pintu kelas lebar-lebar. Bu Nelia yang sedang menulis beberapa soal di papan tulis menoleh, begitu juga dengan penghuni kelas yang lain.
"Dari mana Dian?" tanya Bu Nelia.
"Dari UKS bu." Jawab Dian. "Boleh saya masuk?"
Bu Nelia mengangguk memberi izin pada Dian untuk masuk setelah melewatkan satu jam pelajarannya.
Ameera memperhatikan saat Dian melangkah menuju bangkunya. Diam-diam Ameera mengeluarkan ponsel dari kolong meja dan melihat jam. Dian menghabiskan waktu di UKS hampir dua jam. Apa yang dia lakukan dengan Theo di sana?
Menghela napas. Kenapa ia sangat tidak suka memikirkan bahwa Dian bersama Theo. Bukan, bukan Ameera tidak suka. Ia pikir...ia merasa khawatir. Ya. Khawatir.
Khawatir kalau-kalau Theo tertipu dengan muka manisnya.
Jangan sampai ada orang lain lagi yang manusia itu khianati.
"Kenapa?" Andini memutar tubuhnya menghadap ke belakang.
Ameera diam, tidak mengerti maksud dari pertanyaan Andini itu seperti apa.
Andini menghela napas. "Kenapa lo sampai segitunya lihatin Dian? Cemburu dia berduaan sama Theo di UKS?"
Sumpah, Ameera tidak mengerti kenapa Andini bisa berpikiran seperti itu.
"Tenang aja," Ami menghentikan kegiatannya dan menoleh ke belakang. "Theo gak bakalan suka sama cewek macem itu."
Disini Ameera hanya diam. Menarik sudut bibirnya membentuk garis lurus dengan muka yang seolah mengatakan, "Plis, gue sama sekali gak peduli."
Ami melirik sebal pada Dian, "Gak waras aja kalau sampai Theo suka sama orang itu."
"Lo cemburu? Masih ada rasa sama mantan?" sinis Andini.
Mengabaikan Andini dan Ami yang sedang berdebat tentang mantan, Ameera memergoki Dian yang sedang senyum-senyum sendiri.
***
"Ra!" seru seorang pria dengan kening berplester dari jarak lima meter. Seperti biasa memanggil dengan suara keras sambil melambaikan tangan.
Yang Ameera sayangkan adalah kenapa Theo selalu menanggilnya sekeras itu. Padahal ia tidak tuli sama sekali. Di panggil dengan suara yang biasa saja ia pasti mendengarnya.
"Mau kemana?" tanya Theo setelah mereka berhadap-hadapan.
Entah hanya perasaan Ameera saja, Theo terlihat lain. Terlihat bahagia sekali. Apa karena Dian?
"Gak tahu." Ameera mengangkat bahu. "Tadinya mau ke kantin, tapi tiba-tiba males."
Theo mengangguk-angguk. "Si Duta sampo lain itu mana? Tumben gak ngintilin elo?" tanyanya sambil celingak-celinguk tak jelas.
"Ngapain lo?"
"Nyari Duta, takut-takutnya dia tergeletak dimana gitu."
Ameera mencebik. "Tenang aja, udah sebulan ini gue puasa mukul orang."
Theo bertepuk tangan.
"Ngapain tepuk tangan?"
"Gue terkesan sama prestasi lo sebulan ini." Jawab Theo disertai cengiran. Ameera geleng-geleng kepala lalu berjalan meninggalkan theo.
"Dian temen sekelas lo yah?"
Ameera menghentikan langkahnya. Memutar tubuh 180 derajat menatap Theo yang tertinggal beberapa meter darinya.
Theo melangkah mendekat. Mempersempit jarak antara dirinya dan Ameera. Wajahnya terlihat sangat penasaran. "Dian orangnya yang mana sih?"
"Dian?" Ameera mendengus.
"Iya, dia bilang namanya Dian. Orangnya yang mana sih?"
Sumpah, dari kemarin mendengar orang lain membicarakan orang itu membuat Ameera kesal. Seperti tidak ada orang penting lain lagi yang jadi bahan perbincangan.
Oh ya, satu hal yang harus kalian tahu. Bahwa sejak insiden kemarin, saat Dian membeberkan pada teman sekelas tentang hubungan yang pernah dijalani Ami dan Theo, suasana kelas menjadi sangat aneh. Tiba-tiba saja kelas terbagi menjadi dua kubu yang sama-sama merasa bahwa dirinya tidak salah. Satu kubu yang memihak pada Ami dan kubu lainnya memihak pada Dian. Suasana kelas hari ini pun lebih mirip seperti situasi saat perang dingin. Dimana tidak tahu apa yang akan terjadi. Apakah gencatan senjata? Apakah saling serang diam-diam? Yang pasti, situasi seperti itu menuntut semua orang untuk tetap waspada.
Semua itu karena Dian. Bukan Ameera menyalahkan Dian. Tapi karena memang Dian yang salah dan tidak mau mengakui bahwa dirinya salah. Situasi kelas yang terpecah seperti itu membuat Ameera semakin tak suka pada Dian. Semakin menyesal sudah member label teman baik padanya.
Dan kenapa juga sekarang Theo menanyakan Dian? Saat seluruh indra Ameera sensitif sekali dengan nama itu.
"Kok lo gak jawab sih? Lo gak deket yah sama Dian?"
"Emang kenapa sih?" Ameera ngegas. Membuat Theo yang sebelumnya kalem-kalem saja melompat kesamping sambil memegangi dadanya.
"Kok lo marah?" Theo mengerjap, mengumpulkan nyawanya yang barusan melayang sebagian. "Gue nanya baik-baik lho."
Ameera menghela napas lalu menghembuskannya melalui mulut. Sudut bibirnya tertarik, kemudian dengan nada lemah lembut ia bertanya, "Emang kenapa? Kenapa lo nanyain Dian? Suka sama dia? Pengen kenalan? Pengen tahu kontaknya? Tapi gimana ya, udah lama gue blokir semua kontak dia. Mungkin lo bisa nanya ke anak IPA 1 yang lain."
Theo mengerjap dengan intensitas cepat. "Ra, jujur. Lo yang bersikap manis kayak barusan lebih nakutin daripada lo ngamuk-ngamuk dan banting anak Bumi Nusantara satu-satu."
"Ya terus kenapa lo nanyain Di....orang itu? Iya, dia temen sekelas gue. Tapi karena sesuatu gue gak akrab lagi sama dia." ujar Ameera dengan nada malas. Bahkan menyebut nama cewek itu pun ia rasa haram bagi mulutnya.
"Kenapa?" Theo memiringkan wajahnya. Nyengir lebar. "Gue boleh tahu gak kenapa lo gak akrab lagi sama Dian?"
Ameera tersenyum lebar, namun terlihat jelas dipaksakan. "Yo, Gue boleh tahu gak kenapa lo kepo banget sama urusan orang lain? Kenapa lo gak bilang aja kenapa lo tiba-tiba nanyain orang itu?"
Theo mengeluarkan ponsel dari saku celana abunya. Mengotak-atiknya sejenak lalu menunjukan room chat whatsapp dari nomor yang belum Theo simpan.
0856-4820-xxxx
Hai,
Gue Dian
Temen sekelasnya Ameera
Lo Theo kan?
Oh hai Dian
Iya gue Theo
Ada apa?
Dan masih banyak lagi isi chat antara Dian dan Theo sejak semalam. Ameera malas menscroll karena memang tidak penting juga buat dirinya tahu.
"Dia cantik gak?" tanya Theo antusias.
Ameera memutar bola mata. Tepat lima meter belakang Theo orang yang sedang dibicarakan muncul. Membawa setumpuk buku catatan yang Ameera tebak pasti dari ruang guru. Iya kan anak itu seperti itu. Kerjaannya setiap hari bolak-balik ruang guru.
"Lihat aja sendiri." Ameera melipat tangan di depan dada.
"Hai Theo!" sapa Dian ramah. Tangan kirinya yang bebas menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.
Theo berbalik kembali menatap Ameera. "Jadi dia yang namanya Dian?"
Ameera menangguk malas.
"Cantik."
Ameera mendengus. Dasar cowok, lihat yang bening saja langsung antusias.
"Gue pergi."
"Kok pergi?" alis Theo saling bertautan. "Kenapa tiba-tiba lo..."
Belum sempat Theo menyelesaikan kalimatnya Dian sudah berada di sampingnya. Menatap Theo dengan senyum lebar yang menampilkan lesung pipi cewek itu. Ameera melihat dengan jelas bagaimana tatapan takjub Theo melihat Dian.
"Lo kan yang kemarin nungguin gue di UKS?" Theo menunjuk Dian. Menampakkan wajah tak percaya. Membekap mulutnya. Matanya berbinar.
"Iya gue." jawab Dian malu-malu.
Ameera lagi-lagi memutar bola mata. Ia rasa tidak ada lagi tempat untuk dirinya berada di sana. Namun entah kenapa alih-alih pergi dari sana, Ameera malah diam saja sambil memperhatikan interaksi antara dua manusia itu. Tiba-tiba merasa bodoh karena dengan diam di sana Ameera malah terjebak pada perasaan tidak senang yang entah kenapa muncul dan karena alasan apa. Yang jelas, ia tidak suka dengan Theo yang tampak sangat senang berbicara dengan Dian.
"Jadi dari mana lo tahu nomor gue?" tanya Theo.
"Gue tanya sama Fajar." Ujar Dian.
Fajar? Ameera mengernyit. Sejak kapan Dian mengenal Fajar. Kenapa ia tidak tahu kalau Dian mengenal Fajar.
"Lo kenal Fajar?"
"Dia temen SD gue."
Kenapa saat mendengar Dian mengatakan bahwa Fajar teman SD-nya, Ameera seperti tidak percaya?
"Ameera." Entah sejak kapan cowok ini sudah berada disamping Ameera.
"Fajar!" seru Ameera senang.
"Nanti pulang sekolah jadi kan?" tanya Fajar kembali mengingatkan Ameera. Jika dihitung mungkin sudah yang ke sepuluh kalinya selama satu hari ini Fajar mengingatkan hal yang sama.
Ameera mengangguk sambil mengulum senyum. "Jadi."
Fajar melirik pada Dian dan Theo yang menghentikan pembicaraan karena kehadirannya. "Lo lagi sibuk sama mereka berdua ya?"
"Enggak kok." Ameera melirik sebal pada Theo. "Dari tadi gue gak diajak ngorol."
"Ikut gue yuk." Fajar hampir saja menyentuh tangan Ameera jika saja Ameera tidak gesit mundur. Fajar salah tingkah sendiri, hampir lupa dengan pantangan itu. "Gue mau ngasih tahu lo apa aja yang musti lo lakuin nanti. Itu juga kalau lo gak sibuk."
"Gue gak sibuk kok." sahut Ameera cepat. Melirik Theo lalu berdecih.
"Theo, Dian, gue sama Ameera pergi dulu ya. Kalian lanjutin lagi ngobrolnya." pamit Fajar.
"Ra," panggil Theo ragu-ragu.
Ameera yang baru melangkah satu langkah menoleh.
"Nanti malem gue telpon yah?"
Ameera tersenyum. Mengacungkan jempol sebelum berlari kecil untuk mengejar Fajar yang sudah lebih dulu pergi.
Dan sekarang, di tempat ini hanya menyisakan Theo dan Dian saja. Dian memperhatikan saat mata Theo tak lepas memandangi punggung Ameera yang semakin menjauh. Dian juga menangkap senyum hambar yang terukit di bibir cowok itu.
"Jadi sampai mana tadi?" tanya Theo sambil menoleh pada Dian.
Dian diam.
Theo keheranan melihatnya.
"Kenapa?"
"Lo sering telponan yah sama Ameera?" tanya Dian pelan. Terdengar terluka.
"Setiap malem." jawab Theo riang. Menunduk lalu mengulum senyum. Sedetik kemudian ia mendongak, menatap Dian dengan sisa senyum di bibirnya. "Kenapa?"
"Cara lo sekarang senyum..." Dian menjeda perkataannya. Menatap Theo dengan tatapan terluka. "Lo suka yah sama Ameera?"
Tiba-tiba saja senyum Theo memudar. Menghela napas. Menatap ke arah kepergian Ameera sebelumnya.
"Suka yah sama dia?" tanya Dian lagi.
Theo kembali mengarahkan tatapannya pada Dian. Perlahan-lahan sudut bibirnya tertarik.
***
Nah lho... Tanda-tanda....tanda-tanda....
280119
Flower flo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top