32. HELLO MAHRAM

Ketulusan cinta dan kasih sayang tidak dapat dilihat atau didengar, tetapi hanya bisa dirasakan dengan hati.

"Uhm, dimana aku?" Rara membuka mata perlahan, membiarkan cahaya masuk kedalam kornea matanya. Ia memperhatikan sekitar terkesan asing baginya. Dilihatnya Nandha, sang ibu yang tengah berdiri menggenggam erat tangan Rara dengan wajah yang lelah.

"Kamu dirumah sakit, Ra" kata Nandha, ibu Rara lembut seraya mengelus pelan kepala Rara.

Mata Rara langsung terbelalak saat mendengar kata rumah sakit, ia langsung terpikir Rasyid. Segera ia bangun dan berjalan menuju kamar Rasyid. Langkahnya memang tidak selincah tadi siang, tapi tidak ada yang bisa menghalanginya bertemu sang pujaan hati yang masih tertidur pulas di alam mimpi.

Tidak butuh waktu lama, Rara sudah berada didepan kamar Rasyid. Terlihat Fatimah dan Hartanto yang sudah berada didalam ruangan. Rara mengetuk pintu kamar Rasyid.

"Assalamu'alaikum" kata Rara lirih, matanya menatap kedalam ruangan rumah sakit.

"Wa'alaikumus salam" jawab keduanya.

Rara memasukki kamar sambil mencincing rok berwarna putih yang ia kenakan. Didekatinya tubuh Rasyid yang masih tidak bergerak. Fatimah dan Hartanto langsung meninggalkan Rara sendirian di kamar bersama Rasyid.

Tidak bisa disembunyikan lagi. Hatinya hancur berkeping-keping melihat prianya tertidur pulas dengan alat bantu pernapasan yang dipasang dihidungnya. Ia memegang lengan kekar Rasyid dan menanggis sejadi-jadinya.

"Maaf" kata Rara lirih.

"Maafkan aku Rasyid. Jika aku tidak menelfonmu tadi, pasti, pasti kamu tidak akan mengalami kecelakaan"ucap  Rara segukan, ia menanggis dihadapan Rasyid yang terdiam tanpa gerak sama sekali.

"Dan seharusnya ini jadi hari bahagia kita, Rasyid" Rara tertunduk lesu sambil memegang pakaian pengatin yang belum ia lepas dari tadi. Pipinya sudah basah karena air mata yang mengalir deras.

Kedua orang yang memperhatikan Rara berbicara dengan Rasyid juga ikut menanggis .

Seandainya waktu bisa diputar pasti Rara tidak akan melakukan hal yang membuat Rasyid celaka.
⏪⏩

Ini sudah selama seminggu Rasyid terbaring di ranjang dan sudah selama seminggu pula Rara setia menunggu Rasyid sadar dari alam mimpinya yang indah.

Kali ini Rara menemani Rasyid sambil memasangkan earphone ditelinga Rasyid dan mulai memaikan murotal Qur'an yang Rasyid baca untuk dirinya. Ya ini adalah ipod hadiah dari Rasyid yang ia berikan pada Rara saat Rara pergi ke Amerika.

"Kamu dengerin murotal ya Rasyid, agar hafalan Qur'an mu tidak hilang". Rara tersenyum indah pada Rasyid yang masih terbaring dikasur.

Rara membuka Qur'an dan mulai membacanya. Ayat demi ayat ia baca dengan khidmat dan jantungnya selalu bergetar tiap kali ia membaca kitab suci ini. Sebuah kesyukuran Rara dapat membacaka ayat Qur'an untuk Rasyid.

Terasa ada yang bergerak, Rara langsung melihat kearah Rasyid. Ternyata Rasyid sudah membuka matanya walau belum sadar sepenuhnya. Rara langsung mencopot earphone dan memencet tombol merah yang berada di atas kasur Rasyid.

"Ra... Rara.." panggil Rasyid pelan. Suaranya masih serak parau.

Gadis disampingnya menatap berbinar-binar melihat Rasyid yang sudah membuka matanya perlahan. "Ini aku Rara. Alhamdulillah kamu sudah sadar" Rara meneteskan air mata senang melihat Rasyid yang sudah sadar dari komanya.

"Aku panggil dokter dulu Rasyid" ucap gadis berkerudung itu sambil menyeka air mata yang membasahi pipinya, kemudian Rara bangkit dari tempat duduknya.

Ia mulai melangkahkan kakinya, namun langkahnya terhenti karena tangan Rasyid menarik lengan bajunya.

"Kamu disini saja temani aku" kata Rasyid nyaris berbisik.

Rara tidak bisa menolak permintaan Rasyid, apalagi beberapa akhir ini ia tidak melihat mata coklat Rasyid yang memikat.

Ia mengganguk dan duduk ditempatnya semula. Ia menundukkan pandangannya dan diam seribu kata. Tangan besar Rasyid berada didepan wajahnya. Rara menatap bingung Rasyid, sepertinya ia ingin sesuatu.

"Kita dengerin murotal lagi ya. Agar hafalannya nggak hilang"

Rara mengangguk dan tidak menyadari air matanya sedari tadi menetes karena ucapan Rasyid. Jadi selama ini Rasyid mendengarkannya walau ia tidak merespon, tapi setidaknya ia mau mendengarkan keluhan Rara.

"Iya"  jawab Rara pelan dengan semu di pipinya.

Rara memberikan salah satu bagian earphonenya dan ia sematkan ditelinga Rasyid. Mulut keduanya membuka dan menutup mengikuti alunan Qur'an yang menghiasi gendang telinga. Terkadang Rara tersenyum melihat Rasyid yang salah membaca ayat di Qur'an.

Tiba-tiba dokter dan dua orang perawat masuk kedalam dan mulai mengecek keadaan Rasyid. Rara berdiri disisi lain kasur Rasyid, dilihatnya dokter melepas semua peralatan pernapasan yang terpasang. Hanya tinggal infus yang masih terpasang di lengan Rasyid. Fatimah berlari dan langsung memeluk erat abangnya yang sudah selama seminggu koma. Ia menanggis sejadi jadinya dalam dekapan Rasyid yang masih lemas.

"Bang Rasyid kok jahat banget, buat Fatimah cemas" rengek Fatimah dengan menyeka air matanya.

"Maaf ya Fatimah. Bang Rasyid nggak akan buat kamu cemas lagi" ucap Rasyid lembut.

Rasyid mengelus pelan punggung Fatimah. Dokter dan dua perawat tersebut keluar sambil membawa peralatan pernapasan. Sekarang tinggal ayah Rasyid, Dinda, ibu Rara, ayah Rara, dan Rara yang masih melihat kemesraan kedua saudara itu. Rasyid melepaskan pelukan secara perlahan. Kemudian ia menatapku.

"Maafkan saya Ra. Saya membuatmu menunggu,seharusnya seminggu yang lalu kita menikah" kata Rasyid dengan suara yang masih lemah.

"Nggak masalah Rasyid, yang penting kamu udah sembuh dan kurasa itu cukup. Allah pasti sudah merencanakan ini didalam lauh mahfudzNya"

Keadaan hening seketika. Rasyid memberikan kode pada Fatimah untuk mendekatkan Rara kehadapannya, tanpa aba-aba Fatimah mendorong maju Rara sampai kehadapan Rasyid. Keduanya sekarang berhadapan, Rara tetap menundukkan pandangannya.

"Ra" panggil Rasyid.

Rara mengangkat wajahnya dan mulai mendengarkan Rasyid.

"Saya ingin kita menikah besok"

Mata Rara kini membulat hampir copot, tidak percaya dengan perkataan Rasyid.

"Jangan dipaksa, kamu belum sembuh total. Aku pasti tunggu kamu kok sampe sembuh. Calm Rasyid" kata Rara meyakinkan Rasyid.

"Saya tidak ingin menunda perintah Allah yang satu ini dan saya tidak main-main dengan perkataan saya. Abi setujukan dengan permintaan Rasyid?"

Hartanto mengangguk setuju. Rara melihat kearah kedua orang tuanya, dilihatnya kedua orang tuanya yang setuju dengan perkataan Rasyid. Ada senyum yang merekah dibibir berwarna merah Rara. Kini tidak ada yang menghalangi keduanya, termasuk kesehatan Rasyid.

"Baiklah kalau begitu besok akan diadakan pernikahan disini. Tidak perlu yang megah, yang terpenting adalah kalian telah menunaikan tugas dari Allah dengan ikhlas"

⏪⏩
Keesokan harinya

Dinding berwarna putih yang membuat kesan damai didalam ruangan rumah sakit membuat tenang setiap orang yang berada didalamnya. Detik jam berbunyi menunjukkan waktu yang telah terlewatkan. Seorang pria berbaju putih dengan peci yang menutupi kepalanya tengah duduk berhadapan dengan seorang pria paruh bawa berjas hitam. Rasyid mengulurkan tangannya ke penghulu sambil tersenyum.

"Saya terima nikahnya Adora Listiana binti Farkhan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang sejumlah dua puluh juta dibayar tunai"

"Sah para saksi?"

"SAH"

Rasyid mengusap wajahnya dan pandangannya teralihkan dengan kedatangan seorang gadis yang memakai baju putih bak bidadari surga. Gadis itu duduk disamping Rasyid yang menggunakan kursi roda. Rara mencium lembut punggung tangan suaminya begitu juga Rasyid yang mencium kening istrinya. Rara langsung memeluk Rasyid dan meneteskan air matanya karena bahagia.

"Udah dong sayang jangan nangis. Ini hari bahagia kita harusnya kita senang. Terima kasih ya Allah engkau telah memberikan seorang pendamping hidup yang sangat setia padaku" goda Rasyid pada istrinya.

"Ih apaan sih" Rara memukul pelan dada Rasyid.

Keduanya saling menatap dan tidak ada lagi yang membatasi kedua bola mata itu. Tidak bisa Rara bayangkan mata Rasyid lebih indah dari sebelumnya.

Walau berada didalam sebuah ruangan di kamar rumah sakit pernikahan berjalan begitu khidmat dan dipenuhi kebahagiaan, tak lupa kadang terdengar tawa dari para saksi yang melihat tingkah lucu dari kedua pasangan yang baru menikah.

Ketika masalah tampak rumit dan mustahil ada jalan keluarnya, disitulah Tuhan menyuruh kita untuk terus mencari solusi, karena Ia tahu tinggal beberapa langkah lagi kita akan menemukannya.

Dan nikmat tuhanMu manakah yang telah engkau dustakan?

.
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top