28. INI BUKAN AKHIR
Cinta sejati adalah melepaskan. Lepaskan dia jauh-jauh, maka kalau memang berjodoh, skenario menakjubkan akan terjadi.
Ramadhan sudah lewat. Kewajiban puasa bagi umat muslim telah gugur, namun masih ada puasa sunnah yang harus dijalankan.
Rara berada di ruangan pak kyai bersama bu Ayu sekarang. Ia ingin minta ijin pergi bersama Rasyid, namun ditolak oleh pak kyai.
"Saya mohon pak kyai. Satu kali saja" kata Rara memasang wajah Puppy Facenya.
"Tidak boleh, kamu dan Rasyid bukan mahram dan jika wanita bersafar atau bepergian dengan yang orang yang bukan mahramnya itu DOSA" pak Kyai menekankan kata "dosa"agar Rara sadar jika perbuatan yang akan ia lakukan termasuk dosa.
"Yah pak kyai nggak asik. Demi orang tercinta pak, jangan bilang kalo pak kyai nggak pernah jatuh cinta?" Rara sekarang menggoda pak kyai dengan memicingkan mata dan menunjuk malu kearah pak kyai.
"Setiap orang pernah jatuh cinta, Ra. Itu fitrah" bela pak kyai.
"La itu udah tau. Please Mr. Kyai sekali aja" Rara benar-benar memohon pada pak kyai.
Rara memaksa pak kyai mengijinkannya pergi bersama Rasyid. Pak kyai tidak habis pikir, kenapa Rara ingin pergi bersama Rasyid yang bukan mahramnya. Ternyata setelah dijelaskan oleh Rara kenapa ia mengajak pergi Rasyid, akhirnya pak kyai mensetujui permintaan setengah hati. Ia hanya meminta ampunan pada Allah karena telah mengijinkan dua santrinya pergi berdua. Apalagi mereka bukan mahram.
⏪⏩
Rasyid berjalan menuju gerbang. Didapatinya Rara berdiri menunggunya . Senyum dari gadis berkerudung biru itu mengembang setelah melihat sosok yang ia tunggu. Segera mereka berdua menundukkan kepala. Memang tidak bisa dibohongi, waktu tidak bisa memisahkan kedua insan yang saling jatuh cinta. Rasyid mendekati Rara.
"Assalamu'alaikum Ra"
"Wa'alaikumus salam Rasyid"
"Kata pak kyai kamu mencari saya, ada apa?" Rasyid heran dengan perintah pak kyai yang ini. Pak kyai mengijinkannya bertemu dengan gadis berkerudung biru yang ada didepannya.
"Lo belum dikasih tau sama pak kyai, kenapa gue ketemu sama lo?" Rara kaget mendengar pertanyaan Rasyid yang terdengar polos.
Rasyid menggelengkan kepala dengan polosnya. Rara terkekeh melihat perilaku pemuda berbaju koko yang satu ini. Ini orang emang polos apa gimana sih? Gemesin banget. Batin Rara.
"Oh gitu ya. Yaudah langsung cabut aja" Rara berjalan mendahului Rasyid yang masih sejak tadi berdiri menatap Rara heran.
Rara yang menyadari Rasyid tidak mengikutinya langsung berhenti dan membalikkan badannya. Ia berjalan mendekati Rasyid yang masih bingung.
"Kok lo diem aja. Kita jadi pergikan?"
"Hah, pergi? Mau pergi kemana? Memang kamu sudah ijin ke pak kyai? Kamukan bukan mahramku, memang boleh?" Rasyid mengajukan banyak sekali pertanyaan yang membuat Rara memijit pelan darinya pusing karenap pertanyaan Rasyis yang beruntun.
"Hadeh. Gue harus jawab yang mana dulu? Pusing gue jawab pertanyaan lo yang kayak kereta api yang nggak ada jedanya" celoteh Rara.
Rasyid tertawa kecil, kemudian mengherdikkan bahunya.
"Gue jawab satu-satu deh. Iya kita pergi. Gue nggak tau kita mau pergi kemana, tapi gue baru dapet ide pergi kemana. Gue udah ijin sama pak kyai, makanya lo disuruh nemuin gue disini. Iya sih kita bukan mahram, tapi nggak ada alesan buat kita bertemu. Emang salah?" Rara menaikkan salah satu alisnya.
Rara berbalik kebelakang dan mengayunkan tangannya kearah Rasyid agar mengikutinya dari belakang. Tapi Rasyid belum mau menggerakkan tubuhnya dari tempatnya semula. Rara semakin geram dengan sikap Rasyid yang terlalu taat perintah. Ia memutarkan matanya dan berkacak pinggang.
"Lo mau pergi sama gue nggak?" Teriak Rara dari tempatnya.
Rasyid tersentak dan segera memasukkan lagi barang yang sempat ia keluarkan dari saku celananya. Ia melangkahkan kakinya menuju Rara yang wajahnya sudah dipenuhi amarah karena Rasyid tidak mengikuti kemauan gadis berjilbab itu. Keduanya berjalan berpisah, Rara berjalan didepan dan Rasyid dibelakang. Mereka berdua menunggu bus dihalte dekat pondok. Rara duduk dibangku yang kosong, dilihatnya Rasyid yang masih setia berdiri menunggu bis.
"Lo nggak capek berdiri mulu? Duduk sebelah gue, gih". Rara menepuk bangku sebelah yang kosong.
"Enggak. Saya berdiri saja"
Dasar keras kepala
Rara memutar bola matanya tak lupa memanyunkan bibirnya sambil bergumam sendiri. Rasyid melirik gadis yang duduk disampingnya, tawa muncul dari pria itu. Kemudian matanya terfokus pada bis yang datang kearahnya. Tanpa aba-aba keduanya memasukki bis.
Keadaan bis memang tidak separah kemarin saat mereka berdua pergi kerumah Rasyid, ini terlihat lebih lenggang. Rara duduk didekat jendela, agar ia bisa melihat jalanan kota yang lama ia tidak lihat. Dipondok bagaikan orang yang terasing, tidak boleh pergi kemana-mana tanpa ijin. Mungkin ini salah satu kesempatannya untuk pergi berjalan-jalan, terlebih lagi bersama Rasyid.
Rara duduk dibangku yang kosong, sedangkan Rasyid berdiri menatap keluar jendela. Rasyid menikmati pemandangan indah diluar jendela, tanpa memperhatikan Rara yang sedari tadi menatapnya.
"Ehm, Ra, kita mau kemana?" tanya Rasyid yang membuat Rara menundukkan pandangannya.
"Mungkin ketaman aja, gue nggak tau tempat bagus disini" ucap Rara gugup.
Rasyid mangut-mangut. Ia nampak berpikir sehingga terlihat kerutan didahinya. "Bagaimana jika kita pergi ke perpustakaan, kamu suka buku 'kan?" tanya Rasyid.
Mata Rara berbinar mendengar ide cemerlang Rasyid. "Boleh juga, asalkan ada lo, gue oke, oke aja" goda Rara dengan tersenyum miring.
"Ada-ada saja kamu" Rasyid menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan Rara yang selalu menggodanya hingga ia salting tingkat dewa.
"Tapi lo suka 'kan pergi sama gue?" goda Rara sekali lagi, yang berakibat Rasyid salah tingkah.
"Iya" jawab Rasyid jelas.
Rona pipinya sudah berubah menjadi merah padam karena ucapan Rasyid. Tidak lama mereka turun didepan sebuah gedung bertingkat yang mereka tuju. Keduanya berjalan memasukki gedung tersebut.
Dilantai pertama terdapat beberapa ruangan untuk bermain anak, beberapa buku bacaan anak, dan tempat pendaftaran anggota perpustakaan. Dilantai dua baru terdapat jejeran rak buku yang rapi. Rara berjalan menuju ruangan yang terdapat banyak buku itu. Pandanganya tidak bisa lepas dari buku yang tertata rapi, ia mengambil buku islami. Sedangkan Rasyid sudah tenggelam dalam buku filosofi islam. Mereka duduk bersebrangan.
Rara dan Rasyid tenggelam dalam buku yang ada didepan mereka. 20 menit, 30 menit, sampai 1 jam, mereka tetap fokus pada bukunya.
Rara melirik Rasyid yang sedang fokus pada bukunya. "Rasyid" panggil Rara.
Rasyid mendongakkan kepalanya, namun ia tidak menatap Rara. "Ya?"
Rara diam sesaat memikirkan pertanyaan yang ingin ia sampaikan. "Nggak jadi deh, cuma ngetes telinga lo masih berfungsi apa nggak" celetuk Rara.
Terdengar tawa kecil yang keluar dari bibir Rasyid. "Terserah kamu, telinga saya masih berfungsi dengan baik". Rasyid kembali fokus pada bukunya.
Rara membuka random halaman bukunya, entah hal apa yang membuatnya malas membaca buku kali ini. "Rasyid, gue males baca buku. Udahan aja ya?" tawar Rara pada lawan bicaranya.
"Kok tumben nggak betah baca buku" tanya Rasyid curiga.
Rara mengangkat bahunya, tidak tau. "Gue juga nggak tau, mungkin mood gue lagi nggak bagus" ucap Rara lemas.
"Yasudah, kamu maunya kemana?"
"Ehm.." Rara menaikkan bola matanya, berpikir. "Gue pingin pergi ketempat yang ramai, diskotik mungkin?" Ucap Rara asal.
Ia tidak melihat efek dari ucapannya tersebut. Rasyid ketakutan setelah Rara berkata seperti itu, ia tidak ingin Rara jatuh kelubang yang sama sebanyak dua kali.
Rara terkekeh melihat ekspresi Rasyid karena mendengar ucapan asalnya. "Jangan dipikir serius kali, Syid. Gue bercanda, udah yuk cabut dari sini" Rara bangkit dari tempat duduknya, diikuti Rasyid.
Keduanya berjalan keluar dari gedung perpustakaan dan memasukki taman dekat gedung perpustakaan yang ramai akan orang. Rasyid senang melihat kehebohan gads berjilbab biru didepannya.
"Kita kesana Rasyid" Rara menunjuk lapak aksesoris.
Rasyid mengangguk, berjalan menyusul Rara yabg sudah berjalan duluan. Rara menatap sebuah gelang berbatu hitam. Ia mengambil gelang tersebut dan memperhatikan setiap lekuk gelang yang ia bawa.
"Kamu mau beli gelang itu?"
Mata Rara teralihkan pada seseorang yang berani menganggu aktivitasnya. "Kayaknya iya, bagus nggak?" Tanya Rara.
"Bagus"
Rara mengulurkan gelang tersebut untuk dibeli. Setelah mendapatkan gelang tersebur, Rara memberikannya pada pemuda berbaju koko didepannya.
"Buat saya?"
"Iya ini buat lo, jangan dihilangin ya kenang-kenangan dari gue. Biar lo bisa inget gue terus kalo pake gelang ini" goda Rara, ia memberikan gelang berbatu hitam kepada Rasyid.
"Makasih Ra". Rasyid langsung memakai gelang tersebut, dipandanginya gelang yang melingkari pergelangan tangan Rasyid.
"Hmm" Rara mengangguk dengan senyum yang terus terukir dibibirnya.
"Rasyid, gue laper. Cari makan yuk"
"Iya"
Keduanya berjalan menuju lapak makanan. Mereka membeli kebab turki, tidak lupa minuman. Setelah membeli makanan, mereka mencari tempat untuk makan.
Rara makan dengan lahap, Rasyid senang melihat cara Rara memakan, cara Rara membersihkan noda makanan dimulutnya, cara Rara membenarkan kerudungnya yang rengang, semua yang Rara lakukan pasti Rasyid senang.
Rara membersihkan mulutnya. "Alhamdulillah selesai. Pulang yuk Rasyid"
"Iya sebentar"
Rasyid merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah ipod. Ia memberikannya ipod miliknya pada Rara. Rara bingung menerima ipod dari Rasyid.
"Ini buat gue?"
Rasyid mengangguk. "Ini hadiah yang saya janjikan padamu, kamu sudah membuktikan jika kamu bisa menghafal Al-Qur'an" senyum mengembang dibibir pemuda berbaju koko.
"Uh, so sweet. Makasih banget Rasyid, akan gue simpan pemberian spesial dari lo" ucap Rara mengelus ipod yang Rasyid berikan.
"Iya"
"Kita pulang ke pondok, gue janji ke pak kyai nggak bakalan lama-lama pergi sama lo"
Rara membersihkan roknya. Keduanya berjalan keluar dari taman.
Sekarang mereka sudah berada didalam bis. Kedua insan tersebut lebih memilih diam tak berbicara. Rara meremas gamisnya hingga lusuh.
"Rasyid" panggil Rara.
"Hmm"
"Gue bakal balik ke Amerika"
Rasyid menatap Rara tidak percaya. "Kenapa?"
Rara mengernyitkan dahi dan menautkan kedua alisnya. "Kenapa?" Menirukan suara Rasyid. "Kok lo tanya gitu, lo nggak suka?"
"Maksud saya, kenapa kamu kembali ke Amerika?"
"Ayah gue kerja disana dan keadaan antara gue dan ayah gue udah membaik, jadi dia ngajak gue balik ke Amerika"
"Oh" gumam Rasyid. Hatinya terasa sakit, sesak seketika. Rasyid tertunduk lemas, mau bagaimana lagi, ini sudah keputusan Rara dan dia berhak untuk memilih pergi atau tetap tinggal.
Selama perjalanan tidak ada pembicaraan, mereka tenggelam.dalam pikiran masing-masing. Tanpa mereka sadari, bis sudah berhenti di depan pondok.
Rara dan Rasyid memasukki gerbang pondok. Rasyid berhenti mendadak membuat Rara membalikkan badan dan menatap bingung Rasyid.
"Apa kamu tidak akan rindu dengan saya?"
Rara melototkan matanya tidak percaya dengan perkataan Rasyid barusan. "Apa?" Tanya Rara untuk memastikan pendengarannya tidak salah.
"Apa kamu tidak akan rindu dengan saya, saat kamu pindah ke Amerika?" Rasyid berjalan mendekati Rara, kini jaraknya mungkin 5 langkah dari Rara.
Rara kali ini tidak salah dengar. Ya itulah kata-kata yang diucapkan oleh Rasyid.
"Gue pasti kangen berat sama lo" ucap Rara terisak, ia membendung air mata yang mendesak untuk keluar. Entah kenapa lidahnya kini menjadi kelu setelah mengucapkan hal tersebut. "Lo adalah orang pertama yang buat gue sadar, lo orang pertama yang buat gue selalu nekat untuk bertemu lo, lo adalah orang pertama yang buat gue ngerasain nyaman di pondok, lo orang pertama yang buat gue jatuh cinta dan mengenal apa itu cinta sama Allah, dan yang terpenting lo adalah orang pertama yang ngenalin gue sama syariat agama, terutama siapa sang pemilik alam semesta ini, mana mungkin gue nggak kangen sama lo, Rasyid"
"Maukah kamu menjaga hatimu untukku?". Rasyid memberanikan diri melihat gadis yang berada didepannya.
Rara makin tidak percaya dengan Rasyid, secara Rasyid adalah seorang yang pemalu, mana mungkin Rasyid mengatakan hal seperti itu padanya.
Jantung Rara bedegup kencang, ia tau betul apa yang Rasyid rasakan sekarang, karena ia juga merasakannya. Tidak ingin berpisah. Itulah kalimat yang ingin ungkapkan pada Rasyid, tapi takdir berkendak lain.
"In Shaa Allah, Rasyid. Gue harap lo juga jaga hati lo buat gue" ucap Rara lembut. Mata Rara membendung cairan bening yang siap keluar bebas membasahi pipinya. Air mata perpisahan, ternyata lebih menyakitkan daripada sebuah kata selamat tinggal.
"Gue balik kekamar dulu, Assalamu'alaikum, Rasyid" pamit Rara. Ia mempercepat langkahnya agar hatinya tidak lagi sakit akibat menanggung perpisahan dengan Rasyid dan agar Rasyid tidak melihat tangisan perpisahan yang menyesakkan.
Rasyid menatap lurus tubuh gadis berkerudung biru yang membuatnya mengerti arti cinta sesungguhnya.
"Ya Allah, aku sangat yakin bahwa janji-Mu adalah benar, bahwa rencana-Mu lah yang terbaik. Jika dia jodohku jaga dia dalam kebaikan dan pertemukan kami kembali diwaktu yang tepat untuk bersatu" pinta Rasyid dalam doanya.
Bagi mereka yang bersabar juga yang beramal shalih. Allah akan kabulkan doa mereka di waktu yang paling tepat, di tempat yang paling baik, dan dengan cara yang paling indah. Jika kamu cinta dia, biarkan dia menjadi dirinya sendiri, maka kamu tak akan kecewa ketika mereka tak seperti yang kamu inginkan. Kamu menyadari kamu telah jatuh cinta ketika hal yg tersulit kamu lakukan adalah mengucapkan 'sampai jumpa lagi'.
⏪⏩
Saat Rara bertemu dengan ayahnya.
Rara menyuapi ayahnya yang tidak berpuasa karena ayahnya sedang sakit. Dengan telaten, Rara memberikan sesuap sendok yang berisi bubur dan lauk. Senyum terukir dibibir Rara.
Ayah Rara meminum air putih dan menghentikan acara makannya.
"Ra, ayah ingin bicara serius sama kamu. Karena kemarin gagal memberitau kamu saat dirumah" Farkhan membenarkan posisi duduknya.
"Apa yah?" Ucap Rara seraya menaruh piring makanan di meja yang berada disampingnya.
Farkhan, ayah Rara diam sesaat, dia nampak berpikir dan menyusun kata-kata.
"Ikut ayah kembali ke Amerika"
Mata Rara membulat, tidak percaya dengan yang ayahnya katakan. "Kenapa?"
"Karena ayah bekerja dan tinggal disana, ibumu setuju jika kita pindah ke Amerika"
Rara tertunduk. Ia memikirkan kenangan yang sudah tercetak indah dipondok, masa saat dia melanggar peraturan pondok, hukuman yang diberikan, bertemu sahabat yang baru dan bertemu Rasyid.
Ayah Rara meremas tangan anaknya lembut. "Apa ini ada hubungannya dengan Rasyid?"
Rara mengangguk pelan. "Iya"
Farkhan menaikkan dagu anaknya agar melihat kedua bola mata anaknya yang indah. "Kamu percaya akan takdir Allah? Jika kalian berjodoh, ayah yakin Allah akan mempertemukan kalian di waktu yang tepat. Yang terpenting sekarang, kamu tetap istiqomah dalam cinta kepada Allah" ucap Farkhan lembut.
Rara memeluk ayahnya dan menumpahkan air mata sekali lagi. "In Shaa Allah, ya. In Shaa Allah"
⏪⏩
Alhamdulillah selesai juga...
Ngetiknya, hehehe :)...
Ini panjang bgtbgt, butuh ekstra kesabaran buatnya. Lah kok curhat. Intinya komen dan Vote, jangan lupa kritik dan Saran, ya.
Makasih.
Mutiara.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top