27. MY DADDY

Setelah kepulangan Rara dari rumah Rasyid. Dia memilih diam dan tenggelam dalam lamunannya. Sepanjang perjalanan, ia hanya memperhatikan jalan raya yang mulai lenggang. Rasyid merasa ada yang aneh dari sikap Rara. Rasyid berdeham, namun tidak digubris oleh Rara, ia tetap menatap kosong jalanan yang sepi kendaraan.

"Kamu sehat, Ra?" ucap Rasyid menyadarkan Rara.

"Ya"

Gadis berkerudung itu hanya mengangguk dan kemudian menatap kearah yang sama. Entah kenapa, kali ini Rara tidak tertarik berbicara dengan Rasyid, mungkin moodnya sedang tidak bagus. Rasyid ber-oh ria, dia tau kenapa Rara bersikap aneh, ini karena perkataannya tadi saat di rumahnya. Ia hanya bisa menghela napas berat.

⏪⏩

Sesampainya dipondok, Fatimah dan Rara berjalan kearah kamar. Tidak ada pembicaraan diantara keduanya, Rara lebih memilih diam.

"Astagfirullah kak, saya lupa. Saya ke masjid sebentar ya" Fatimah berpamitan pada Rara.

Rara mengangguk lemas, dia membuka knop pintu dan masuk kedalam kamar. Direbahkannya tubuh yang mulai kaku karena kelelahan. Ia menutup matanya sejenak, menenangkan pikiran yang terlalu banyak.

"Ayah" gumam Rara.

"Ayah" gumam Rara, parau.

Rara menitihkan air matanya mengingat sosok ayah yang ia rindukan. Dalam hati yang terdalam, ingin rasanya memeluk ayahnya.

Tok, tok, tok

"Assalamu'alaikum Rara"

Terdengar suara orang yang memanggilnya. Segera Rara bangkit dari tempat tidur, membenarkan kerudungnya dan menghapus air mata yang sempat menetes mengingat ayahnya.

"Wa'alaikumus salam, iya sebentar"

Rara berjalan menuju pintu kamar. Ia menarik knop pintu, matanya menatap lurus kedepan gadis berkerudung yang berada diambang pintu.

"Ada yang cari kamu" ucap gadis berjilbab panjang.

"Oh, siapa?" Tanya Rara, penasaran.

Gadis berkerudung itu mengangkat bahunya, tidak tau. Rara hanya menghela napas mengikuti gadis berkerudung yang berjalan mendahuluinya sebagai penunjuk jalan.

Sesampainya didepan ruangan bu Ayu, Rara membulatkan mata melihat seorang wanita berkerudung yang sedang duduk dikursi lipat. Ia berlari memeluk erat ibunya, tangisannya tumpah karena memendam rindu yang lama.

"Rara kangen ibu" rengek Rara dengan suara yang parau.

Nandha mengelus pelan kepala Rara yang tertutup jilbab. "Ibu juga kangen sama kamu, Ra".

"Ra, ada yang ibu beritau padamu" Nandha melonggarkan pelukannya dan mengelus lembut pipi Rara yang basah akan air mata yang keluar.

"Apa bu?"ucap Rara serak. Gadis berkerudung berwarna ungu itu menatap ibunya sendu.

Ada helaan napas berat, seperti memiliki masalah besar yang sulit untuk diungkapkan.

"Ayahmu, Ra" ucap pelan Nandha.

Rara mengerutkan dahinya sampai kedua alisnya saling bertautan. Rasa penasarannya muncul seiring perubahan raut muka ibunya. Sorot tajam matanya menandakan untuk meneruskan penjelasan Nandha.

"Ayah mu masuk rumah sakit" suara ibunya lemah bagaikan tenggorokan yang tercekak.

Rara diam terpatung mendengar hal yang tidak ingin dengar tentang ayahnya. Tubuhnya lemas, ibunya mendudukkan Rara di bangku yang kosong. Tangisan Rara menjadi-jadi.

"Ayo kita kerumah sakit" ajak ibunya.

Rara mengangguk. Sebelum ia keluar dari ruangan, Rara berpamitan terlebih dahulu pada bu Ayu. Kemudian keduanya pergi menuju gerbang pondok.

⏪⏩

Selama perjalanan pikiran Rara kalang kabut, tidak fokus. Sesekali dia menggigit bibir bawahnya dan meremas gamis yang ia pakai. Didalam otaknya terdapat berbagai pertanyaan--bagaimana jika ayah kritis? Apa ayah sakit parah? Gue nggak ingin ayah meninggal dulu, gue belum sempat minta maaf sama dia-- itulah beberapa pertanyaan yang berputar diotak Rara.

Tidak memakan waktu lama, Rara dan ibunya keluar dari mobil. Mereka melangkahkan kakinya memasukki rumah sakit. Keduanya berada didalam lift untuk sampai kelantai 3, dimana kamar ayahnya dirawat.

Mereka bergegas menuju kamar ayahnya. Langkah Rara terhenti, saat ia berada didepan pintu kamar rumah sakit yang didalamnya terdapat ayahnya. Tubuhnya panas dingin, pundaknya terasa berat karena ada tangan yang memijat pelan pundaknya untuk tetap kuat.

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Coba beri sedikit ruang dihatimu untuk ayahmu, Ra. Dia sudah mencoba sebaik mungkin untuk menjadi ayah yang kamu inginkan, dia rela mengorbakan apapun untuk putri tercintanya, yaitu kamu. Mungkin kamu melihat ayahmu yang selalu sibuk dan tidak memikirkan keadan kita, tapi ketauilah, dia lebih tau apa yang kita butuhkan. Semarah apapun kamu dengannya, dia tetaplah ayahmu" kata Nandha menepuk pelan bahu putri semata wayangnya dan melangkah masuk kedalam kamar.

Senyum manis mengembang dibibir Rara. Ya ini mungkin saatnya, dia harus membuka hatinya untuk ayahnya sebelum semuanya terlambat. Rara melangkahkan kakinya memasukki ruangan tersebut. Matanya bertatap dengan seorang pria yang tengah duduk bersender di ranjang dengan tatapan terkejut. Seulas senyum mengembang di bibir pria tersebut.

Rara tersenyum miris melihat senyuman yang ia rindukan. Tanpa aba-aba, Rara berlari memeluk erat ayahnya.

"Maafin Rara, yah. Maaf" ucap Rara tersendat-sendat oleh suara yang tertahan ditenggorokkan.

Dengan bahagia, ayah Rara mengelus pelan punggung putrinya lembut. "Ayah yang harus minta maaf. Ayah yang salah tidak memberimu dan ibumu kabar selama ayah di Amerika. Ayah belum menjadi ayah yang baik, ya?" Tanya ayah Rara sambil melonggarkan pelukan anaknya.

Rara masih menanggis sambil memperhatikan tiap lekuk wajah ayahnya. Farkhan, ayah Rara membersihkan air mata yang jatuh dipipi anaknya. "Kamu pasti sangat menderita, kamu terlalu banyak menanggung beban kehidupan sampai kamu lampiaskan pada hal-hal yang buruk dan itu karena ayah. Maafkan ayah, Ra. Beri ayah kesempatan untuk memperbaiki semua yang telah pecah" ucapan yang sangat tulus, akibatnya Rara menanggis lebih keras dari sebelumnya.

"Iya ayah" kata Rara, parau.

"Sini anak ayah yang cantik, yang sholehah, yang pinter. Jangan nanggis lagi ya". Farkhan membersihkan air mata yang membasahi pipi Rara.

Senyum mengembang diantara keduanya. Nandha senang sekali melihat kejadian yang luar biasa dari Allah. Mengikat kembali hubungan anak dan ayah yang sempat putus cukup lama. Sungguh indah skenario Allah. Allah selalu memberi ksempatan pada hamba-Nya untuk berbenah diri setiap hari, tanpa melihat sebesar apa dosa yang telah hambanya perbuat.

Nandha memasukki lingkaran kebahagian didepannya. "Bahagia deh lihatnya" goda ibu Rara.

Rara melirik ibunya dengan tatapan tajam, kemudian tersenyum penuh arti. "Iyalah bu, kebahagiaan itu tercipta bukan karena ia datang sendiri, tapi kebahagiaan itu datang karena kita membuat kebahagian itu sendiri"

"Betul sekali anak ayah, dapat Quotes dari mana kamu?" Farkhan mengelus pelan kepala Rara.

"Dari ayah" Rara mengerlingkan matanya menggoda Farkhan.

Rara mengenggam erat tangan besar didepannya. "Ayah, maafin Rara yang belum bisa jadi anak yang berbakti pada kedua orang tua, selalu berkata dan berperilaku kasar, dan juga tidak mensyukuri nikmat Allah karena diberikan kedua orang tua yang sangat menyayangi Rara. In shaa Allah, Rara akan jadi yang terbaik"

"Amin" jawab kedua orang tuanya.

Mereka kembali sibuk dengan aktivitas masing-masing. Rara asik mengobrol dengan ayahnya, sedangkan Nandha ibunya sibuk dengan ponsel yang terus berdering.

"Ra, kamu sudah dapat calon suami disana?" Celetuk Farkhan yang membuat Rara kikuk tak berdaya.

"Udah yah, cakep lagi. Iya nggak Ra?" Goda ibunya sekali lagi seraya menaik turunkan alisnya.

Rara menunduk menahan malu, ia menyembunyikan rona merah dipipinya. Tidak ayah, tidak ibu selalu saja menanyakan hal itu.

"Jadi namanya siapa Ra?"

"Rasyid ayah" jawab Rara mantap.

"Bagaimana orangnya, apa dia berakhlak baik?" Tanya Farkhan bak reporter.

"Eumh--" Rara mengulum bibirnya dan menaikkan bola matanya, berfikir.

"Intinya, jangan pernah kita meletakkan harapan pada ciptaan. Sebab, ciptaan sifatnya menghancurkan. Letakkan sepenuhnya hati kita pada Allah. Dia akan menjaga dari remuknya hati. Dia akan mendengar dalam diamnya kita. Karena kita datang dari Allah, maka serahkan semua pada Allah" ucap Farkhan seperti sedang menjelaskan pelajaran hidup pada murid didiknya.

"Aye, aye, Cap" hormat Rara bak tentara.

⏪⏩

Masya Allah masih ada yang baca tah? Makasih bgtbgt yang mau baca....
Euhmm, ya gimana part ini? Udah jelas? Maaf kalo masih banyak typo dan diksi yang salah dan ceritanya agak ngawur, karena saya bukan dari pondok. ~Eh katahuan~. Tapi tetep komen dan vote ya, jangan sungkan buat kasih kritik dan saran...

Makasih :)

Mutiara

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top