26. Ra and Ra

Ramadhan sudah berjalan melebihi selama 3 minggu. Semua santri diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing. Namun tidak dengan Rara, ia memilih tetap tinggal dipondok. Ia enggan melihat ayahnya dirumah, walau rasa rindu bertemu ibunya tidak dapat dibendung.

Rara duduk bersender di tembok sambil membaca bukunya yang lumayan tebal. Fatimah berjalan mendekati Rara yang tengah sibuk dengan bukunya.

"Ehem, kak" panggil Fatimah.

Rara mendongakkan kepalanya dan menatap Fatimah.

"Kakak mau pergi dengan saya?" Kata Fatimah basa basi.

Mata Rara melotot. Ia senang sekali, sebenarnya sudah lama ia ingin keluar jalan-jalan dari pondok.

"Oke, yuk, kita pergi"Rara langsung mengiyakan permintaan Fatimah. Tidak butuh waktu lama Fatimah dan Rara berjalan menuju gerbang pondok.

Rara berhenti dan matanya menatap seseorang yang ada didepan gerbang. Rasyid. Rara bertanya-tanya kenapa Rasyid menunggu didepan gerbang, apa mungkin Rasyid ikut. Fatimah yang menyadari keanehan Rara hanya berdeham menyadarkan Rara. Rara nyengir dan berjalan beriringan bersama Fatimah. Sekarang mereka berdiri didepan Rasyid.

"Maaf kak sebelumnya. Saya tidak memberitau kakak. Kita pergi sama bang Rasyid"kata Fatimah.

Rara merasa senang sekali. Ada rasa yang tidak bisa terlukiskan didalam hatinya. Ia menyembunyikan senyumannya dari Rasyid. Sebenarnya Rasyid juga terkejut dengan kedatangan Rara yang akan pergi bersamanya.

Semoga berjalan lancar ya Rab.

Mereka bertiga berjalan menuju halte bus terdekat. Karena sebentar lagi akan idul fitri, jadi jarang ada bus yang lewat. Mungkin para sopir bus sudah pulang kekampungnya masing-masing. Tidak lama menunggu, ada bus yang berhenti didepan mereka. Segera mereka menaikki bus tersebut.

Didalam bus keadaan sangat ramai. Yah apa boleh buat karena sebentar lagi idul fitri dan sudah menjadi tradisi untuk pulang kekampung halaman. Fatimah sudah mendapatkan tempat duduk, sedangkan Rasyid dan Rara berdiri menunggu ada kursi yang kosong. Rara berdiri dikerumunan orang yang membawa banyak barang. Didesak, dihimpit dan terkadang didorong.

Aelah, ini bis apa pasar? Didalem kayak ikan pepes. Panass...

Rara tidak nyaman dengan keadaan ini, apalagi sulit untuk bernapas. Wajahnya mulai pucat dan tubuhnya lemas karena kurang udara. Badannya benar-benar tidak kuat. Rara merasa ada yang menariknya keluar dari desakan orang-orang yang tidak sabar dan itu berhasil. Sekarang dia berada didepan orang yang menariknya. Ia mendongak menatap orang itu, mata yang ia sangat kenali. Ternyata Rasyid. Wajahnya memanas seketika, ia belum pernah sedekat ini dengan Rasyid. Bahkan ia bisa melihat setiap inci wajah Rasyid dan mencium harum parfum yang Rasyid kenakan. Jantungnya berdegup kencang dan ia mengalihkan pandangannya keluar jendela.

"Makasih ya, Rasyid" Rara menundukkan pandangannya, agar tidak terlihat wajah merahnya.

Rasyid juga merasakan hal yang sama. Hal apa yang membuatnya menarik Rara kehadapannya. Hening. Tidak ada pembicaraan diantara Rara dan Rasyid. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing.

"Kamu tidak apa?" Tanya Rasyid memulai pembicaraan.

Rasyid sedikit memundurkan badannya untuk memberi ruang pada Rara untuk berbicara.

Rara mengangguk. "Iya gue nggak papa. Makasih, kalo nggak ada lo gue udah jadi ikan pepes disana". Rara menatap Rasyid dengan senyum manisnya.

"Alhamdulillah" Rasyid membalas senyum Rara.

Keduanya mengobrol banyak hal. Sampai pada akhirnya mereka tidak menyadari jika mereka sudah sampai ketempat tujuan. Fatimah berjalan bersama Rara dibelakang Rasyid. Mereka bertiga berjalan melewati kampung yang ramai. Ada sebagian orang yang menyapa Fatimah atau Rasyid. Rasanya ada yang aneh. Rara menatap Fatimah dengan penuh pertanyaan.

"Sebenernya kita mau kemana?"

"Kerumah saya kak"

Mata Rara melotot.
Buset. Kerumah Rasyid ketemu calon mertua dong. Kenapa Fatimah nggak ngomong sama gue, kalo gini gue bisa dandan dulu.

Rara merapikan jilbabnya. Fatimah tertawa pelan melihat tingkah Rara.

"Kakak sudah cantik. Pasti abi suka deh sama kakak"

"Lo bener? Gue nggak malu-maluin kan? Masa mau ketemu calon mertua masa jelek" Membenarkan kerudungnya yang mulai kusut akibat berdesakan di bis.

Fatimah mengangguk. Mereka sampai didepan rumah. Rasyid mengetuk pintu.

"Assalamu'alaikum. Abi ini Rasyid" kata Rasyid sambil mengetuk pintu.

Tidak lama ada seorang pria yang umurnya sekitar 40 tahunan. Pria itu membuka pintu dengan senyum yang ramah. "Wa'alaikum salam"

Fatimah langsung berlari dan memeluk abinya erat. "Fatimah kangen sama abi"

"Abi juga Fatimah" memeluk Fatimah.

Rara senang melihat kegembiraan yang ada didepan matanya, tapi rasanya ada yang mengganjal dihatinya. Ya benar, ia rindu akan pelukan sayang dari ayahnya yang selama ini jarang ia dapatkan. Ia sangat iri melihat Fatimah dan abinya. Rara iri melihat keakraban anak dan abi itu. Rara hanya tersenyum miris dan membenarkan perasaannya. Kemudian mereka berempat masuk kedalam rumah.

Mereka duduk dan berkumpul diruang tamu.

"Dia teman kamu Fatimah?" Kata abi Fatimah memperhatikan Rara

"Iya abi, dia teman Fatimah. Namanya kak Rara, calonnya bang Rasyid" kata Fatimah berteriak sambil merangkul bahu Rara.

Wajah Rasyid langsung memerah. Abi Fatimah hanya terkekeh melihat Rasyid yang salting akibat ucapan Fatimah. Rara menyikut lengan Fatimah. Ia sangat malu.

"Iya deh abi percaya. Calonnya Rasyid pasti orang yang baik. Salam kenal Ra, saya Hartanto, abinya Fatimah dan Rasyid" Hartanto menelangkupkan tangannya

"Salam kenal juga om" Rara tersenyum manis dan melakukan hal yang sama yang dilakukan Hartanto.

Keadaan begitu menyenangkan. Semua berakhir saat Fatimah mengajak Rara kekamarnya. Mereka berdua sampai di kamar Fatimah.

"Uh! Saya rindu sekali dengan kamar ini" Fatimah menjatuhkan tubuhnya dikasur.

"Ternyata kamar lo sederhana"

"Iya kak, karena Rasulullah senang akan kesederhanaan" kata Fatimah dengan tersenyum.

Rara hanya mangut-mangut. Ia duduk dipinggir kasur Fatimah. Ada yang aneh dirumah Fatimah. Ia tidak melihat ibu Fatimah dirumah, apa mungkin ibunya sedang pergi. Berbagai pertanyaan berputar dikepala Rara.

"Kok gue nggak lihat nyokap lo sih?" Selidik Rara.

Raut wajah Fatimah berubah seketika. Wajahnya sedih mengingat ibunya. Rara dibuat bingung dengan sikap Fatimah.

"Ummi sudah kembali ke Allah kak" kata Fatimah sambil menanggis.

"Sorry, gue nggak tau"

"Nggak papa kok" Fatimah menghapus air matanya.

"Kalo boleh tau, kenapa nyokap lo bisa meninggal?" Kata Rara penasaran.

Fatimah mendengus kesal dan menatap Rara tajam. "Karena bang Rasyid"

"Maksudnya?". Rara tidak percaya dengan perkataan Fatimah.

"Sebenarnya bang Rasyid yang dulu dengan bang Rasyid sekarang berbeda. Dulu bang Rasyid anak yang nakal. Suka balapan liar,mabuk-mabukan, dan suka ngerokok. Juga tidak jarang bang Rasyid pulang pagi dan sering membolos kesekolah"

Rara menganga. Ia masih tidak percaya dengan perkataan Fatimah, seorang Rasyid yang alim, memiliki masa lalu yang suram memang hidup tidak bisa ditebak. Rasa penasarannya sudah memuncak, ia meminta Fatimah melanjutkan ceritanya.

"Ummi meninggal karena menyusul bang Rasyid balapan liar. Saat itu bang Rasyid tidak tau jika ummi mengikutinya. Bang Rasyid memacu motornya dengan kecepatan yang tinggi sampai-sampai ummi tidak bisa mengikuti bang Rasyid. Namun, dipertengahan balapan tidak sengaja bang Rasyid menabrak seseorang dan itu ummi. Seketika bang Rasyid lemas dan menelpon kerumah"

"Terus?" Rara sudah kepo akut.

"Ummi nggak bisa ditolong. Ummi meninggal. Abi marah besar dengan bang Rasyid. Ia diusir dari rumah, dulu saya masih labil kak. Saya benar-benar membenci bang Rasyid,tapi apalah daya kak, saya nggak bisa membenci bang Rasyid. Setelah itu tidak ada kabar dari bang Rasyid. Selama dua bulan bang Rasyid menghilang. Abi menyesali perbuatannya dan mencari bang Rasyid. Ehm di perempatan kota, abi melihat bang Rasyid sedang mengamen. Sontak abi memanggilnya, bang Rasyid langsung meminta maaf pada abi dan akhirnya abi memaafkannya. Bang Rasyid bertekad menjadi anak yang soleh dan menebus semua kesalahnnya. Itulah kenapa bang Rasyid ada di pondok"

Rara terdiam. Ia tidak percaya Rasyid yang ia kenal, memiliki masa lalu yang kelam. Tapi, Rara senang dengan perubahan Rasyid yang ingin berubah dan mengakui kesalahan. Tidak lama terdengar seseorang mengetuk pintu. Kedua orang yang ada didalam kamar langsung menoleh kesumber suara. Fatimah membuka pintu dan didapatinya Rasyid yang tengah berdiri didepan pintu. Mata Rara dan Rasyid sempat bertemu sesaat, kemudian Rasyid menundukkan pandangannya.

"Abi sudah menunggu di bawah, ayo shalat dulu" ajak Rasyid.

"Iya kak ayo" Fatimah menggandeng tangan Rara.

Mereka bertiga turun untuk Shalat. Shalat diimami oleh abi Fatimah dan yang lain menjadi ma'mum. Khidmat dan penuh kebahagiaan, karena bertemu dengan maha kuasa. Tidak lama mereka selesai shalat dan mulai memanjatkan doa.

"Ya Allah jodohkanlah kak Rara dengan bang Rasyid. Pertemukanlah keduanya dalam pelaminan yang akan menyempurkan agamaMu. Janganlah engkau kurangi rasa saling cinta mereka karena-Mu ya Rab. Jadikanlah keduanya keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Amin" kata Fatimah girang.

Rara berhenti berdzikir dan menatap Fatimah tajam. Ia melotot sebagai tanda-awas aja lo- . Hartanto dibuat geli dengan tingkah Fatimah yang berdoa untuk Rara dan Rasyid. Rasyid juga salting karena mendengar doa Fatimah untuknya dan Rara.

"Fatimah jangan ganggu Rara, ini sedang shalat. Maafkan Fatimah ya Ra, di memang seperti itu orangnya"

"Iya om saya sudah biasa dengan Fatimah"

"Ehm kak, habis ini kita baca buku di lantai atas ya" kata Fatimah melipat mukenanya.

"Boleh asalkan gratis"

Ada tawa yang tercipta diantara mereka. Setelah itu, Fatimah dan Rara berjalan kelantai dua.

Sesampainya disana, Rara langsung melongo melihat jejeran rak buku yang rapi. Rara berjalan menuju rak dan mengambil buku.

"Buset dah Gue nggak bisa bayangin, kalo gue punya buku sebanyak ini" Rara duduk didekat balkon.

Rara membuka satu persatu lembar buku yang ia bawa. Fatimah duduk disamping Rara.

"Semua buku ini punya bang Rasyid"

"Lo serius?"

"Iya ini semua buku milik bang Rasyid. Bang Rasyid membeli semua buku ini untuk menghilangkan kebosanannya. Yah walau awalnya ia mengeluh kepalanya pusing karena melihat banyak sekali tulisan, tapi akhirnya bang Rasyid terbiasa"

"Keren juga si Rasyid"

"Saya kebawah sebentar ya kak"

Fatimah berjalan menuruni tangga. Kini tinggal Rara sendiri di balkon. Ia membaca setiap halaman dengan teliti. Tanpa ia sadari ada seseorang yang memperhatikannya.

"Ehem. Fokus banget sama bukunya"

Suara berat itu menyadarkan Rara. Ia menoleh dan didapatinya Rasyid yang tengah bersandar disalah satu rak sambil melipat kedua tangannya didada.

"Oh lo cemburu nggak gue perhatiin?" Tersenyum nakal pada Rasyid.

"Ehmm". Rasyid memutar kedua bola matanya dan berjalan mendekati Rara. -ya saya cemburu-

Kini mereka berdua tidak ada yang menghalangi. Tidak ada yang bisa menahan perasaan antara keduanya. Rara memfokuskan pikirannya kembali ke buku.

"Ra, saya dengar dari Fatimah, kamu lagi ada masalah dengan ayahmu ya?"

Rara terdiam dan menutup bukunya, kemudian ia menerawang kedepan.

"Kamu tau ridho Allah adalah ridho orang tua?"

Rara mengangguk. "Tapi gue belum bisa nerima ayah gue"

"Maafkanlah, apa salahnya jika kita yang meminta maaf terlebih dahulu? Bukankah sesama umat muslin harus saling memaafkan? Lari dari sebuah masalah sesungguhnya
hanyalah menyembunyikan masalah untuk sesaat. Yang terjadi adalah masalah akan terus mengejar untuk segera diselesaikan"

"Nggak gue nggak akan mau minta maaf sama orang kayak dia" teriak Rara.

"Gue pingin masalah ini langsung selesai, tapi, tapi gue nggak berani"
Rara menanggis. Ia terisak sampai dadanya terasa sesak. Ia ingin sekali memaafkan ayahnya, tapi luka dihati Rara belum sembuh.

"Jangan pernah menyesal,jika ayahmu mengalami hal buruk" Rasyid menunduk.

"Kamu pasti sudah dengar masa lalu saya dari Fatimah" lanjut Rasyid.

Rara mengangguk.

"Saya tidak ingin kamu mengalami hal sama seperti saya. Saya selalu menyesal setiap mengingat kejadian itu dan jika ada mesin waktu, pasti saya akan memutarnya kembali. Maafkan ayahmu Ra, mungkin dia punya alasan yang tidak bisa ia katakan padamu"

Tangisannya pecah seketika. Perkataan Rasyid membuatnya menderita. Seolah Raralah yang bersalah.

"Ketika ujian dirasakan sangat berat, berbahagialah karna disaat itu Allah sedang melatihmu menjadi seseorang yang kuat" kata Rasyid mantap.

Rara menghapus sisa air matanya dan menoleh kearah Rasyid.

"Makasih lo udah kasih gue solusi. Insya Allah gue akan maafin ayah gue"

Rara tersenyum tulus pada Rasyid. Rasyid membalasnya dengan senyum tampannya.

Suasana hari ini sangat menghangatkan bagi kedua insan yang baru saling mengenal. Indahnya ukkhuwah dalam islam.

⏪⏩

Assalamu'alaikum, hay ketemu lagi, gimana kabarnya? Sesuai janjiku kemarin aku up date cepet. Oh iya soal ceritaku, kayaknya server wattpad punyaku eror, jadinya nggak urut. Tapi udah kasih nomor, nggak usah khawatir lagi sama urutannya.

Thanks yang udah komen sama vote. Tetep komen dan vote ya, sarannya...

Makasih
Mutiara

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top