25. See You Dear
Jika kamu cinta dia, biarkan dia menjadi dirinya sendiri, maka kamu tak akan kecewa ketika mereka tak seperti yang kamu inginkan.
Tidak terasa sudah hari ke-20 di bulan Ramadhan. Beberapa gadis berjilbab syar'i duduk berdampingan, mereka sibuk dengan Qur'annya karena sebentar lagi nama mereka dipanggil satu persatu untuk setor hafalan. Rara menunggu giliran untuk setor hafalan Qur'an. Ia akhirnya hafal, dengan tekadnya yang kuat, ia bisa menghafal.
"Adora Listiana"
Terdengar namanya di dalam ruangan, ia memasukki ruangan yang terdapat bu Ayu dan beberapa ustadzah, lalu Rara mengambil kertas yang berisi surah yang harus ia baca. Dibukanya gulungan kertas itu. Al-Mulk. Senyum mengembang dibibirnya. Ia duduk dan menghadap bu Ayu.
"Bismillahir-rahmaanir-rahiim.
Tabarakalladzi biyafihil-mulku wa huwa'ala kulli sya'in qadir.
Alladzi khalaqal-mauta wal-hayaata li yabluwakum ayyukum ahsanu'amala, wa huwal-'azizul-gafuur.
Alladzi khalaqa sab'asamaawaatin tibaaqaa,man taraa fil khalqir-rahmaani min tafaawut, farji'il basara hal taraa min futuur.
Tsummarji'il-basara karrataini yangqalib ilaikal-basaru khaasi'aw a huwa hasiir.
..........
Qul huwar-rahmaanu aamanaa bihii wa'alaihi tawakkalnaa, fasata' lamuuna man huwafi dalaalim mubiin.
Qul ara'aitum in asbahamaaukum gauran fa mayya'tikum bimaa'im ma'in.
Sodakallah huladzim" Rara menutup Qur'an yang ada didepannya.
Rara selesai membacakan surah Al-Mulk. Ia bangkit dan menemui Fatimah. Rara keluar dari ruangan, di dapatinya Fatimah yang sedang menunggunya.
"Gimana kak bisa?"
"Lulus" teriak Rara girang sambil jingkrak-jingkrak.
Rara tersenyum bahagia. Akhirnya ia bisa menghafal Al-Qur'an walau membutuhkan kesabaran dan tekad yang extra.
"Alhamdulillah. Nggak sia-sia deh kak Rara menghafal Qur'annya. Yasudah kak kita kembali kekamar sambil menunggu pengumuman dari bu Ayu"
Rara mengangguk mantap dan berjalan beriringan dengan Fatimah. Dalam perjalanan mereka berdua saling bercerita tentang pengalamannya hafalan Qur'an.
"Assalamu'alaikum" sapa gadis berjilbab yang berjalanan cepat kearah mereka.
"Wa'alaikum salam Din" jawab keduanya.
"Habis dari mana lo Din?" tanya Rara sembari menatap aneh dinda yang kusut.
"Bantu temen-temen, kak" ucap Dinda membenarkan kerudungnya yang terlihat lusuh.
Rara dan Fatimah mengangguk. Mereka bertiga berjalanan menuju kamar asrama. Di tengah perjalanan, saat melewati gerbang asrama laki-laki, ia teringat Jo. Setelah kejadian meghebohkan beberapa hari yang lalu, Rara jarang melihat Jo. Ada rasa penyesalan telah membentak dan memperlakukan Jo, yang dulu pernah mengisi kehidupannya. Ia seharusnya tidak memperlakukan Jo seperti orang asing atau penganggu.
Fatimah yang menyadari keanehan Rara, langsung mendekatinya.
"Ada apa kak?" tanya Fatimah sambil melihat kearah mata Rara yang memperhatikan asrama laki-laki.
"Gue nyesel marah sama Jo" ucap Rara lirih.
"Penyesalan selalu datang diakhir, kak. Saya harap kakak tidak melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya". Fatimah menatap sendu Rara.
Ketiganya kembali melanjutkan perjalanan ke kamar.
⏪⏩
Terdengar Adzan Dzuhur menggema diseluruh pondok. Satu persatu santri dan santriwati keluar dari kamar, melangkahkan kakinya menuju masjid untuk beribadah kepada Ar-Rahman. Rara dan temannya sudah memenuhi shaf wanita yang berjejer rapi.
Ada yang aneh dari pendengaran Rara, atau mungkin ia baru terbiasa dengan suara muadzin yang baru. Ia celingukan melihat siapa muadzin baru itu.
"Hust, Din. Lo tau siapa muadzinnya?" Tanya Rara menyenggol lengan kanan Dinda.
Dinda celingukan melihat orang yang dimaksud Rara. Ia menangkap seorang pemuda berperawakan tinggi dan gagah. "Oh, itu kak Jo, temen kakak dari Amerika"
"Hah?!" Rara berteriak, membuat semua orang menatapnya sinis.
Ia menutup rapat bibirnya dengan kedua tangannya. Yang barusan Dinda katakan itu tidak salah?--- Joshua Reynaldhi, temannya--- bukan maksud Rara untuk su'udzon,tapi bukankah Jo itu Non Islam? Apa sekarang Jo masuk Islam?.
"Lo nggak bohong sama gue 'kan, Din?" Tanya Rara masih tidak percaya.
"Ins Shaa Allah saya nggak pernah bohong, kak. Apalagi bohong itu dosa, nggak boleh dilakukan" ucap Dinda bak ustadzah.
Rara menatap kedepan, suara adzan itu masih terdengar di indra pendengarannya. Jantungnya berdebar melebihi normal, ini bukan soal suara adzan yang biasa ia dengar, tapi ini suara adzan dari Jo, yang akan merubah kehidupan pemuda bule itu. Rara hanya bisa mendoakan Jo, selebihnya hanya Allah lah yang tau.
Kalo ini keputusan yang lo ambil, gue harap ini yang terbaik buat lo, Jo. Allah tunjukkan pada Jo kebesaran-Mu.
⏪⏩
Seperti biasa, sebelum memasukki waktu berbuka, semua santri dan santriwati berkumpul di masjid setelah shalat Ashar, untuk mendengarkan ceramah dari pak kyai.
"Assalamu'alaikum, seperti biasa sebelum kita berbuka puasa, kita saling mengingatkan untuk berbuat yang baik dan menjauhi yang buruk. Seperti masalah yang ingin saya sampaikan saat ini. Tidak asing lagi ditelinga kita apa itu CINTA. Cinta menjadikan pengecut sebagai pemberani, yang bakhil jadi penderma, si bodoh jadi pintar, memfasihkan lidah, mempertajam pena para pengarang, menguatkan si lemah, mencerdaskan, serta mendatangkan kegembiraan dalam jiwa dan perasaan. Begitu kira-kira yang dirangkumkan ustadz 'Abdurrahman Al Mukaffu dari pujangga dalam buku beliau yang legendari, Pacaran Dalam Kacamata Islam. Biasanya cinta antara dua insan dimasa remaja yang lembab, yang masih terkait dengan dualisme karakter"
"Pernahkah kalian mengatakan 'Ya Allah aku mencintaimu sepenuh hati?', pasti pernah bukan? Tapi, apakah kalian dapat berkomitmen dengan kata-kata tersebut? Cinta adalah energi, yang membuat sang pencinta memiliki tatapan pinta kepada Rabbnya. Fragmen menyejarahkan seorang Arab gunung yang bertanya tentang kiamat kembali hadir dalam memori kita. 'Bilakah datangnya kiamat Ya Rasulullah?' Tanyanya. 'Apa yang sudah kau siapkan untuk menyambutnya?', Sang Rasul balik bertanya. 'Cinta kepada Allah dan RasulNya...', jawabannya sepolos fitrah. 'Engkau akan bersama dengan yang kau cintai...'. Ah betapa melegakan.
Energi cinta, energi yang meredakan segala resah dan gelisah dengan mengingat Sang kekasih. Ketenangan di segala suasana, keteduhan diseriap terik. Cinta ini berbuah dzikir naturi yabg mententramkan. '(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram' Q.s Ar-Ra'd:28. Bergetarnya hati disaat namanNya disebut, bertambahnya yakin saat ayatNya dilantunkan menjadi indikator-indikator cinta yang tak bisa dibantah apalagi dipalsukan. Sudahkah kalian merasakan hal tersebut? Bergetar hatinya saat dibacakan lantunan ayat suci Al-Qur'an? Bergetarkah hati kalian disaat kalian menyebut namaNya? Jika belum, tanyakan pada diri kalian. Apakah aku mencintai Allah segenap jiwaku?. Itu saja yang bisa saya sampaikan, mohon maaf apabila ada salah kata, Wassalamu'alaikum"
Pak kyai turun dari mimbar, diiringi semua santri yang keluar dengan rapi dari masjid. Rara dan kedua temannya baru saja memakai sandal, kegiatannya terhenti akibat Fatimah menunjukkan suatu hal yang membuat Rara tersentak.
"Kak, bukankah itu kak Jo? Kenapa dia membawa tas besar, terus kok bang Rasyid nemenin dia, apa dia akan kembali ke Amerika?" Tanya Fatimah curiga.
Rara memicingkan mata, beberapa detik kemudian dia membuka matanya lebar-lebar. Segera Rara memakai sandalnya, kemudian berlari kearah Jo di gerbang Pondok.
Fatimah dan Dinda menyusul Rara dari belakang. Setibanya disana, Rara belum bisa mengatur napasnya. Terdengar hembusan napas yang berat dari dirinya. Jo bingung melihat Rara yang sudah berada didepannya. Rara menegakkan tubuhnya dan memasang wajah marah pada jo.
"Maksud lo tu apa? Kenapa lo bawa tas segala, lo mau kemana? Jangan bilang lo mau balik ke Amerika?" Nada bicara Rara meningkat seketika, melebihi satu oktaf.
Jo tersenyum simpul melihat gadis berjilbab didepannya. "Yes, I want to come back home, in USA" ucapnya mantap.
"Tapi, kenapa?"
"Disana rumah gue, Ra. Gue lahir, besar dan hidup disana, bahkan kenangan tentang kita tergambar disana"
"Lo nggak adil, lo bener-bener nggak adil" Rara mendekat ke arah Jo sembari memukul dada bidang pemuda bule itu pelan.
Jo merengkuh Rara dalam pelukannya. Orang yang bersama mereka terkejut melihat pemandangan yang jarang sekali dilakukan oleh santri di pondok, termasuk Rasyid.
Rara mempererat pelukannya, cairan bening dimatanya keluar dengan deras. "Maafin gue Jo, maafin gue. Selama lo disini, gue selalu bentak lo, selalu kasar sama lo dan selalu ngelakuin hal yang buruk sama lo. Maafin gue Jo" lirih Rara sehingga tangisannya meledak.
Jo mengelus pelan kepala Rara yang ditutupi oleh jilbab panjangnya. "Lo nggak usah minta maaf, seharusnya gue yang minta maaf. Gue orang yang keras kepala, seharusnya dari dulu gue udah bisa menerima keadaan kita yang udah nggak ada hubungan apapun, tapi gue menghardik semua itu, karena gue percaya lo masih cinta sama gue. Tapi ternyata itu salah, cinta lo bukan buat gue lagi" bisik Jo seraya melonggarkan pelukannya.
Dipegang pipi Rara yang basah karena air mata yang keluar dengan derasnya, dengan lembut, Jo membersihkan air mata Rara dan menatapnya lekat.
"Dan Kini gue Sadar.. Bahwa Terlalu berharap sama lo adalah suatu kesalahan yang besar bagi gue...Kehilangan seseorang yang kita cinta memang sangat menyakitkan, tapi itu bukan akhir segalanya, kita bisa bahagia meski tanpa dia" kata-kata bijak itu keluar dari bibir Jo.
"Maaf" kata Rara lirih.
"Udah ah maaf mulu. Sekarang lo nggak boleh nanggis lagi, hapus air mata lo dan senyum" Jo menarik ujung bibir Rara agar terbentuk senyum dibibir gadis berjilbab itu.
Rasyid yang melihat kejadian didepannya hanya bisa pasrah. Ada luapan amarah yang ingin ia tumpahkan, tapi kali ini ia tahan, karena ia melihat cinta yang harus terputus diantara kedua orang yang ada didepannya.
"Oh ya, buat motivasi untuk gadis pemarah gue" Jo mengacak puncak kepala Rara, sehingga membuat gadis itu merapikan jilbabnya.
"Ih apaan sih, kerudung gue bisa rusak" Rara mengangkat tangannya tinggi siap menabok Jo.
"Eh, calm honey, just kidding" Jo memberikan dua jarinya kearah Rara.
Jo menepuk bahu Rara, memijatnya pelan. "Dengerin gue, orang lain boleh ragu sama lo, tapi lo nggak boleh. Karena nggak ada yang kenal diri lo selain elo sendiri dan soal ayah lo, coba maafin dia. Dia sudah menyesali perbuatannya, dia bukan orang yang kamu kira, dia adalah ayah yang baik, Ra. Percaya padaku" senyum mengembang dibibir Jo, meyakinkan Rara.
"Siap, kapten" Rara hormat bak tentara.
Sebelum Jo membalikkan badannya, Rara menarik lengan jaket yang Jo kenakan. "Jauh, jauh dikemudian hari nanti. Kalo lo temuin orang yang lebih hebat mencintai lo. Semoga lo bahagia, karena gue selalu bahagia saat lo bahagia" Rara memberi senyum cantikknya.
Jo menampilkan seringai bahagianya. "Kalo gini gue nggak mau balik ke Amerika" rengek Jo.
"Hah? Mending lo balik sekarang, pergi!" Usir Rara.
"Tadi nanggis gue pergi, sekarang ngusir?" Goda Jo.
Ada tawa yang hadir diantara keduanya. Jo merapatkan jaket dan membenarkan tas besarnya. "Sebelum gue pamit, ada satu hal penting yang ingin gue omongin sama lo"
"Apa?" tanya Rara penasaran.
"Asyhadu allaa ilaa haillallah, waasyhadu anna muhammadar rasuulullah, hello i'm Joshua Reynaldhi and i'm muslim" Jo menampilkan senyum menawannya lagi.
"MasyaAllah" cairan bening kembali membasahi mata Rara.
"Udah jangan nanggis, cengeng banget. Gue cabut dulu, Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumus salam" jawab orang yang berada di gerbang pondok.
Pemuda bule itu melambaikan tangan bukan sebagai perpisahan, tapi sebagai awal langkahnya untuk menjadi yang terbaik.
Seulas senyum dari Rara mengiringi kepergian Jo. Kali ini mungkin ia akan terbiasa tanpa keberadaan Jo disampingnya, tanpa keusilannya, tanpa kata-kata penyemangatnya, dan tanpa senyum yang selalu menghangatkan hatinya.
⏪⏩
Assalamu'alaikum, gimana ceritanya? Ngena nggak? Kayaknya aku up date agak cepet soalnya banyak jamkos :)...
Ceramah pak kyai, aku ambil dari buku Nikmatnya Pacaran Setelah Menikah dari Salim A. Fillah...
Maaf kalo masih ada typo yaw 😊
Mutiara
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top