22. MASALAH
Pagi ini berbeda dengan kemarin, perasaannya gundah tak tau apa penyebabnya. Rara membaringkan tubuhnya yang lelah di kasur. Ia sendirian di dalam kamar. Setelah percakapannya dengan Jo semalam, ada rasa yang ingin ia sampaikan ke ayahnya.
"Ra ada yang mencarimu"
"Siapa?" Tanya Rara datar.
Santriwati itu mengherdikkan bahu dan berjalan meninggalkan Rara. Seorang santriwati memberitaunya untuk segera mengikuti santriwati menuju kantor bu Ayu. Dimasukkinya kantor bu Ayu yang terdapat seorang wanita berjilbab biru tosca dengan warna gamis yang senada, kemudian wanita itu membalikkan badannya dan menatap Rara bahagia. Matanya hampir copot melihat sosok yang ada didepannya, wanita yang ia rindukan akhir-akhir ini. Dia wanita yang suka menceramahi, menyayangi, dan selalu ada saat Rara bahagia maupun sedih. Dia ibu Rara, Nandha. Langsung, Rara berlari kecil dan memeluk ibunya erat.
"I'm really miss you mom" Rara tersenyum memeluk ibunya.
"Ibu juga rindu sama kamu Ra. Apa kabar?" Melepas pelukan Rara.
"Alhamdulillah baik. Ibu bagaimana?"
"Ibu juga baik"
Nandha menengok kearah bu Ayu dan berdiri sejajar dengan Rara. "Saya bawa Rara sebentar ya bu" pinta ibu Rara.
"Silahkan"
Nandha menggandeng Rara keluar dari kantor. Keduanya menaikki mobil dan melajukan mobilnya keluar dari pondok. Rara mengeluarkan sedikit wajahnya untuk mendapatkan terpaan angin yang sejuk. Sudah lama ia tidak mendapatkan kesempatan ini, pergi keluar bersama ibunya.
Didalam mobil keduanya mengobrol. Entah itu tentang perasaan masing-masing yang tidak bersama, kegiatan yang mereka lakukan sehari-harinya,tidak Rara dan Nandha sama-sama memendam rindu yang luar biasa.
"Ra, sudah dapat cowo ganteng belum disana?" Tanya ibunya yang masih fokus pada jalanan didepannya.
Mata Rara membulat, sedetik ia terdiam kemudian terkekeh mendengar pertanyaan aneh ibunya.
"Eh? Ibu kok tanya gitu sih? Banyak disana, enggak hanya cakep tapi baik akhlaknya" kata Rara tersenyum membayangkan sosok Rasyid.
"Oh, siapa dia? Sudah kamu gebet belum? Jika sudah kenalkan ke ibu ya" goda ibunya sambil menyengir.
"Ih, ibu apaan. In Shaa Allah kalo udah nikah Rara kenalin deh" kata Rara semangat.
Rara memalingkan wajahnya keluar jendela, masih ada senyum menghiasi bibir merahnya. Bayangan Rasyid masih berputar diotaknya. Wajah tampannya, senyum manisnya, suara beratnya, dan tatapan mata tajamnya, semua masih berputar diotak Rara.
Tidak lama mereka sampai dirumah yang lumayan besar, halaman depan rumah dihiasi banyak tanaman. Senyum Rara lebih lebar dari sebelumnya, kemudian mobil berhenti. Ia turun dari mobil dan merapikan gamisnya yang agak lusuh karena ia duduki. Ibunya sedang memarkirkan mobil di garasi yang tidak jauh dari tempat Rara berdiri.
"Yey. I'm come back" teriak Rara sambil mengangkat kedua tangannya keudara.
"Ayo masuk, sudah ada yang menunggumu. Orang yang spesial"
Rara tambah senang, dia berlari menuju pintu rumah sambil mencincing gamisnya yang panjang.
Jangan-jangan Rasyid. Memang ibu kenal Rasyid?
Rara membuka pintu rumah dan berlari kecil ruang tamu. Dia terkejut melihat siapa yang duduk disofa. Pria itu berjalan mendekati Rara dan memeluknya.
"I'm really miss you my daugther" pria itu mengelus lembut Rara.
Rara tenggelam dalam pelukan ayahnya. Sudah lama ia merindukan pelukan hangat ayahnya. Tidak berapa lama Rara sadar dan mendorong tubuh ayahnya menjauh darinya.
"Why?" Tanya ayahnya.
"You not my daddy. I don't have daddy. My daddy was die" bentak Rara didepan ayahnya.
Plak.
Satu tamparan mendarat mulus dipipi kanan Rara, ia tidak menyangka bahwa Nandha akan menamparnya. Wajah cantik Rara memerah akibat tamparan Nandha, ibunya. Air matanya sudah berada dikelopak mata dan ia menatap tajam Nandha, ia selalu bertanya-tanya kenapa Nandha masih mempertahankan orang seperti ayahnya dalam kehidupannya.
"Apa Rara salah bu? Apa Rara salah jika menganggap ayah Rara sudah meninggal?!" Teriak Rara terisak.
"Apa Rara salah bu?" Menangis tersedu-sedu menatap ibunya. Ia memukul pelan dadanya yang rasanya sudah sesak.
Ayah Rara maju dan memegang bahu Rara pelan.
"I'm so sorry dear. Ayah tidak bermaksud meninggalkan ibumu dan kamu. Ayah hanya..."
Rara menyingkirkan tangan besar ayahnya. Tatapan nanar menghiasi mata ayah Rara. "Ayah? Gue nggak salah denger? Apa lo pantes dianggep ayah, setelah lo ninggalin gue sama ibu gue dalam keadaan susah? Apa lo pantes huh?!" Bentak Rara.
"Ayah gue udah meninggal dan lo bukan ayah gue!" Teriak Rara didepan ayahnya.
Ayahnya hanya tertunduk diam dan menyesali perbuatannya. Ibu Rara mendekati Rara dan mendudukkannya disofa. Sekarang mereka bertiga duduk disofa. Keadaannya hening. Kaku.
"Ra, saya ingin bicara sama kamu"
Rara melirik sekilas dan kemudian mengacuhkan ayahnya.
"Dengarkan Ayah. Ayah meninggalkanmu demi.." Belum sempat menjelaskan Rara memotong pembicaraan ayahnya
"Demi apa ? Demi wanita murahan itu?" Dengan suara yang keras
"Bukan itu Rara"
"Nggak usah alesan. Gue udah tau kelakuan busuk lo"
Rara memukul keras meja didepannya. Ia langsung meninggalkan ayah dan ibunya di ruang tamu. Ayahnya yang merasa sedih melihat sifat Rara yang begitu membencinya. Ia menyesal tidak menjelaskan kepergiannya ke Amerika dan tidak menemui putri kecilnya untuk sekedar say hello.
⏪⏩
Jo mendobrak pintu kamar asrama dengan penuh amarah yang menggebu-gebu. Didapatinya Rasyid sedang membaca Qur'an sambil mendengarkan murotal. Didekatinya Rasyid dengan tangan yang sudah tergenggam erat untuk memukul seseorang. Ia mengangkat tinggu baju Rasyid dan melayangkan tinju kewajah lawannya yang tak tau apa salahnya.
"BULLSHIT! BASTARD! Lo temen tisu" bentak Jo. Kata-kata kasar keluar dari mulut bule ganteng i
Rasyid tersungkur kebawah dan menatap Jo bingung. Dia berdiri dan membersihkan bajunya.
"Why?"
"Muka lo aja yang alim, tapi perilaku lo Busuk" Jo meninju wajah Rasyid.
Ia mengelus pelan pipinya yang sudah lebam.
"Maksudnya? Saya tidak tau apa maksud kamu Jo"
"Lo sukakan sama Rara? Dan lo deketin diakan?" Kata Jo dengan nada tinggi.
Rasyid terdiam sesaat.
"Memang salah jika saya suka dengan Rara?"
Rasyid membela. Entah apa yang membuatnya mengatakan hal itu, padahal dia tau perkataannya barusan akan memperparah keadaan.
Jo semakin geram, dia menarik kerah baju Rasyid dan menempelkan badan Rasyid ketembok.
"Dengerin gue, lo nggak boleh suka sama Rara. She's mine"
"Cinta itu fitrah manusia Jo. Rasa cinta itu datang dari Allah dengan sendirinya, tidak ada yang bisa menghindar. Termasuk saya yang mencintai Rara"
"Alah omdo lo"
Jo mendorong kasar Rasyid sampai jatuh.
⏪⏩
Hati Rara masih sakit, akibat pertemuannya dengan ayahnya. Dia memasukki gerbang pondok dan berjalan gontai. Dipertengahan jalan, ia beehenti didepan asrama laki-laki terdapat banyak orang yang saling berbisik dan menatap kedalam asrama laki-laki. Rara bingung dengan situasi yang dilihatnya sekarang, ia mendekati kerumunan orang yang ada didepannya. Dia bertanya dengan orang yang ada didepannya.
"Eh, ada apa sih?" Tanya Rara.
"Itu kak, ehm gimana ya jelasinnya"
"Emang kenapa?" Tanya Rara curiga.
"Bang Rasyid sama Jo temen kakak berantem"
*jjjeeeddeerrr*
Matanya membulat dan jantungnya berdegup kencang. Pikirannya yang masih tentang ayahnya kini berganti ke kedua orang cowo yang dekat dengan dirinya, bahkan mengisi setiap detik kehidupannya. Rara menerjang kerumunan orang yang ada didepannya. Segera Rara berlari menuju kamar Rasyid. Ia membuka pintu, dilihatnya Rasyid yang sudah ada dalam cengkeraman Jo.
"Jo, lepasin Rasyid sekarang juga" Perintah Rara kepada jo.
Jo sama sekali tidak mendengarkan perintah Rara. ia masih saja mencengkram Rasyid. Rara mendekat ke arah mereka. Jo sudah melayangkan tinju ke Rasyid.
Bhuk
Suara teriakan para santri yang melihat sangat histeris. Rara tersungkur kebawah setelah mendapatkan tinjuan dari Jo. Rasyid terkejut setengah mati melihat Rara yang wajahnya lebam karena tinjuan Jo. Jo mendekat ke Rara.
"Are you okay Ra?" Tanya Jo panik.
"Yes, I'm okay"
Rara mengangguk dan menggenggam tangan Jo. Jo menatap gadisnya, ia mengerti bahwa Rara ingin bicara berdua dengannya. Jo langsung menarik Rara dan membopongnya keluar dari kamar. Rara menengok kebelakang dilihatnya wajah Rasyid yang memar akibat pukulan Jo. Rara memalingkan wajahnya dan menatap kedepan. Didepan kamar ia bertemu Danang dan Toni. Rara melirik kearah kamar Rasyid sebagai tanda -tolongin Rasyid-. Keduanya paham dan memasukki kamarnya.
Maafin gue Rasyid.
Saat perjalanan keluar dari asrama laki-laki, Rara dan Jo mendapat sorotan tajam dari santri yang menyaksikan kejadian "langka" di pondok. Rara tau dan mengerti kenapa mereka semua menatapnya tajam. Biasanya pondok itu tempat yang damai, nyaman dan tentram. Lah ini, gara-gara pertengkaran hebat Jo dan Rasyid, pondok menjadi "memanas". Mungkin tidak lama lagi Rara akan dicap gadis pembuat onar. Rara sudah terbiasa dengan sebutan itu, toh sebelum perkelahian Rasyid dan Jo pun, Rara memang sering membuat onar dipondok. Seperti cabut kegiatan pondok, sering melanggar peraturan, dan suka membuat bu Ayu naik emosinya.
Padahal Rara benar-benar ingin berubah jadi yang lebih baik, tapi sirna seketika karena perkelahian yang melibatkannnya.
"Tuh liat, nggak tau malu banget. Udah buat pondok nggak tenang, bawa berandalan kesini terus buat bang Rasyid babak belur. Kasihan bang Rasyid" celoteh santriwati yang berdiri tidak jauh dari Rara.
"Iya bener. Cewe nggak tau tata krama" kata teman santriwati yang berada disebelahnya dengan keras.
Jo melirik dengan tatapan tajam kearah kedua santriwati itu dan kemudian menghentikan kakinya. Rara menahan Jo agar tidak membuat kerusuhan lagi didalam pondok.
"Don't Jo"
"No! Dia udah jelek-jelekin lo and I don't like it"
"Biarin aja, biar Allah yang balas" kata Rara lembut.
"Alah nggak usah sok baik deh kamu Rara. Ilmu agama belum bener sok nasehatin" teriak santriwati itu.
Rara melepas lengan kekar Jo dari bahunya. Ia berjalan pelan sambil memegangi pipinya yang lebam. Sekarang Rara berdiri tepat di kedua santriwati itu, ditatapnya lekat dengan ekspresi yang serius.
Kedua santriwati yang berada didepan Rara merasakan kegerian ekspresi Rara yang tidak bisa ditebak. Salah seorang dari mereka menundukkan pamdangan karena tidak kuat dengan tatapan tajam Rara.
"Mungkin gue belum jadi orang baik, tapi gue belajar jadi terbaik. Nggak perlu dianggap baik paling tidak gue nggak munafik dengan berpura-pura baik. Kayak lo contohnya" kata Rara pelan tapi menusuk kehati kedua santriwati yang memakai jilbab biru dan hijau tosca itu.
Keduanya diam tidak bisa berkata apa-apa. Rara pergi meninggalkan keduanya dan pergi meninggalkan asrama laki-laki
⏪⏩
Maafin ya kalo nggak dapet feelnya. Maaf juga kalo sering typo sama bahasanya agak rusuh. Tapi makasih udah mau baca :). Komen sama Vote ya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top