13. PENOLAKAN
Setelah sholat subuh, Rasyid membaca Qur'an. Ia membaca surah Ar-Rahman.Surah yang sangat ia sukai. Suara yang ia lantunkan sangat merdu. Membuat semua orang yang ada disana mengalir bersama suaranya.
Setelah selesai membaca, Rasyid dan teman-temannya bergegas kembali kekamarnya. Rasyid mengganti pakaiannya dan merapikan kasurnya.
"Abang suka ya sama si ukhti yang namanya Rara, sampai-sampai dia masuk ke asrama cowo. Enggak abang marahin?" tanya Toni salah satu teman Rasyid.
"Emang salah kalo Rasyid suka sama si Rara?" bantah Danang.
"Tidak salah hanya saja tidak baik jika sering bertemu yang ketiga adalah setan"
Danang berdiri menghadap Toni dan berkacak pingang
"Udah jangan berantem kalian saudara, seharusnya kalian saling mengingatkan jika ada yang salah dan saling memberi semangat jika ada yang mulai putus asa" kata Rasyid melerai Danang dan temannya.
Danang duduk dan Rasyid berdiri ditengah pertengkaran yang panas.
"Ana hanya mengingatkan bang, jangan sampai mendekati ZINA.
Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk."(Al-Israa': 32)" kata Toni.
Rasyid diam. Ia mengingat kejadian yang telah terjadi antara dia dan Rara.
Ia menghela napas panjang. Satu kesalahan yang Rasyid perbuat adalah ia membiarkan hatinya terbuka untuk orang yang tidak seharusnya.
"Bang jangan dengerin si Toni. Abang boleh kok suka sama Rara dan abang harus perjuangkan cinta abang sama Rara" cerocos Danang.
Rasyid sekarang bingung dengan perasaannya. Sebenarnya ia suka dengan Rara atau hanya sekedar kagum. Pikirannya kosong. Segera Rasyid beristigfar kepada Allah.
"Ana hanya mengingatkan. Sesama umat muslim harus saling mengingatkan saudaranya agar tidak terjerumus kelubang dosa. Inget bang Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin. Islam menutup rapat-rapat semua celah yang dapat mengantarkan seorang hamba kepada kejelekan dan kebinasaan. Atas dasar ini, disaat Allah subhanahu wata'ala melarang perbuatan zina, maka Allah subhanahu wata'ala melarang semua perantara yang mengantarkan kepada perbuatan tersebut"
Rasyid mengangguk mendengar perkataan Toni. Danang merasa bersalah. Seharusnya ia juga mengingatkan Rasyid untuk tidak bertemu dengan Rara.
Danang berdiri kemudian menjabat tangan Toni.
"Maafin saya, seharusnya saya juga mengingatkan Rasyid agar tidak berkhalwat dengan Rara. Saya minta maaf. Kamu adalah teman saya yang selalu mengingatkan saya kepada Allah"
"Ana udah maafin ente. Ana juga salah seharusnya ana mengutarakan pendapat dengan melihat keadaan" membalas jabatan tangan Danang.
Ada senyum yang terlukis di wajah Danang dan Toni. Rasyid juga tersenyum melihat kedua temannya yang saling memaafkan.
"Bang, maaf lagi nih. Kalo abang beneran suka sama si Rara itu. Lebih baik abang solat kemudian minta bantuan dan petunjuk sama Allah. Dialah Dzat yang Maha mengetahui lagi Maha Benar"
Rasyid mengangguk. Benar juga apa yang dikatakan Toni.
"In Shaa Allah akan saya lakukan"
Keadaan kembali ceria. Tanpa ada perdebatan dan saling menang sendiri. Hanya Rasyid yang masih berada di ambang kebingungan tentang perasaannya terhadap Rara.
Ya Rahman, jika memang dia jodohku dekatkanlah dia padaku dan jika tidak, Jauhkanlah dia padaku dan hilangkan perasaan ini padanya.
⏪⏩
Sejak itu, Rasyid mulai menjauh dari Rara, ia menganggap pertemuannya dengan Rara adalah sebuah kesalahannya. Ia berusaha untuk menghindari pertemuan dengan Rara, mengingat gadis itu selalu nekat meerobos asrama laki-laki, jadi ia harus bersembunyi dan memastikan keadaan benar-benar aman dari Rara.
Sudah beberapa hari ini mereka tidak bertemu. Rara kalang kabut dengan sikap Rasyid yang semakin lama menjauhinya.
Lo kemana sih? Gue kangen sama lo.
Rara duduk ditaman biasa, berharap Rasyid datang menemuinya disini. 1 menit, 5menit, 10 menit hingga 1 jam Rasyid tidak menampakkan batang hidungnya. Rara menyerah.
Ia berdiri dan mulai melangkahkan kakinya. Ia mengangkat wajahnya dan dilihatnya Rasyid yang berjalan bersama gerombolannya.
"Rasyid" teriak Rara dengan semangat yang mengebu-gebu.
Rasyid menoleh ke sumber suara. Didapatinya Rara yang sedang berdiri tegap dengan senyum yang cantik.
Astagfirullah. Apa ini jawaban darimu?
Rara mengayunkan tangannya agar Rasyid mendekatinya. Rasyid menghela napas.
"Kalian tunggu disini dulu aja. Saya bertemu dengan Rara dulu"
Rasyid membalikan badannya. Salah teman Rasyid menepuk pundaknya.
"Bang buatlah dia mencintai abang karena Allah. Ubah sikap dan perilakunya" Toni meremas pundak Rasyid untuk memberikannya keberanian yang sempat ciut saat melihat Rara.
Rasyid mengangguk dan berjalan kembali kearah Rara.
Bismillah.
Sekarang Rasyid berhadapan dengan Rara. Gadis itu masih setia dengan senyum manisnya, inilah hal yang membuat Rasyid sulit mengatakannya.
"Assalamualaikum Ra. Ada apa ya?"
"......."
Rara diam seribu kata. Ia tidak berani mengutarakan perasaannya kepada Rasyid.
"Lo apa kabar? Gue jarang ketemu sama lo". Rara angkat bicara.
Rasyid menghela napas panjang. "Saya akhir-akhir ini sibuk karena sebentar lagi bulan Ramadhan"
Rara mengangguk paham. Diam. Keadaan kembali seperti semula. Hening tidak ada pembicaraan. Rasyid mulai tidak tahan berhadapan dengan Rara.
"Jika tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, saya akan pergi" ucap Rasyid ketus. Gadis berambut panjang itu dibuat bingung dengan sikap Rasyid yang berubah.
Rasyid membalikkan badannya meninggalkan Rara. Rara gelagapan melihat Rasyid yang berjalan meninggalkannya. Ia tidak bisa membendung lama perasaannya.
"GUE SAYANG SAMA LO. LO MAUKAN JADI PACAR GUE?" Teriak Rara.
Rasyid berhenti berjalan dan tersentak mendengar perkataan Rara. Ia berusaha mengatur detak jantungnya yang sudah tidak beritme indah, ia mengenggam erat tangannya. Kecewa, bahagia, sedih, menjadi satu. Ia memberanikan diri melihat Rara yang masih berdiri menunggu jawaban darinya. Senyum itu masih belum luntur, ia tidak tega membuat senyum itu luntur. Senyum yang membuatnya bersemangat dan entah sejak kapan senyum itu selalu ia rindukan.
Rara tersenyum bahagia melihat Rasyid yang membalikkan badan. Sekarang mereka berhadapan.
"Lo mau jadi pacar gue?" Tanya Rara sekali lagi.
"Maaf" ucap Rasyid tegas tanpa intonasi, datar.
Kata-kata itu keluar dengan mudah dari mulut Rasyid. Rara hanya bisa diam. Ritme jantungnya sudah tidak terkontrol, jawaban yang Rasyid berikan tidak seperti yang ia inginkan, bukan itu yang Rara inginkan. Gadis bermata coklat itu lemas seketika, ia menahan air matanya.
"Lo nggak suka sama gue?" Tanya Rara lirih, hampir berbisik.
Rara kembali meyakinkan dirinya, bahwa yang ia dengar itu salah, salah besar. Ia masih tidak percaya dengan perkataan Rasyid.
"Bukan itu maksud saya. Tapi saya belum siap untuk menjalin hubungan dengan kamu"
Rasyid mengangkat wajahnya. Rara melongo mendengar jawaban Rasyid. Ia mengira bahwa Rasyid menyukainya, tapi ini kebalikannya.
"Terus mau lo apa sekarang?". Rara menahan tangisannya. Matanya sudah memanas sedari tadi, dadanya sesak menahan tangisan yang hampir keluar.
"Saya ingin kamu pergi menjauh dari saya. Beberapa hari ini saya selalu mendapat teguran karena bertemu denganmu. Jadilah wanita muslimah yang benar". Rasyid menegaskan setiap kata pada Rara, mudah-mudahan gadis didepannya sadar jika yang ia lakukan adalah salah. Tapi Rasyid tidak melihat apa yang terjadi dengan lawan bicaranya, ia tidak memikirkn konsekuensi kedepannya.
Deg.Rara diam seribu kata. Sepertinya dewi fortuna tidak berdiri bersamanya. Ia berharap dunia ini hancur, agar ia tidak mendengar perkataan Rasyid yang memakan hati. Dunia memang tidak adil.
"Kamu jangan memasukkan dirimu kedalam kemaksiatan. Hidup ini cuma satu kali dan buatlah hidupmu bermanfaat. Coba kamu pikirkan jika kita berpacaran. Bukannya bermafaat yang ada hanya kemaksiatan. Itu sama saja Zina. Saya ingin menjaga kesucian kamu dengan cara saya tidak menyentuhmu, bahkan memandang kamu saya tidak berani. Jangan jadikan dirimu sebagai wanita yang murahan". Sekali lagi Rasyid memberikan segores luka pada Rara.
Rara mengangkat wajahnya. Serasa ditampar berkali-kali, kata-kata Rasyid barusan menusuk hatinya. Sakit. Ia tidak menyangka Rasyid mengatakan hal seperti itu, mengatakan jika Rara adalah wanita murahan. Ia menatap tajam Rasyid, tidak senang.
"Jangan cintai saya karena ketampanan, kasta dan harta yang saya miliki. Cintailah saya karena Allah. Karena dia yang Maha Mengetaui segala isi hati. Jika kita memang berjodoh mungkin Allah memiliki rencana yang baik"
Amarah Rara sudah memuncak. Ingin sekali ia menerkam Rasyid kemudian menyumbal mulutnya dan mengembalikan kata-kata yang menyakiti hatinya kepada Rasyid. Tangannya menggenggam erat. Wajahnya sudah tertekuk, ia menutup matanya merasaka panas air mata yang mengelumpuk. Air matanya sudah berada di kelopak mata dan mencoba untuk keluar. Namun, Rara mencegahnya agar ia tidak terlihat lemah dihadapan Rasyid.
Rasyid terasa teriris hatinya melihat gadis dengan senyum indah didepannya terluka karena ucapannya. Ia segera membuang semua prespektif yang mengitari kepalanya dan mengatakan satu hal lagi supaya Rara tidak mendekati dirinya.
"Saya akan pergi dari kamu dan saya harap kita menjalani kehidupan kita masing-masing. Kamu dikehidupanmu dan saya berada dikehidupan saya. Berdoalah kepada Allah, mintalah petunjuk pada-Nya. Mungkin saja hari ini kamu suka sama saya, tapi besok mungkin kamu akan membenci saya. Dialah Maha pembolak balik hati"
"Terus kenapa selama ini lo care sama gue? Kenapa?" Bentak Rara dengan nada yang serak.
"Karena kamu teman adik saya" Rasyid mencari alasan yang tepat. Padahal bukan itu alasannya.
"Alasan" bentak Rara.
"Dan satu hal lagi karena kamu adalah santriwati yang bermasalah disini, kamu tau sendiri jika saya ketua keamanan disini, jadi saya harus memantau keadaan para santri dan termasuk kamu. Itu salah satu tanggung jawab saya" ucap Rasyid dengan tatapan tidak suka pada Rara .
Rasyid berjalan cepat meninggalkan Rara.
Ya Allah mungkin ini yang terbaik untuknya dan juga terbaik untukku. Pertemukanlah kami ya Rab, jika kami memang berjodoh.
"Ayo kita kembali kekamar" bujuk Rasyid pada temannya.
Rara masih berdiri menahan tangisannya. Tapi, air matanya kini tidak bisa ditahan. Ia menumpahkan kekesalannya hari ini. Tangisannya sangat menyesakkan. Sesakit inikah putus cinta? Apakah ini adil untuk Rara?
Gila lo Rasyid. Busuk lo
Danang melihat Rara menanggis langsung menghentikan jalannya dan memanggil Rasyid.
"Syid, itu si Rara nanggis. Bagaimana ini?" Ucap Danang khawatir melihat keadaan Rara yang sepertinya benar-benar menyesakkan
"Biarkan. Aku sudah tidak peduli dengannya" ketus Rasyid
Rasyid berjalan tanpa menoleh kearah Rara sekalipun. Dalam hatinya, ia mengutuk dirinya sendiri karena membuat orang yang ia sayangi menanggis. Mau bagaimana lagi ia tidak bisa memaksa Rara tetap bertahan pada perilakunya yang "buruk" bagi pandangan agama. Bukan, bukan karena ia membenci Rara atau apa. Tapi ia ingin Rara mengenali dirinya sendiri sebagai seorang muslimah dengan segudang tanggung jawab yang akan diminta pertanggung jawabannya kelak oleh sang penguasa alam semesta.
Terkadang mencintai itu belajar ikhlas, syukur dan sabar. Tentu saja karena Allag memasangkan dua insan yang tidak sempurna, tapi bisa saling melengkapi.
Maafkan saya Rara.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top