03. NAMANYA RASYID

Rara sekarang berada di ruangan Bu Ayu akibat aksi nekatnya tidak mengikuti kegiatan pondok. Sudah bisa ditebak, dia mendapat teguran panjang dari Bu Ayu. Tidak hanya mendengarkan, dia meresapi setiap kaperkataan bu Ayu dengan ogah-ogahan dan mengeluarkan kata-kata itu tanpa memahami apa yang dikatakan bu Ayu. Bu Ayu hanya mengelengkan kepalanya dan mengelus dada melihat kelakuan Rara yang na'udzubillah mindzalik.

Setelah mendengarkan penjelasan yang panjang lebar seperti rentetan gerbong kereta api dari Bu Ayu, akhirnya Rara dan Fatimah kembali kekamar. Rara merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk. Hari ini ia sangat lelah, ternyata mendengarkan ceramah dari bu Ayu adalah salah satu hal yang paling melelahkan.

Dirasa mulai nyaman, matanya terkatup katup ingin menutup. Namun terasa ada yang aneh. Tangannya mulai meraba-raba di sampingnya. Dia melihat sekeliling, tapi tidak ada yang hilang. Fatimah yang melihat Rara bersikap aneh langsung mendekatinya.

"Ada apa kak? Sepetinya kakak sedang mencari sesuatu. Apa ada barang kakak yang hilang?" Tanya Fatimah, sebab ia mencium gelagat aneh Rara yang tampak kebingungan.

"Kayaknya iya. Lo lihat buku yang gue bawa tadi nggak?".Rara gelagapan mencari barangnya yang hilang dan mulai mengobrak abrik barang-barangnya.

Fatimah mengernyitkan dahi, "Saat di asrama cowo? Tidak," Fatimah menggeleng. "Aku tidak melihat kakak membawa buku." lanjutnya.

Rara menggigit bibir bawahnya dan mengetuk pelan pelipisnya dengan jari telunjuk. Ia mulai mengingat kejadian yang membuat bukunya hilang. Serentetan peristiwa harus ia ingat, mulai dari Rara sedang berbicara dengan seorang laki-laki—siketua keamanan pondok—dan kemudian di panggil oleh bu Ayu. Lalu—matanya terbelalak karena teringat sesuatu, yang menunjukkan dimana letak buku yang dia bawa barusan. Segera dia bangkit dari kasurnya dan berjalan cepat menuju tempat tadi membaca buku. Tidak lagi memikirkan kemungkinan buruk yang akan menimpanya. Takut terjadi hal-hal aneh pada Rara, Fatimah mengikuti gadis itu yang mulai menjauh darinya.

Tidak lama kakinya menginjak lantai keramik tua area santri laki-laki. Sesampainya di taman, Rara tidak menemukan bukunya dimanapun. Bahkan dia sampai berjongkok demi buku yang sangat berharga baginya.

Di depan pintu asrama laki-laki dia melipat tangannya ke depan dada dan mulai memikirkan cara agar bukunya dapat kembali. Jika Rara langsung menerobos masuk ke dalam area asrama putra, sama saja dia masuk ke kandang singa, pasti akan mendapatkan ceramah panjang lagi dari bu Ayu, yang berhasil membuat kepalanya pening. Ia mencari jalan keluar lain, agar tidak mendapatkan hukuman yang sama. Seketika ide muncul dari otaknya setelah melihat seorang gadis, sepertinya dia keamanan yang menjaga asrama perempuan, yang membawa pengeras suara. Rara segera memanggil gadis itu.

"Woy! Sini lo." Teriak Rara sambil mengayunkan tangannya kearah gadis yang memakai khimar panjang.

Gadis itu mendekati Rara. "Kamu memanggil saya? Ada apa? Kamu seharusnya nggak boleh di sini. Ini area ikhwan, akhwat nggak boleh ada di sini." Kata gadis itu memperingatkan Rara.

"Iya-iya, bawel. Gue paham kalo gue nggak boleh ke sini, bu Ayu udah bilang tadi." Dia mulai malas bertemu gadis yang mirip dengan bu Ayu, 11:12 malah. Setiap kalo bertemu dengannya ingin sekali rentetan kalimat ceramah di lontarkan untuk Rara. "Betewe, Gue pinjem pengeras suara yang lo bawa dong, boleh nggak?" Kata Rara menyakinkan.

Gadis itu melihat kearah pengeras suara yang ia pegang kemudian melihat kearah Rara bergantian. Rara mengerti jika gadis itu tidak percaya dengan perkataan Rara. Jelas saja gadis itu tidak percaya karena sekarang Rara adalah Trouble maker di asrama. "Lo inginkan gue balik ke kamar dan nggak buat keributan di sini, makanya pinjemin gue pengeras suara itu, Cuma sekali doang, setelah itu gue pastiin gue nggak bakalan buat keributan lagi. I'm promise, please." Rara meyakinkan gadis keamanan itu sekali lagi.

Akhirnya gadis pembawa pengeras suara itu mau meminjamkan pengeras suaranya. Walau dia tidak sepenuhnya yakin dengan perkataan Rara yang tidak akan membuat keributan.

Setelah alat pengeras suara itu berpindah tangan ke genggamannya, Rara tersenyum nakal.

"NGING.....!!!" Ia menghidupkan pengeras suara dan mendekatkan bibirkan di pengeras suara. Berbagai ide jahil berkumpul di otaknya. Sebenarnya ada maksud lain dari menemukan bukunya yang hilang. Dia rindu melakukan aksi onar di lingkungan sekolah. Kalo nggak hari ini kapan lagi?. Pikirnya.

Dia mengambil napas dalam-dalam, lalu berteriak sekencang mungkin. "BUAT LO YANG TADI KETEMU SAMA GUE DI TAMAN KELUAR SEKARANG!! BALIKIN BUKU GUE!" kata Rara keras dan penuh amarah.

═Ra and Ra═

Rasyid sedang membaca asyik buku yang ia temukan. Bagus juga. Batinnya. Ia tidak menyangka jika gadis yang ia temui tadi waktu Ashar, adalah tipekal gadis yang kutu buku. Dilihat dari sisi manapun, gadis itu tidak memiliki sifat yang baik, tapi sepertinya penampilan seseorang berhasil mengecoh pengelihatan.

Tidak lama ia mendengar ada seseorang yang melakukan kegaduhan. Rasyid melirik kearah jam yang tergantung di kamar. Seharusnya ini menjadi waktu tenang mengingat para santri dan santri wati bersiap untuk shalat maghrib. Karena kepo, dia keluar dari kamar dan melihat gadis yang ia temui di taman tadi sedang berbicara menggunakan pengeras suara dan semua santri mendekat kearahnya. Termasuk Rasyid, dia mendekat perlahan kearah gadis itu.

"GUE BILANG BALIKIN BUKU GUE SEKARANG! ATAU GUE MASUK KE ASRAMA COWOK LALU GUE BUAT RUSUH DI ASRAMA COWOK." perilaku kasar Rara semakin menjadi-jadi. Salahkan saja pada orang yang berani mengambil bukunya, membuat dia naik pitam untuk menghajar habis-habisan orang yang berani mengambil bukunya.

Rara semakin tidak sabar menunggu. Ia menurunkan pengeras suara dan mulai membuka pintu asrama laki-laki yang disambut dengan suara gaduh para santri yang melihat kelakuan nekadnya. Dalam hati, Rara bersorak seru karena inilah yang dia cari. Baru saja ia melangkahkan satu kakinya, Tiba-tiba ada seseorang memberikannya buku yang ia cari. Dia menatap seseorang yang ada di depannya, kemudian mengambil buku itu.

Dia keluar dari area asrama laki-laki dan mendekatkan lagi pengeras suara di bibirnya.

"MAKASIH! LAIN KALI KALO NEMUIN BARANG LANGSUNG KEMBALIIN KEORANGNYA. BYE!" teriak Rara didepan laki-laki itu.

Rara mengembalikan pengeras suara ke pemiliknya, tanpa mengucapkan terima kasih. Dia meninggalkan kerumunan di asrama putra yang diakibatkan oleh aksi nekatnya sambil tersenyum puas. Fatimah mengikuti Rara menuju kamar.

═Ra and Ra═

Bu Ayu memasukki kamar Rara. Tidak usah ditanya lagi apa yang bu Ayu lakukan. Guru perempuan itu langsung berjalan cepat menemui Rara setelah mendapat laporan dari santri wati yang melapor. Dia mulai mengomel dan memberikan penjelasan pada Rara. Ia hanya mengangguk dan tersenyum miring. Setelah Bu Ayu keluar dia melihat bukunya sudah kembali. Fatimah tertawa kecil melihat tingkah Rara.

"Kakak buku itu berarti banget ya buat kakak? Sampai-sampai membuat gaduh asrama." kata Fatimah heran.

"Penting banget buat gue. Karena semua kenangan berharga gue tersimpan di sini." Mata gadis itu melunak memandang wajah Fatimah yang ingin tahu. Disimpannya buku tadi di lemari kayu. Lalu ia menghadapkan tubuhnya kearah Fatimah. "Oh ya, cowo itu namanya siapa?"

Fatimah tersenyum ketika Rara menanyakan nama laki-laki yang barusan menjadi korbannya. "Namanya Muhammad Ar-Rasyid. Kakak bisa panggil dia Rasyid."

...

assalamu'alaykum. hay-hay. afwan lupa memberitahu, lama juga tak bertemu kalian, kangen rasanya. semenjak menjadi kelas 3 SMA dunia seolah menjadi sempit dan harus fokus dengan ujian. tapi alhamdulillah semua ujian itu sudah terlaksana. *tabur bunga*

oh iya, maaf kalo aku sering ganti-ganti ceritanya, karena setelah ku baca ulang ternyata banyak kata dan kalimat yang nggak pas dan nggak nyambung, jadilah aku koreksi dan perbaiki. semoga kalian suka.

sekali lagi, terima kasih sudah mampir dan membaca ceritaku.


Mutiara<3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top