8. Ketika Kenyataan Menghancurkanmu

"Berapa banyak luka yang yang kau rasakan ketika sebuah kenyataan menghancurkanmu?"

—Adinda Sekar Prastantri

~***~

***

Gugurkan saja

Dua kata dalam pesan tersebut mampu membuat tubuh Kasih bergetar hebat. Setelah beberapa hari dia menunggu balasan dari puluhan pesan yang dikirimkannya. Laki-laki itu hanya membalas dengan dua kata tetapi mampu meluluhlantakkan dunianya.

Hidupnya terasa hancur seketika itu juga. Bumi tempat berpijak seolah menelan jiwa dan raganya. Inikah balasan yang harus ia terima? Atau inikah karma yang harus dia tanggung atas pengkhianatan yang diperbuatnya?

Tubuh langsing itu pun luruh di atas lantai. Air matanya membasahi pipi putih yang terlihat lebih tirus dan pucat. Dadanya terasa sesak. Kenyataan itu begitu menghancurkannya. Dia tidak sanggup untuk menahan semua ini. Apa yang harus dilakukannya sekarang?

Bahkan laki-laki yang sudah menabur benih dalam rahimnya meminta untuk menggugurkan saja hasil dari buah percintaan mereka. Lalu untuk apa dia hidup sekarang? Keluarganya pasti akan malu kalau mengetahui kenyataan ini.

Kasih menangis. Dia meronta. Memukul-mukul perutnya sendiri yang masih rata.

Brengsek!

Batinnya mengumpat. Laki-laki itu ternyata sama saja, hanya mau manis di awal. Setelah itu dia membuangnya begitu saja. Habis manis sepah dibuang. Seperti kumbang yang hinggap hanya untuk menghisap sari madu bunga yang tengah mekar lalu menghilang setelah bunga itu terkulai layu. Kasih ibarat bunga yang telah layu setelah kumbang berhasil menghisap seluruh madu manisnya.

Dia memang sudah terbiasa dengan kehidupan malam ibukota tapi tidak dengan sex bebas. Bahkan laki-laki itu yang pertama kali merenggut semua miliknya. Nafsu sesaat membuatnya buta. Buta pada kenyataan. Buta pada cinta sesaat. Buta akan pesona seorang laki-laki yang sebenarnya bukan miliknya.

Pikirannya kalut. Dia menyesal. Malu tentu saja. Lalu untuk apa dia hidup jika harus menanggung dosa ini sendirian.

***

"KASIH!" Teriakan ibunya mampu membuat seisi rumah berlari ke arah sebuah kamar tidak terkecuali Sekar. Seketika semua orang mendadak kaget dengan pemandangan di dalam kamar tersebut. Kasih tergeletak tak sadarkan diri di atas lantai dengan darah yang mengucur dari pergelangan tangannya.

Sekar terkejut kemudian segera menyeruak masuk dan berlutut di samping ibunya.

"Mbak Kasih, Mbak?" panggil Sekar sambil mengguncangkan tubuh kakaknya dengan panik.

Wajah Kasih begitu pucat. Rambutnya tergerai tak beraturan bercampur dengan darah. Sekar seolah tak percaya melihat keadaan Kasih yang begitu menyedihkan.

"Kasih...," panggil ibunya dengan tangisan yang memilukan.

"Ibu tenang ya, kita bawa Mbak Kasih ke rumah sakit, " balas Sekar yang terlihat sangat panik.

Dengan bantuan sanak keluarga akhirnya Kasih tiba di sebuah rumah sakit. Dokter dan beberapa perawat langsung membawa Kasih ke ruang pengobatan.

Sekar merangkul ibunya yang masih saja menangis. Sesaat kemudian Suhadi berjalan sambil tergopoh-gopoh menghampiri Sekar dan istrinya.

"Apa yang terjadi dan bagaimana keadaan Kasih sekarang?" tanya Suhadi.

"Kasih Yah... Kasih." Maryam beralih ke pelukan Suhadi.

"Iya Bu, sabar ya," ucap Suhadi sambil mengelus punggung istrinya yang sedang menangis.

"Bagaimana ini bisa terjadi, Kar?" tanya Suhadi pada Sekar.

"Sekar tidak tahu bagaimana kejadian sebenarnya Yah. Karena Sekar sudah melihat Mbak Kasih tak sadarkan diri di pangkuaan Ibu," jawab Kasih yang tidak bisa menyembunyikan perasaan khawatirnya.

"Kasih kenapa kamu senekad ini Nak," ucap Maryam di sela isak tangisnya. Sekar mencoba menenangkan ibunya dengan mengusap pelan lengan perempuan yang telah melahirkan mereka berdua.

"Sabar ya Bu, kita berdoa saja semoga Mbak Kasih tidak apa-apa." Sekar mencoba menenangkan ibunya walaupun sebenarnya dia juga merasa khawatir dan bertanya-tanya kenapa kakak perempuannya nekad melakukan hal yang dilarang oleh agama.

Tidak berapa lama dokter pun keluar dari ruangan di mana Kasih mendapatkan pengobatan.

"Maaf, dengan keluarga Ibu Kasih."

Sekar beserta ayah dan ibunya segera menghampiri dokter tersebut.

"Kami keluarganya, Dok, bagaimana keadaan anak saya?" tanya Ayah Kasih.

"Keadaannya cukup lemah karena kehilangan banyak darah namun sudah tidak apa-apa, hanya membutuhkan istirahat yang lebih agar kondisinya cepat pulih," jelas dokter tersebut.

"Apakah kami boleh masuk, Dok?" tanya Ayu.

"Silakan, tapi pasien masih belum sadar dan masih perlu istirahat yang cukup."

"Terima kasih, Dok," ucap Sekar dan ibunya bersama-sama.

Mereka berdua kemudian masuk lebih dulu lalu disusul ayahnya, tetapi dokter mencegah Suhadi untuk ikut masuk.

"Maaf Pak, bisa saya berbicara berdua saja?" tanya dokter tersebut sopan.

Suhadi nampak terkejut tetapi dia mengiyakan dan mengikuti dokter tersebut ke sebuah ruangan. Setelah itu dokter menyuruhnya duduk.

"Maaf Pak, keadaan putri Bapak cukup mengkhawatirkan dan itu bisa mengganggu kondisi kandungannya."

"Maksud Dokter?" tanya Suhadi tidak paham dengan arah pembicaraan Dokter tersebut.

Dokter laki-laki tersebut mengerutkan keningnya. "Apakah Bapak tidak tahu kalau putri Bapak sedang hamil?"

Suhadi diam. Tubuhnya terasa disengat listrik jutaan volt. Hatinya terasa diremas. Bagaimana mungkin Kasih hamil?

***

"Bangun!" teriak Suhadi pada Kasih yang sudah sadar.

"Aku bilang bangun!" Kali ini suara Suhadi dua kali lebih keras hingga membuat Sekar dan ibunya berjingkat.

"Ada apa, Yah?" tanya Maryam memegang lengan Suhadi.

Sekar merangkul Kasih yang sedang terisak karena teriakan Suhadi.

"Anak tak tahu diuntung!" Wajah Suhadi merah padam. Dia sangat marah dan kecewa pada Kasih. Kepercayaannya selama ini telah disalahgunakan. Anak sulung yang ia banggakan telah mencoreng wajahnya.

"Sabar Pak, sabar." Maryam mencoba menenangkan suaminya. Dia sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi. Setelah kembali dari ruangan dokter Suhadi terlihat begitu marah.

Sekar memandang ayahnya bingung. Tangannya masih merangkul pundak Kasih yang masih terisak menahan tangis.

"Katakan siapa laki-laki itu?" tanya Suhadi yang sudah disulut amarah karena kelakuan anak pertamanya.

Kasih diam. Dia melirik Sekar yang masih setia di sampingnya. Kasih berpikir kalau dokter telah mungkin telah memberitahu ayahnya tentang kehamilannya. Sehingga membuat Suhadi naik pitam dan marah padanya.

"Katakan!" bentak Suhadi.

Maryam yang sedari tadi melihat suaminya marah tanpa sebab pada Kasih menjadi semakin bingung.

"Ada apa Pak sebenarnya?" tanya Maryam pada suaminya.

"Tanyakan sendiri pada anakmu itu!" Tunjuk Suhadi yang telunjuknya telah mengarah pada Kasih.

"Ada apa, Nduk?" tanya Maryam kali ini pada Kasih.

Kasih menggeleng. Isakan yang sedari tadi berubah menjadi tangis. Sekar semakin erat memeluk tubuh ringkih kakaknya.

"Katakan siapa laki-laki itu?" Suhadi benar-benar marah kemudian dia mendekat ke ranjang Kasih. Tangannya terulur hendak menampar wajah Kasih namun Sekar segera menghalangi.

"Sabar Pak, sabar." Maryam telah memeluk suaminya sambil terisak.

Suhadi berbalik. Dia harus meredam emosinya. Di saat seperti ini kemungkinan terburuk bisa saja terjadi.
Ketika dia hendak berjalan, langkahnya terhenti oleh suara Kasih. Lirih tapi masih bisa didengar oleh mereka bertiga.

"Kau bilang apa?" tanya Suhadi yang kini sudah menatap wajah Kasih.

"Ini anak Dimas, Pak."

Tangan Sekar luruh seketika itu juga.

Suhadi dan Maryam diam seribu bahasa. Dia menoleh pada Sekar yang diam mematung. Kemudian Sekar menggeleng dan tersenyum pada Kasih.

"Pacar Mbak Kasih namanya Dimas juga?" tanya Sekar dengan suara sedikit bergetar.  Dia mencoba menguatkan hatinya bahwa bukan Dimas—nya yang telah menghamili Kasih.

Kasih menggeleng. "Dimas. Calon suami kamu."

Tubuh Sekar seakan ditimpa beban jutaan ton. Hatinya remuk setelah mendengar perkataan Kasih. Tidak. Dia pasti salah dengar. Tidak mungkin Dimas dan Kasih—.

Maryam yang sedari tadi menangis kini menjerit histeris. Suhadi segera merangkul istrinya yang telah terduduk lemas di atas lantai. Napas Suhadi memburu. Dia benar-benar tidak bisa menerima semua kenyataan ini. Tatapan marah, kecewa serta malu dilontarkan untuk Kasih. Namun, sesaat kemudian dia beralih memandang anak bungsunya yang kini telah terduduk di atas lantai.  Sekar hanya diam saja tidak bergerak. Tidak ada tangis atau kemarahan yang terpancar. Namun, Suhadi bisa merasakan bahwa Sekar terluka. Anak keduanya itu tampak begitu terpukul.

Maryam masih menangis dan meraung di pelukan suaminya. Sedangkan Kasih, dia tertunduk dengan air mata yang sedari tadi telah mengalir membasahi pipinya. Penyesalan. Dia menyesal. Namun apakah itu berguna untuk saat ini? Nasi sudah menjadi bubur, tidak ada yang bisa ia perbuat kecuali pasrah menerima semua ganjaran yang akan diberikan oleh kedua orang tuanya dan juga Sekar.

Kasih tahu berapa banyak luka yang telah ditorehkan pada adiknya itu. Kata maaf tidak akan cukup untuk menebus semua pengkhianatan yang ia lakukan bersama calon adik iparnya. Kematian yang ia rencanakan pun sia-sia. Ternyata Tuhan masih sayang padanya hingga membiarkan dia hidup untuk menanggung dosa yang telah diperbuat bersama dengan Dimas.

~***~
Kata maaf takkan sanggup mengobati luka yang telah kau berikan

~***~

***

Maaf jika ada typo, kalimat tidak efektif, kesalahan EYD dll, edit setelah cerita selesai.

Part ini saya persembahkan untuk seluruh gen 3, semangat ✊ dan maju terus untuk odoc.

MethaSaja EnggarMawarni sicuteaabis SerAyue Jagermaster Tyaswuri Bae-nih brynamahestri xxgyuu YuiKoyuri CantikaYukavers JuliaRosyad9 holladollam NyayuSilviaArnaz

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top