4. PERTEMUAN KEDUA

"Jika pertemuan pertama sudah begitu menggoda, apakah akan berlanjut pada pertemuan-pertemuan berikutnya?"

****

Dimas baru saja memarkirkan mobilnya di halaman rumah orang tua Sekar. Di sampingnya, Sekar duduk dengan wajah yang terlihat lelah, tetapi sinar bahagia terpancar jelas dari matanya yang jelita. Mereka baru saja kembali dari pemotretan pre-wedding di luar kota.

Keduanya memilih Kota Trenggalek yang terkenal dengan daerah wisatanya. Banyak pantai, goa dan hutan mangrove yang bisa dikunjungi di sana. Di Pacitan memang banyak sekali pantai dan goa yang tidak kalah memesona dengan Trenggalek. Namun, karena mereka memiliki alasan tersendiri memilih lokasi tersebut.

Sekar dan Dimas adalah dua insan yang sama-sama menyukai traveling. Mereka sering mengunjungi tempat-tempat wisata terutama daerah pantai. Dan alasan mereka memilih Trenggalek karena di sana terdapat Hutan Mangrove dan di atasnya berdiri jembatan kayu yang disebut  Jembatan Galau. Jembatan ini mirip dengan jembatan mangrove yang berada di Batukaras, Jawa Barat.

Saat pertama kali mereka mengunjungi tempat tersebut, keelokan pemandangannya membuat dua sejoli itu, memutuskan untuk melakukan pre-wedding suatu hari nanti, saat pertama kali mereka mengunjungi tempat tersebut. Dan akhirnya keinginan mereka terwujud.

Kawasan hutan mangrove ini terletak 500 meter dari bibir pantai Cengkrong. Di sudut-sudut jembatan sudah tersedia gazebo-gazebo untuk tempat beristirahat dan berteduh dari panasnya sinar matahari.

Pertama kali Sekar mengunjungi tempat itu, dia langsung terpesona. Dari atas jembatan dia dapat melihat hamparan hutan mangrove, pegunungan dan juga laut biru lengkap dengan pantai pasir putihnya. Sekar yang saat itu baru satu bulan resmi menjadi pacar Dimas sangat senang ketika laki-laki jangkung itu mengajaknya ke sana. Dan tanpa terasa mereka berdua akan segera menikah kurang dari dua bulan lagi. Waktu begitu cepat berlalu rasanya baru kemarin orang tua Dimas datang untuk melamar.

"Kamu capek?" tanya Dimas melihat wajah sayu Sekar.

"Sedikit..., tapi aku senang sekali." Senyuman Sekar terbit dari bibir mungilnya.

"Ayo turun," ajak Dimas.

Sekar menghela napas dan mengembuskan setelah melepas sabuk pengaman, kemudian turun dari mobil. Dia berjalan beriringan di samping Dimas. Sekar merasa tak lagi sanggup menjejakkan kaki. Tulang belulangnya seakan lepas dari persendian. Dia butuh mandi dan berbaring, melepas penat yang menggelayut.

Ternyata pemotretan itu lebih melelahkan dari traveling yang sesungguhnya. Apalagi dengan gaun yang sedikit membuatnya kewalahan. Gaun itu berwarna putih yang panjangnya  bisa menyapu lantai. Hijab putih dengan hiasan selendang tipis yang cukup panjang hampir menyamai gaun tersebut. Sungguh,  jika bukan untuk kepentingan pernikahan dia tidak akan sudi memakai gaun panjang dan harus naik turun jembatan. Apalagi di bawah sinar matahari yang membuatnya semakin gerah. Untung saja ada dua kostum berikutnya yang lebih casual. Jadi Sekar tidak perlu tersiksa terlalu lama. Dia jadi bisa membayangkan kakaknya yang harus berpose sepanjang waktu di depan kamera dengan kostum yang berganti-ganti. Benar-benar menyiksa.

Namun, Sekar bukanlah Kasih yang suka sekali dengan dunia pemotretan. Dia berbeda. Jika Kasih lebih suka bergaya glamour, dia lebih suka casual. Hanya dengan celana jeans, kemeja, sepatu kets tidak lupa hijab yang membalut kepalanya sejak Sekolah Menengah Atas.

Kasih keluar dari rumah setelah mendengar seseorang mengucapkan salam. Senyumnya merekah ketika melihat Dimas dan Sekar. Ralat—dia tersenyum saat melihat Dimas kembali. Ini adalah kali kedua pertemuan mereka setelah kurang lebih satu minggu yang lalu. Dimas sangat sibuk hingga pada akhir pekan saja dapat berkunjung ke rumah Sekar.

"Kalian baru pulang?" tanya Kasih. Dia tahu mereka baru saja menyelesaikan acara pemotretan pre-wedding. Sekar sebenarnya menawarkan Kasih untuk ikut, tapi ditolak karena alasan takut mengganggu mereka berdua.

"Iya, Mbak," Sekar berucap sambil berjalan masuk diikuti oleh Dimas.

Kasih melirik Dimas sekilas. Laki-laki itu bertambah tampan di mata Kasih setelah pertemuan pertama mereka. Ah, Dimas terlalu sibuk dan hanya punya waktu saat akhir pekan. Selain menjadi seorang PNS, Dimas juga menggeluti bisnis jual beli hp dan aksesoris yang lumayan besar di kotannya. Makanya dia hanya bisa berkunjung ke rumah Sekar pada hari Sabtu malam dan Minggu.

"Pasti kalian capek?" tanya Kasih lagi.

"Iya, capek banget Mbak, apalagi harus pakai gaun yang panjangnya udah sama kayak jembatan Galau." Sekar menggerutu sendiri setelah duduk di samping Dimas. Sedangkan laki-laki itu seperti tidak fokus pada perkataan Sekar. Entah apa yang ada dipikirannya, mungkin sesuatu yang lebih indah dari wanita yang sedang duduk di sampingnya.

"Ya sudah, Sekar masuk dulu..., tolong temenin Mas Dimas ngobrol ya, Mbak, mau ganti baju..., gerah nih," ucap Sekar yang sudah berdiri sambil tersenyum ke arah Dimas dan Kasih.

Kasih hanya mengangguk.

Setelah kepergian Sekar. Terlihat senyum mengembang di bibir Kasih.

"Mau minum apa?" tanya Kasih menawarkan.

"Apa aja...," jawab laki-laki jangkung yang tidak melepaskan pandangannya dari tubuh Kasih. Entah sengaja atau tidak. Namun pakaian Kasih saat ini bisa membangun hasrat laki-laki mana pun. Termasuk Dimas. Laki-laki normal yang haus akan hasrat terpendamnya.

Kasih masuk meninggalkan Dimas sendiri di ruang tamu milik keluarga Suhadi. Ada foto keluarga terpampang di dinding. Terlihat sangat harmonis. Sekar  terlihat masih sangat muda. Sedangkan Kasih masih terlihat lugu. Berbeda jauh dengan Kasih yang sekarang.

Tiba-tiba ada gelenyar aneh yang menggerogoti otak dan juga hatinya. Perasaan asing yang mulai mendobrak kokohnya benteng pertahanan atas dirinya. Apakah rasa itu yang disebut keinginan lebih dari sekedar melihat? Dia ingin memiliki. Menjamah. Menyecap segala rasa manis yang ditawarkan oleh sang pemilik. Apakah salah jika dia menginginkan lebih? Atau salahkah dia jika ingin sekedar mencicipi?

Dimas masih beradu dengan pikiran-pikiran aneh tentang kepemilikan, keinginan dan hasratnya, hingga tak menyadari kehadiran Kasih yang telah kembali dengan nampan yang berisi dua gelas minuman berwarna kuning.

"Silakan diminum," ucap Kasih.

Dimas seperti dilempar kembali ke dunia nyata setelah bergelut dengan pikirannya sendiri. Dia sedikit gelagapan mendengar ucapan Kasih. Langsung saja Dimas menyambar minuman yang telah Kasih sediakan dan meminumnya hingga tinggal setengah.

"Kamu ngelamun?" tanya Kasih sambil menahan tawanya. Rasanya lucu melihat wajah gugup Dimas.

"Enggak...."Dimas mencoba mengelak. Matanya melihat ke mana saja asal tidak bertemu manik hitam milik Kasih.

"Kamu terlihat lelah." Kasih mengamati kulit wajah Dimas yang sedikit berubah warna. Mungkin efek dari panasnya sinar matahari saat pemotretan tadi.

Dimas mengembuskan napas. "Ternyata mau nikah itu ribet."

Kasih tersenyum. "Kamu nyesel nih ceritanya?"

Dimas terkekeh. "Kalau nanti bakalan enak ya gapapa 'kan sekarang repotnya, kenapa harus nyesel. Kamu sendiri kapan nyusul?"

Pertanyaan Dimas membuat Kasih mencebik. Laki-laki di hadapannya ini benar-benar tidak peka. Dia mengangkat topik yang sebenarnya sangat dihindari oleh Kasih.

"Kalau jodohnya udah datang,"  jawab Kasih malas kemudian meraih gelas minuman dan menegaknya setengah.

"Kalau jodohnya ada di depan kamu?"

Kasih hampir saja tersedak dengan perkataan Dimas. Untung saja hal itu belum benar-benar terjadi. Dan laki-laki bermata elang tersebut hanya tersenyum datar. Pandangan mata keduanya bertemu. Seolah mencari sesuatu yang mungkin sedang bersembunyi selaras dengan gelenyar aneh yang bergemuruh.

Seandainya waktu dapat diputar kembali. Seandainya dia yang lebih dulu bertemu dengan laki-laki yang membuat dinding esnya mencair setelah pertemuan pertama.

Seandainya....

Seandainya....

Seandainya....

"Lagi ngobrol apa?" Suara lembut Sekar membuat pandangan keduanya beralih pada gadis cantik dengan jilbab warna biru muda yang kini sudah duduk manis di samping Kasih.

"Oh..., hanya tentang pemotretan pre-wedding kalian." Kasih tersenyum sambil melirik Dimas.

"Mbak sih, Sekar ajak nggak mau. Padahal pantai dan jembatannya bagus banget loh."

"Mbak nggak mau ganggu kalian."

Dimas menatap kedua gadis di hadapannya bergantian. Ada sesuatu yang aneh. Bukan pada kakak beradik tersebut tapi dengan hatinya. Desiran itu datang lagi. Saling beradu. Membuat Dimas enggan untuk berlama-lama berada di antara perasaan asing yang telah menghantarkan suatu getaran aneh pada hatinya.

"Aku pulang dulu ya." Dimas beranjak dari sofa hitam yang selama dua puluh menit didudukinya.

"Iya Mas..., Sekar tahu Mas Dimas
pasti capek."

Sekar tersenyum hangat. Sehangat sinar mentari yang mulai kembali ke ufuk barat. Dan berganti dengan dinginnya malam yang hanya dihiasi sinar redup sang rembulan. Dan kamu tidak boleh serakah kalau ingin memiliki keduanya.

Cukup satu saja.

*****

Typo bertebaran, edit setelah cerita selesai.

Part ini saya persembahkan untuk Uni TiaraWales, terima kasih banyak atas waktunya dan maaf sering tak recokin.

Dan untuk member theWWG gen 3 semangat semua.

MethaSaja EnggarMawarni holladollam Jagermaster Nurr_Salma sicuteaabis SerAyue NyayuSilviaArnaz YuiKoyuri Bae-nih CantikaYukavers Tyaswuri JuliaRosyad9 brynamahestri xxgyuu

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top