3. Kapan Mbak Kasih Nyusul?

"Jodoh itu sudah ada yang mengatur jadi kita hanya perlu berusaha dan berdoa agar jodoh kita segera datang."

****

"Eh..., ini bukannya Kasih? Kapan pulangnya?" tanya seorang wanita yang kira-kira lebih muda dari ibunya. Wanita itu sedang berbincang dengan ibunya di dapur ketika Kasih hendak mengambil minum. 

"Sudah satu minggu yang lalu Bulek," jawab Kasih sopan. Walaupun dia sebenarnya enggan berbasa-basi. Memang dari dulu Kasih tidak suka main ke tetangga. Lebih suka diam di rumah. Tidak heran jika banyak tetangga atau kerabatnya yang tidak tahu tentang kepulangan Kasih.

"Wah, makin cantik saja ya, pasti sudah punya calon?"

Kasih mendesah dalam hati. Pertanyaan yang sama dan pasti ujungnya ditanya 'kapan kamu nyusul? Kapan nikah?'

Ah, basi.

Kasih masih ingin berkarir menjadi model internasional. Tidak ingin terikat walaupun usianya sudah tidak bisa dikatakan muda lagi di kampung halamannya.

"Cepetan nyusul, masa disalip sama Sekar."

Cerewet sekali. Nikah itu bukan seperti balapan F1, siapa yang cepat dia yang menang.

Kasih tersenyum walaupun hatinya menggerutu. Kalau saja wanita dihadapannya itu bukan adik kandung Maryam, pasti kata-kata pedas sudah terlontar sejak tadi. Kehidupan Jakarta yang keras, sedikit banyak mengubah cara pikir dan bicaranya, tapi tentu saja itu tidak berlaku di kampung halamannya. Karena sama saja dia mempermalukan ayahnya yang notabene adalah ketua RT setempat. Dia masih bisa bersabar dan menahan diri.

"Nanti pasti nyusul kok, Bulek. Kasih permisi dulu."

Setelah mengucapkan dua kalimat tersebut, Kasih melenggang pergi menuju kamarnya. Rasa hausnya tiba-tiba menguar begitu saja, setelah mendengar perkataan wanita yang dipanggilnya Bulek tersebut. Terlihat Maryam yang merasa canggung dengan sikap Kasih. Namun dia bisa maklum karena sifat Kasih memang begitu sejak dulu. 

Kasih paling tidak suka orang lain mencampuri kehidupan pribadinya. Ayah dan ibunya saja tidak pernah ikut campur tentang jodoh dan pernikahannya. Dan siapa wanita tadi? Hanya seorang yang punya ikatan darah dengan ibunya saja sok ikut campur. Kasih masih dongkol ketika Sekar masuk ke kamarnya. 

"Mbak,"  panggil Sekar yang telah masuk ke kamar Kasih.

"Ada apa Kar?"  tanya Kasih yang sedang mengecek ponselnya.

"Nanti mau ikut ke wedding organizer? Sekalian Mbak nyoba seragam untuk dipakai pas Sekar nikah."

"Boleh." Kasih menjawab dengan antusias.

Persiapan pernikahan Sekar sudah 75%. Desain undangan, baju pengantin, gedung dan juga katering semua sudah beres. Hanya saja ada beberapa yang masih perlu disempurnakan.

Selanjutnya ada jadwal untuk pemotretan pre-wedding  dua hari lagi. Sekar harus mencoba gaun yang dipakai untuk pemotretan. Dia sengaja mengajak Kasih untuk ikut. Setelah pemotretan pre-wedding selesai, undangan bisa segera dicetak dengan menempelkan fotonya dan Dimas. Membayangkan saja membuat hati Sekar berbunga-bunga. Dia pun tersenyum.

"Kok malah senyum-senyum sendiri." Kasih heran melihat adiknya.

Sekar menunduk malu. Memegang ujung jilbabnya.

"Iya... iya..., yang mau nikah pasti deh seneng banget, apalagi calon suaminya yang udah mirip Reza Rahardian."

"Kok Reza Rahardian sih Mbak?" tanya Sekar. Kakaknya itu aneh saja membandingkan Dimas dengan pemain Habibie dan Ainun tersebut.

"Nggak tahu kenapa kok kayak mirip aja." Kasih terkekeh.

"Mbak sendiri kapan nyusul?"

Pertanyaan Sekar langsung membuat Kasih diam. Sekar bukan tidak menyadari perubahan mimik wajah Kasih. Hanya saja dia penasaran kenapa Kasih betah sekali sendiri. Bahkan dia tidak pernah bercerita tentang kisah cintanya atau mengenalkan seorang laki-laki sebagai seorang kekasih.

"Kamu itu udah mirip Bulek Wati." Kasih memberikan tatapan jengah. Baru saja dia menghindari percakapan tentang pernikahan eh..., malah Sekar yang membahasnya lagi.

"Ya gapapa to Mbak, lagipula umur Mbak memang udah pas buat nikah, apalagi di kampung seperti ini. Seumuran Mbak itu udah pada punya anak dua."

Itu kan mereka bukan gue.

"Iya..., iya..., Mbak ngerti." Kasih duduk di atas kasurnya menatap jengah Sekar.

"Tapi nikah itu nggak sama kayak kamu pilih baju, ngerasa cocok terus dibeli, lalu sampai rumah dicoba lagi eh..., ternyata gak pas, lalu kamu buang begitu saja," Kasih menjelaskan dengan malas.

Sekar hanya menggeleng mendengar penjelasan Kasih. Entah dari mana kakaknya  mendapat filosofi tentang pernikahan seperti itu. Baginya pernikahan adalah tentang kesempurnaan. Karena tidak ada yang sempurna di dunia ini. Dengan adanya pernikahan maka akan saling melengkapi satu sama lain. Dan Sekar menyebutnya dengan kesempurnaan. Walaupun pada kenyataannya pasti ada ketidakcocokkan dalam rumah tangga atau hal-hal lainnya yang dapat menghasilkan pertengkaran kecil. Tetapi itu semua adalah bumbu. Bumbu dalam sebuah biduk suatu rumah tangga. Namun kuncinya adalah saling percaya dan setia. 

"Memang benar Mbak, tapi 'kan kita juga harus berusaha dan berdoa."

"Iya Mbak ngerti Kar, tapi kamu lihat sekarang banyak artis yang kawin cerai. Mbak ogah kayak gitu." Kasih meringis.

Sekar mendesah. "Tapi 'kan nggak ada yang nyuruh Mbak kayak mereka."

"Emang nggak ada tapi melihat mereka jadi malas untuk nikah." Kasih mendengkus. 

"Husss..., Mbak nggak boleh ngomong gitu, nanti diamini malaikat."

Kasih mencibir. Sekar hanya bisa mengelus dada.

Kasih jadi teringat kisah cintanya dua tahun lalu yang kandas. Karena ternyata laki-laki yang dipacarinya selama enam bulan itu, sudah punya anak dan istri. Yah, Kasih juga tidak salah. Siapa wanita yang tidak tergoda dengan laki-laki tampan dan mapan seperti mantannya dulu, yang berprofesi sebagai seorang produser. Dan dia lupa laki-laki tampan dan mapan itu kebanyakan sudah punya anak dan istri. Kasih mendesah kembali.

"Iya nanti kalau udah ketemu jodohnya, Mbak akan bawa pulang dikenalin sama Ayah dan Ibu."

"Yang seperti Mas Dimas, Mbak?"

Kasih mencibir. "Yang seperti calon suami kamu itu seribu satu, limited edition!"

Sekar malah tertawa mendengar perkataan Kasih. Bisa-bisanya Dimas dikatakan limited edition. Tapi kalau dipikir-pikir memang Dimas itu berbeda dengan laki-laki yang kebanyakan Sekar kenal.

"Memang kamu rela suami kamu dibagi-bagi?" tanya Kasih setengah menggoda Sekar.

Sekar seketika cemberut. "Ya enggaklah, Mbak."

"Makanya mulai dari sekarang kamu jaga baik-baik Dimasmu itu, jangan sampai cewek-cewek di luar sana godain." Nasihat Kasih yang dibalas anggukan oleh Sekar.

"Siap Mbak!"

Sekar dan Kasih tertawa bersama.

"Yasudah, Mbak mau ganti baju dulu, jadi pergi 'kan kita?"

"Jadi Mbak," jawab Sekar antusias kemudian meninggalkan kamar Kasih.

Kasih menghela napas lega setelah kepergian Sekar. Rasanya membahas pernikahan itu sangat menyiksa. Dia membutuhkan oksigen lebih untuk mengisi paru-parunya. Untuk saat ini Kasih tidak ingin terikat komitmen apa pun terlebih dengan pernikahan.

Tiba-tiba wajah teduh Dimas terbayang. Dia tersenyum. Kalau saja Dimas bukan calon adik iparnya pasti Kasih sudah memberikan lampu hijau. Entah kenapa pesona Dimas begitu memikat hatinya. Dia yang biasanya terkesan cuek dan dingin terhadap laki-laki, langsung akrab dengan seorang Dimas Aditya. Laki-laki yang bisa membuat hatinya terasa hangat. Dan membuat jantungnya berdebar saat berbincang. 

Kasih segera mengeyahkan pikiran tentang Dimas. Rasanya berdosa jika dia terus memikirkan seorang laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi adik iparnya.

Kasih mendesah. Dia beranjak menuju almari untuk mengambil baju. Namun ketika dia hendak menanggalkan pakaian, bunyi ponsel menghentikan kegiatannya. Dia melirik caller id yang tertera di layar.

Dimas Aditya is calling....

***

Part ini khusus untuk dedekgemeznya babang Minho, xxgyuu kapan nyusul?

Vea Aprilia
Tw, Senin 23 Januari 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top