22. Kabar dari Kampung

"Jika kamu mendapatkan kabar, mana yang akan kamu pilih, kabar baik atau buruk?
Tetapi sayang, kabar itu adalah kabar buruk.

~****~

*****

"Hallo. Assalamualaikum," ucap Sekar pada Maryam di saluran telepon.

Sudah satu bulan lebih Sekar berada di Jakarta. Setiap seminggu sekali atau dua kali, dia selalu menelepon ibunya yang berada di Pacitan, untuk memberikan kabar atau hanya sekedar mengikis rasa rindu sesaat.

"Wa'alaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh. Gimana kabarnya, Nduk?" tanya Maryam setiap kali Sekar menelepon.

"Baik, alhamdulillah Bu. Ibu dan Ayah sehat?"

"Alhamdulillah, kami semua sehat, Nduk, di sini. "

"Alhamdulillah, Bu."  Sekar turut bahagia mendengar kabar kedua orang tuanya.

Hening sejenak, Sekar merasa ada yang janggal.

"Ada apa, Bu?" tanya Sekar penasaran.

Tidak ada jawaban tapi Sekar dapat mendengar helaan napas. Seperti seorang yang sedang dilanda kegundahan.

"Ndak ada apa-apa, ibu cuma kangen sama kamu. Gimana kerjaan kamu?" tanya Maryam. Tapi Sekar mencium sesuatu yang aneh dari suara ibunya.

"Baik, Bu. Alhamdulillah. Anak-anaknya juga lucu-lucu. Sekar jadi betah ngajarnya," jawab Sekar dengan antusias.

"Baguslah kalau begitu."

Hening lagi. Tidak ada lagi kalimat yang keluar dari mulut Maryam, setelah membalas perkataan Sekar.

"Ibu kenapa?" tanya Sekar.

Terdengar lagi helaan napas berat dari sang ibu. Sekar pun bertambah penasaran. Ada masalah apa? Apa yang terjadi pada ibunya. Tidak biasa Maryam bersikap aneh seperti saat ini.

"Gini Nduk... Ibu mau cerita tapi kamu jangan marah, ya?" Maryam berkata dengan hati-hati.

"Ada apa sih, Bu, dan kenapa Sekar harus marah? Ibu cerita saja," jawab Sekar tenang.

"Tiga hari yang lalu Mbakyu-mu melahirkan tapi..." Maryam memotong kalimatnya sejenak. Terdengar helaan napas yang sedikit berat.

Sekar menanti ibunya melanjutkan kalimat yang tertunda. Hatinya seperti ditusuk jarum ketika Maryam menyinggung tentang Kasih yang telah melahirkan. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba bercampur aduk dalam hatinya.

"...bayinya meninggal. "

"Innalillahi wainnailaihirojiun." Sekar terkejut sambil menutup mulutnya. Dia dapat mendengar isakan lirih yang keluar dari mulut Maryam. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaan kaget.

"Mbakyu-mu kepeleset saat di kamar mandi lalu pendarahan. Ibu mengetahuinya ketika Kasih sudah dibawa ke rumah sakit. Waktu itu Dimas yang menelepon ibu."

Maryam melanjutkan ceritanya sambil terisak. Sedangkan Sekar hanya diam sambil mendengarkan. Dia tidak tahu harus bagaimana. Apakah harus sedih atau bahagia dengan situasi ini. Tentu saja Sekar kaget. Walaupun perempuan yang diceritakan oleh ibunya adalah seorang yang telah menghancurkan impian dan hidupnya, tapi tetap saja perempuan itu adalah kakak kandungnya. Sekar tidak bisa bersikap tidak peduli, karena bagaimanapun kejadian ini pasti membuat Maryam terpukul.

"Sebenarnya, setelah pernikahan mereka. Mbakyu-mu dan Dimas sering bertengkar. Ibu ndak tahu apa masalahnya. Karena ibu hanya dengar dari tetangga sekitar."

Sekar masih diam mendengarkan cerita Maryam. Gadis ayu itu tahu ibunya memendam semua ini sudah sangat lama. Luka dalam hatinya tak mungkin bisa sembuh begitu saja. Namun, sebagai orang tua, Maryam seolah tampak tegar dan kuat, terutama saat di hadapan Sekar.

"Ibu bukannya tidak mau tahu atau tidak peduli tapi, ibu masih kecewa dengan Mbakyu-mu. Ibu memilih diam dan tidak ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka." Maryam terdengar terisak pilu.

"Ibu, maafkan Sekar, ya. Sekar bukan anak yang pengertian. Di saat seperti ini Sekar tidak ada di dekat Ibu." Sekar pun menjadi sedih saat mendengar cerita Maryam. Seharusnya dia ada di sisi ibunya.

"Kamu ndak perlu minta maaf, Nduk. Posisi kamu di Jakarta itu sudah benar. Ibu baru sadar setelah kejadian ini timbul di permukaan. Ibu hanya memikirkan perasaan kamu, andai saja kamu berada di sini dan melihat semua kejadian ini sendiri. Pasti kamu akan sangat sedih dan terluka. Ibu ndak mau itu terjadi lagi. Sekarang ibu sadar kalau kepergian kamu adalah keputusan yang benar," ucap Maryam panjang lebar menyuarakan perasaannya saat ini.

"Tapi, Sekar sedih karena Ibu pasti sangat terpukul." Suara Sekar sudah sedikit serak. Sekuat apapun dia menahan tangis tapi tetap saja butir air mata itu jatuh di pipinya.

"Ndak apa-apa. Kamu ndak perlu cemas. Ada ayahmu yang selalu merangkul ibu, memberikan kekuatan dan kesabaran. Walaupun ibu tahu jika ayahmu juga terpukul."

Terdengar Maryam menyeka air matanya.

"Maafkan ibu ya, Nduk. Tidak seharusnya ibu menceritakan masalah ini. Tapi, menurut ayahmu, walau bagaimanapun kamu juga berhak tahu."

"Ibu tidak perlu minta maaf. Sekar sudah dewasa, Bu."

"Kamu yang kuat ya, Nduk. Ini semua ujian. Ibu yakin Allah pasti akan memberikan yang terbaik untuk kamu."

"Aamiin... Ya Allah. Terima kasih, Bu."

Setelah mengucapkan salam, Sekar menutup teleponnya. Bukan karena sakit hati, tapi dia tidak tega jika harus mendengar kalimat-kalimat ibunya yang membuat Sekar sedih dan ingin pulang, kemudian memeluk wanita yang telah melahirkannya tersebut.

Sekar pikir ujian keluarganya telah selesai setelah Kasih dan Dimas menikah. Namun, kenyataannya, Allah masih sayang pada keluarganya. Sehingga memberikan ujian seperti ini. Kasihan kedua orang tuanya. Pasti mereka sangat sedih karena kejadian ini.

Gadis ayu itu pun beranjak dari kursi. Dia berjalan ke belakang untuk mengambil air wudhu. Sekar masih ingat tentang nasihat yang diberikan oleh Bu Nyai.

'Ketika kamu diterpa musibah atau masalah, berwudhulah, kemudian mengadulah pada Allah. InsyaAllah, semuanya akan mendapatkan jalan.'

Maka setiap saat hatinya gundah, Sekar selalu mengadukan semuanya pada Sang Khalik. Setelah itu hatinya akan merasa lebih lega dan tenang kembali. Obat hati paling mujarab adalah dengan selalu mengingat dan mendekatkan diri pada Allah.

Perasaan Sekar sedikit lega setelah mengadukan semua permasalahan yang dia miliki. Namun, dia ingat satu perkataan Maryam, tentang Kasih dan Dimas yang bertengkar setelah mereka menikah.

Berjuta pertanyaan berputar di dalam otaknya. Apakah Kasih tidak bahagia? Atau Dimas yang....

Ah, kepala Sekar tiba-tiba terasa pusing. Toh, bukan urusan dia juga. Masalah tersebut adalah urusan antara Kasih dan Dimas. Dia sudah tidak punya wewenang untuk ikut campur. Cukup dia merasa kasihan terhadap kakaknya karena telah kehilangan bayinya. Pasti Kasih sangat terpukul dan sedih. Walau bagaimanapun, Sekar juga seorang perempuan. Perasaan perempuan sangat sensitif.

Tiba-tiba terlintas dalam benaknya untuk menghubungi Kasih. Dia ingin memberikan kekuatan pada kakaknya tersebut. Namun, dia urungkan seketika itu juga, mengingat hatinya belum siap jika harus berbicara langsung dengan Kasih. Mungkin hanya lewat doa saja, Sekar akan meminta pada Sang Pencipta agar memberikan kekuatan dan kesabaran pada kakak kandungnya tersebut.

~****~

"Apa yang kamu tanam, itulah yang akan kamu petik kelak. Maka tanamlah yang baik sehingga kelak kamu akan memetik kebaikan juga."

~veaaprilia~

~***~

Happy reading

Ikuti terus kisah mereka.
Part selanjutnya mungkin akan sedikit menenggangkan.

Vea Aprilia
Ta, Jumat 07 Juli 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top