2. PERTEMUAN PERTAMA
"Ada pepatah yang mengatakan jika ada pertemuan pertama maka akan ada pertemuan selanjutnya dan itu bisa dikatakan jodoh."
***
"Sisil!"
Teriakan dari seberang sana membuat Kasih menjauhkan ponselnya dari telinga. Namanya bukan Kasih lagi ketika dia menjadi model. Mereka lebih mengenalnya dengan sebutan Sisil.
"Lo gila..., minggat aja seenaknya!" cerocos makhluk setengah laki-laki setengah perempuan yaitu manajer Kasih.
"Sorry, adik gue mau kawin jadi gue kudu balik," ucap Kasih santai seperti tanpa dosa.
" Jadwal pemotretan lo padat Sil-"
"Lo bisa batalin, Tom. Atau tunda sampai gue balik ke Jakarta," potong Kasih sebelum manajernya selesai bicara.
"Lo benar-benar udah gila..., gue cari ke rumah dan mobil lo ada di sana, gue teriak-teriak udah kayak orang gila dan ternyata lo balik kampung!"
Kasih hanya tersenyum mendengar manajernya marah-marah karena tidak menemukan dia di rumah. Dia memang sengaja meninggalkan mobil karena alasan capek jika harus menyetir sendiri dari Jakarta ke Pacitan.
Tok... Tok... Tok....
Bunyi ketukan pintu mengalihkan perhatian Kasih dari sambungan telepon. Tanpa berpamitan dia langsung mematikan ponselnya. Walaupun nanti Tomi akan marah dan mengamuk padanya.
"Iya," ucap Kasih membalas ketukan pintu dari luar. Entah siapa.
"Ini Sekar, Mbak."
Kasih tersenyum kemudian segera membuka pintu.
"Ada apa?" tanya Kasih setelah membuka pintu.
"Ayo..., Sekar kenalin sama Mas Dimas." Sekar tersenyum sambil menggenggam tangan Kasih.
"Calon suami kamu datang?"
Sekar mengangguk. Kasih tidak bertanya lagi, kemudian mengikuti langkah Sekar menuju ruang tamu.
Sekar dan Kasih berasal dari keluarga yang cukup berada. Suhadi adalah seorang PNS yang bekerja di kantor Pertanian Kota setempat. Selain itu, kakek mereka juga meninggalkan sawah dan perkebunan cengkeh yang lumayan luas. Jadi, mereka tidak pernah kekurangan materi sejak kecil. Keduanya juga lulusan universitas negeri ternama di kota Malang. Kalau Kasih memilih untuk mengambil jurusan modeling, berbeda dengan Sekar yang memilih jurusan Pendidikan Guru SD. Sangat bertolak belakang. Alasannya sederhana, karena Sekar senang dengan anak kecil. Dia merasa bahagia selalu di kelilingi anak-anak.
Sekar dan Kasih telah sampai di ruang tamu. Terlihat seorang laki-laki yang sudah duduk di sana. Dari penampilannya terlihat segar, gagah dan juga rapi. Dia memakai celana panjang hitam berbahan jeans, dipadukan dengan kaos berkerah warna biru. Rambut cepak hitam yang disisir rapi. Tangan yang terlihat kuat dengan tubuh yang atletis. Kasih hampir tak berkedip ketika melihat laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi adik iparnya itu.
"Kenalin Mbak, ini Mas Dimas."
Kasih tersentak kemudian mengulurkan tangannya. Dimas menyambut uluran tangan Kasih dengan senyum. Manis. Itu kesan pertama yang didapatkan selain wajah Dimas yang terlalu tampan menurutnya.
Dimas melepaskan genggaman tangannya dan membuat Kasih kembali tersentak. Mereka bertiga kemudian duduk bersama. Suasana sedikit canggung melingkupi Dimas dan Kasih.
"Pantesan mau cepetan nikah, orang calon suami kamu ganteng gini." Kasih menggoda Sekar sambil melirik ke arah Dimas. Dan yang dilirik hanya tersenyum simpul.
Dimas mengamati Kasih untuk beberapa saat. Terlihat perbedaan yang menonjol antara kedua kakak beradik tersebut. Dari segi pakaian juga bisa langsung terlihat. Kasih mengenakan celana jeans di atas lutut dan kaos ketat yang membungkus tubuh langsingnya. Sedangkan Sekar, dia tetap setia dengan jilbab yang membungkus kepalanya dan pakaian rumahan yang terlihat santai.
Ada sedikit desiran aneh ketika mengamati penampilan Kasih. Lelaki normal mana pun pasti langsung terpana. Apalagi Kasih yang tinggi dan berkulit putih. Wajah cantik dengan tahi lalat di bawah bibir. Kesan sensual dan seksi langsung terpancar dari wajahnya. Rambut panjangnya yang diwarnai cokelat tua benar-benar membuat mata Dimas enggan berkedip untuk beberapa saat.
Dia tidak menyangka kalau calon kakak iparnya secantik ini. Dimas hanyalah lelaki normal yang bisa terpesona dengan makhluk ciptaan Tuhan seperti Kasih.
"Sudah lama kenal Sekar?" tanya Kasih pada Dimas. Sebenarnya Kasih bukan tidak sadar kalau Dimas mengamati penampilannya. Pekerjaannya yang selalu menuntut penampilan sempurna, membuat Kasih terbiasa dengan tatapan terpesona yang diberikan calon adik iparnya. Namun hatinya juga tidak bisa berbohong kalau dia juga terpesona dengan makhluk laki-laki di hadapannya saat ini.
"Baru delapan bulan, Mbak," Dimas menjawab dengan sopan.
"Jangan panggil Mbak, panggil Kasih saja atau bisa juga Sisil."
Dimas menoleh pada Sekar yang terlihat tersenyum menanggapi perkataan Kasih.
"Sisil?" tanya Dimas heran. Menurut cerita Sekar, kakaknya bernama Putri Kasih Kinanti dan dari mana nama Sisil itu?
"Sisil itu nama panggilan Mbak Kasih, kalau sudah di Jakarta." Sekar menjelaskan seolah tahu apa yang dipikirkan Dimas. Kasih hanya tersenyum simpul.
"Gapapa kok, aneh aja bukannya kita seumuran." Kasih kembali memberikan penjelasan.
"Tapi Mbak 'kan calon kakak ipar saya."
Sekar terkikik. "Gapapa kok Mas, asal tidak ketahuan Ayah dan ibu aja manggilnya. Mbak Kasih ini ogah dibilang tua," Sekar menimpali sambil tersenyum.
Dimas hanya mangguk-mangguk sedangkan bibirnya membentuk huruf 'O'.
"Oh berarti baru kenal ya, tapi udah mau nikah aja. Gercep banget sih kamu."
Dimas tersenyum. "Niat baik harus disegerakan agar tidak terjadi fitnah di kemudian hari."
Kasih tersenyum. Entah sudah berapa kali bibirnya tersenyum mendengar perkataan Dimas. Dan kalimat terakhirnya mampu memperlihatkan kalau Dimas ini adalah laki-laki gentleman. Berniat menikah daripada pacaran terlalu lama.
"Kamu kerja di mana?" tanya Kasih.
Jangan heran kalau Kasih tidak tahu apa-apa tentang calon adik iparnya ini. Di samping sifat cueknya, dia juga hanya menelepon untuk menanyakan kabar dan itu cuma berlangsung sepuluh menit saja. Itu pun hanya sebulan sekali.
"Di kantor Pertanian sama seperti Bapak."
"Jadi kalian ini dijodohkan sama Ayah?" tanya Kasih tiba-tiba.
"Bukan, Mbak," potong Sekar cepat.
"Lalu?" Pandangan Kasih tertuju pada Sekar.
"Mas Dimas ini sering datang ke sini untuk urusan pekerjaan, karena Mas masih baru jadi perlu bantuan Ayah. Dari situ kita kenal."
Kasih mangguk-mangguk mendengar penjelasan Sekar. Ya maklum saja dia hanya diberi tahu kalau Sekar akan menikah dua bulan lagi, saat terakhir menelepon ibunya. Dan dia langsung kabur seminggu kemudian untuk pulang. Meninggalkan jadwal pemotretan yang lumayan menguras waktu dan tenaganya.
"Oh jadi bukan dijodohkan."
"Bukan Mbak." Sekar melihat Kasih kemudian melirik Dimas. Calon suaminya terlihat santai dan sangat tampan hari ini. Tiba-tiba hati Sekar merasa hangat mengingat Dimas yang mengajaknya menikah setelah enam bulan mereka pacaran. Kedua orang tua mereka pun langsung setuju.
Obrolan pun berlangsung lama. Suasana hangat dan kekeluargaan terpancar di sana. Rasa canggung di awal telah berubah menjadi suasana yang lebih santai. Apalagi dengan pembawaan Dimas yang langsung bisa akrab dengan calon kakak iparnya itu. Sekar sesekali tersenyum. Kakaknya ternyata menyukai Dimas sebagai calon suaminya. Terlepas dari sikap Kasih yang cuek ternyata dia bisa langsung akrab dengan Dimas.
Kehangatan yang terjalin antara mereka bertiga membuat suasana ruang tamu menjadi lebih hidup. Namun di dalam sana ada sebuah hati yang mulai menghangat. Hati yang telah lama beku atau lebih tepatnya diabaikan oleh sang pemilik. Walaupun setitik tapi mungkin akan menjadi awal dari suatu hal yang baru. Seperti halnya musim dingin yang menanti datangnya musim semi, di saat bunga-bunga mulai tumbuh dan bermekaran.
***
Thank untuk gen3 untuk semangat dan dukungannya. Semoga masih bisa bersama menyelesaikan part demi part bersama kalian.
brynamahestri MethaSaja xxgyuu SerAyue Tyaswuri sicuteaabis JuliaRosyad9 Bae-nih Jagermaster holladollam YuiKoyuri CantikaYukavers EnggarMawarni Nurr_Salma NyayuSilviaArnaz
Spesial thanks
TiaraWales
c2_anin
deanakhmad
irmaharyuni
Vannie_Andrie
Vea Aprilia
Tw, Minggu 22 Januari 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top