Chapter II

Derap langkah terdengar cepat; suaranya kian membesar. Suara barang terbanting terdengar dari gudang, membuat wanita paruh baya berteriak dari luar.

"[Name]-chan! Apa yang kau lakukan di gudang? Cepat keluar!"

Sang objek meminta maaf, namun tetap melanjutkan aktivitasnya. Wanita tersebut menggeleng-geleng pelan, tersenyum tipis.

Di dalam gudang, tampak gadis---yakni dirimu---tengah menepuk-nepuk pakaian, guna membersihkan debu yang bertebangan. Kau terbatuk sesaat.

Tanganmu meraih buku tebal di atas lemari tua---yang kau yakini sebagai album foto. Namun, ekspektasimu meleset. Kau membanting buku tersebut, terbatuk-batuk.

Menjerit dalam hati, menutup hidung agar tak terkena debu.

"Aku tak menemui album fotoku dimana-manaaaaaa!"

.
.
.

R e b o o t

(Kise Ryouta x Reader)

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Story © anonim-san13 (@absurdness)

Warning: OOCness, typo(s), EYD kurang tepat, sisanya tambahkan sendiri.

Kuroko no Basuke bukan milik saya!

.
.
.

Chapter II

.
.
.

"Apa-apaan si [Surname] itu? Seragamnya kotor sekali."

Setiap orang yang kau lintasi selalu membicarakanmu---terutama mengenai seragam yang memiliki noda. Kau menghela napas, mempererat dekapan bersama sketchbook. Tenang, [Name], tahan dirimu. Cepat temukan kelasmu dan duduklah.

Entah apa sebabnya, kelasmu berpindah ke kelas lain. Lalu, apa yang akan terjadi pada kelasmu? Entah. Mungkin akan dijadikan gudang, atau yang lain---?

Masalahnya, kau ini buta arah.

Dalam hati, ingin kau menjerit, "Dimana kelasku?! Bukannya katanya ada di timur?! Sensei, kalau memberi petunjuk yang ikhlas, dong!" ---namun kau tidak melakukannya karena kau adalah murid yang notabene pendiam.

Alhasil, kau hanya berkeliling sekolah. Rasanya seperti ketika masa orientasi---dimana senpai mengenalkan lingkungan sekolah pada kouhai. Bedanya, saat ini kau sendiri. Tidak ada yang namanya senpai.

Eh? Senpai?

Cepat-cepat, kau menggelengkan kepala. Memusatkan langkah ke arah timur, kemudian menelusuri kelas satu persatu.

Inilah akibatnya apabila ketika istirahat kau tidak pernah keluar kelas, [Name].

Mengumpulkan keberanian, kau memilih pintu paling pojok. Mengetuk pintu, kemudian mendorongnya. Jantungmu berdebar---menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya.

Salah ruang? Atau justru benar?

Kau melangkah perlahan, menunduk. Hei, hanya perasaanmu, atau semua orang memandangimu?

Menahan napas, kemudian menghembuskannya. Tentu saja---pasti karena seragamku kotor. Setelah memantapkan hati, kau mengangkat wajah---memandangi wajah penghuni kelas.

Krik.

Waktu terasa berhenti kala kau tersadar akan sesuatu. Tidak ada orang yang kaukenal di sini.

Ups. Rupanya kau salah kelas.

Membungkuk, kemudian menuju pintu sembari tersenyum canggung, "M-maaf, aku salah ruangan." Bukannya mendapat gelak tawa, yang lain justru memandangmu heran. Yah, meski beberapa anak saling berbisik---yang tentunya berkaitan denganmu, sih.

Namun, langkahmu terhenti begitu mendapati sosok pemuda berambut pirang yang berdiri di ambang pintu. Matanya melebar, kemudian tersenyum lima jari.

"[Name]cchi, kau pasti merindukanku, ya, sampai ke kelasku?" ucapnya ceria. Kise Ryouta---lagi. Kenapa dia ada di mana-mana?

Mendengar bisikan anggota kelas yang kian meluas, kau meneguk ludah.

Ini harus diluruskan agar tidak mengundang kesalahpahaman.

Kau tersenyum canggung. Sebelah tangan membuat gestur penolakan, sebelah tangan mendekap sketchbook. Kau menyusun kata terlebih dahulu. "A-aku salah ruang kelas. Kupikir, ruangan ini adalah kelasku, Senpai."

"Kau kelas X-B, kan, [Name]cchi?" Sorot kecewa nampak jelas dari manik Kise Ryouta. Namun, senyumannya kembali terulas, "Itu tepat berada di samping kanan kelas ini. Mau kuantar?"

Tentu saja tidak, terima kasih. "Sebelah kanan? T-terima kasih. Aku s-sangat tertolong," Kau lantas menerobos Kise dan menghilang di balik pintu, setelah membungkuk sembari mengucapkan permisi.

Kise tetap tersenyum geli akan tingkahmu. Hal itu menyebabkan tanda tanya di antara warga kelas. Pemuda berambut cokelat bertanya, "Hei, Kise, kouhai tadi---kau tampak mengenalnya."

Senyum lebar adalah jawaban Kise, "Tentu saja~"

.
.
.

"Jadi," sang Kepala Hijau bersuara, "ada usul?"

Namun, objek bicara tidak menggubris. Seisi kelas asyik mengobrol---tidak memedulikan sang Ketua Kelas yang tengah berdiri di depan papan tulis.

Sudah jelas, sang Ketua Kelas murka. Tampak kilatan marah di kedua manik violet-nya. Napasnya naik-turun akibat suaranya tadi memerlukan tenaga.

Ia lelah. Sedari tadi, ia berdiri dan membaca daftar lomba---dalam rangka memperingati ulang tahun sekolah tercinta--- yang akan dilaksanakan Jumat esok. Bahkan kurang empat hari dari saat ini. Setiap perwakilan wajib mengikuti; apabila tidak mengikuti, kelas tersebut dikenakan denda.

Gadis berambut hijau tersebut memukulkan penghapus ke papan tulis dengan kesal.

"Jika ada yang di depan, dengarkan, dong!"

Kau menghela napas. Sejak awal, kau memperhatikan pengumuman yang diberikan. Apa ia tidak menganggap eksistensimu?

Begitu kelas mendadak hening, ia menjinak. Tersenyum lembut, ia mengangkat kertas di genggaman. "Jadi, ada yang ingin mengikuti lomba bernyanyi?"

"Memang, lombanya apa saja?" Bukannya menjawab pertanyaan ketua kelas, seorang siswa justru mengajukan pertanyaan.

Lawan bicaranya mendengus. Ketahuan sekali anak ini tidak mendengarkan. Sabar, Mei. gumamnya, mengelus dada. Ia lantas meraih spidol hitam---yang tak disadari terdapat tulisan "permanent" di sana---kemudian menggoreskannya di papan tulis. Ia menulis daftar lomba, kemudian meletakkan spidol kembali.

Kedua manikmu menelusuri tulisan di papan tulis. Menarik napas, kemudian menghembuskannya perlahan.

Maraton. Bernyanyi. Memasak. Menggambar poster. Membuat puisi. Menulis cerita. Cerdas cermat. Tidak ada satu pun yang menarik minatmu.

"Jika ada yang berminat, hubungi aku---ucapkan saja sekarang," ucap sang Ketua Kelas, dibalas tatapan hening seisi kelas. Ketua kelas tersebut menarik kedua sudut bibir ke atas,

"Jika tidak ada yang mau---akan diundi."

Seisi kelas heboh. Sebagian mengajukan penolakan, sebagian pasrah menghadapi kenyataan. Dirimu? Kau hanya berdoa agar tidak menjadi bagian dari peserta lomba tersebut.

Lagipula, siapa yang mengharapkan keberadaanmu?

Gadis berambut hijau yang menjabat sebagai ketua kelas tersebut menghentakkan kaki. Rupanya, memang tiada yang ingin menjadi peserta lomba. Ia mendengus kesal. "Baiklah jika itu keinginan kalian! Sekretaris, buatkan aku gulungan-gulungan kertas yang berisi nama seluruh siswa!"

"I-iyaa!" yang bersangkutan menjawab dengan takut-takut.

Beberapa menit kemudian, jadilah gulungan-gulungan yang tidak diketahui isinya. Sang Ketua Kelas tersenyum puas, "Baiklah, kita mulai dari bernyanyi." Diambilnya salah satu gulungan secara acak, sedangkan kau komat-kamit---berharap tidak jatuh kepada dirimu.

"Yang menjadi peserta bernyanyi adalah---" Ia mengantungkan kalimatnya, membuka gulungan kertas tersebut. "Kuriyama Okira-san."

"Aku benci bernyanyi!"

Tanpa membalas, ketua kelas beranjak ke gulungan lainnya. "Kemudian, menggambar poster." Ia meraih salah satu gulungan, dan kau harap bukan namamu yang tertera di dalamnya.

"Yang mengikutinya---" Seisi kelas hening begitu ketua kelas membuka kertas, "[Fullname]-san."

...

Kau merasa dunia berhenti untuk saat ini.

Aku? Ikut lomba menggambar?

Ingin kau menjerit penuh penolakan, namun tidak mungkin kau melakukannya. Memang, kau agak sedikit lega karena menggambar memang hobi. Namun, tetap saja kau keberatan.

"Aku keberatan!"

Tidak, yang mengucapkannya bukan dirimu, melainkan Kuriyama Okira yang terpilih sebagai peserta lomba bernyanyi. Ia berdiri, "Aku ingin bertukar dengannya!"

Ha?

Kau terdiam, memutar otak. Apa maksud dari ucapannya? Bertukar?

"Aku ingin ia mengikuti lomba bernyanyi dan aku yang lomba menggambar poster!"

Kau mematung. Sang Ketua Kelas tampak berpikir, kemudian mengibaskan tangannya. "Tidak, Kuriyama-san. Kau mengikuti lomba bernyanyi. Ber. Nya. Nyi. Apa kau tidak bisa mempercayai kemampuan [Surname]-san?"

Satu pukulan diluncurkan ke bangku, "Tentu tidak! Kau tahu, 'kan, aku ini pandai dalam menggambar! Aku benci menyanyi!" Ia bahkan menyombongkan kemampuannya yang bahkan di bawahmu. "Memang, sih, dia sering membawa sketchbook kemana-mana---tapi kita tidak pernah tahu apa yang dilakukannya pada sketchbook itu! Bisa saja ia bukan menggambar, melainkan menulis hal buruk tentang kita!"

Kau menggigit bibir, cemas. Jadi ia marah karenamu? Kau merasa bersalah.

Gadis berambut hijau yang akrab disapa Mei tersebut menoleh ke arahmu, menatapmu tidak yakin. Kau tersenyum lemah sebagai jawaban, yang berarti mengiyakan ucapan Kuriyama.

Mei menghela napas, "Baiklah. Selanjutnya, mari mengundi lomba maraton."

Kuriyama tersenyum puas.

.
.
.

Jam istirahat.

Kau tengah berada di atap, memeluk lutut. Memikirkan ucapan Kuriyama, kemudian menghela napas. Bukan, bukan ucapan kasarnya---melainkan ucapannya akan kau mengikuti lomba bernyanyi.

Bernyanyi.

Kau bahkan jarang mengungkapkan suara di depan umum, apalagi bernyanyi?

Melepaskan pelukan, kau membuka bento dan memakannya. Baru beberapa suapan, suara asing menyapamu kembali.

"[Name]cchi~~!"

Kau menoleh, melihatnya duduk di sampingmu. Segera, kau menjauhkan diri---menjaga jarak darinya. Ia menatapmu heran, "Kau tampak murung, [Name]cchi."

Oh? Ia baru menemuimu tempo hari dan berkata seolah-olah mengenalmu?

"Aku sudah mengenalmu dari dulu, [Name]cchi. Ceritakan saja masalahmu," Atas dasar ucapan Kise, kau sungguh yakin ada yang salah akan memorimu.

Dalam memorimu, tidak ada satu pun momenmu bersama Kise sejak kecil.

Tak kunjung menjawab, Kise menerka-nerka. "Aha, jangan-jangan [Name]cchi mendapat bagian lomba, 'ssu?"

"Uhuk!" Mendengarnya, kau langsung tersedak. Mencari air minum, kemudian meneguknya. Kise meminta maaf dan kau hanya mengiyakan. Memangnya kau sebegitu gampangnya ditebak?

"Jadi, [Name]cchi ikut lomba apa, 'ssu?"

Kau menarik napas sejenak. "B-ber-bernyanyi, Kise-senpai." Kise lantas menatapmu tidak percaya. Kau tersenyum miring, "Tapi ... itu bukan keinginanku."

Kise bertanya, dan kau menceritakan kejadian kelas tadi. Ia tersenyum lima jari, "Aku dapat membantumu, 'ssu!"

Jujur saja, kau ingin membalas 'memangnya kau bisa bernyanyi?' namun itu sungguh tidak sopan. Jadi, kau hanya menggeleng. "Tidak usah, terima kasih."

"Tapi aku bisa membantumu!"

"Tidak, Senpai."

Suasana menjadi canggung. Kise tertawa sejenak, kemudian mengangkat buku tebal yang dibawanya sejak tadi. "Ngomong-ngomong, aku membawa album foto, lho. Siapa tahu kau mengingat sesuatu." Ia menyerahkannya padamu, yang langsung membukanya dengan antusias.

Terdapat foto dirimu, Kise, serta anak berambut biru dan anak berambut pink tengah bermain istana pasir. Foto tersebut diambil ketika kau berumur enam tahun.

Alismu mengerut.

Aku tidak mengingat apa-apa. Kapan ini terjadi?

Tanpa diminta, Kise memberi penjelasan. "Itu aku, [Name]cchi, Aominecchi, Momocchi ketika masih kecil. Kita sering bermain bersama di taman bermain saat itu."

Aominecchi ... Momocchi ...?

Siapa itu?

"Sekarang mereka bersekolah di Touou," ucap Kise, tersenyum tipis. "Aku berencana ke sana pada hari Minggu, 'ssu. [Name]cchi mau ikut?"

Kau menggeleng, ragu. Mana mungkin kau menjumpai orang yang mengenalmu namun tidak kau kenali? Bukannya akan terasa awkward?

... eh. Namun, ini penting untuk pengembalian memorimu. Jadi, apa.jawabanmu?

Kau menimbang-nimbang, kemudian menatapnya dengan maksud "nanti-aku-mengganggumu". Kise menggeleng, "Tidak. Aku ingin memorimu kembali, 'ssu. Aku ingi kau menjadi [Name]cchi seutuhnya, yang merupakan tunanganku."

Deg.

Bahkan, secara tidak langsung, kau mengecewakan orang yang menghargaimu. Lantas, kau mengangguk ragu. Mimik Kise langsung kembali ceria, "Baiklah, Minggu nanti, 'ssu!"

Senyum lemah terulas di bibirmu.

.
.
.

Jadi, apa yang harus kunyanyikan dalam lomba ...?

.
.

Chapter II: End

Tunggu. Sebenarnya saya ragu, benar-benar ragu sama chapter ini. Kenapa? Soalnya keknya sekolah ini campuran sama sekolah Indo, www

Au ah, daku AU-in sekalian biar greget.

Terima kasih untuk yang sudah vote, comment, add ke reading list, dan tentunya---yang membaca! Fic ini bisa berjalan karena kalian!

(Omong-omong, saya kalau update fic gapake jadwal. Jadi, bisa aja fic saya---atau mungkin fic ini---terlantar selama satu tahun.)

Ini---hasil dari ngetik ngebut :'3

Sekian ;3

absurdness

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top