07. Keadaan

Alzhe mendekati Lumina, yang merupakan sumber masalah dari dunia ini. Alzhe sangat menyesal menciptakannya, Alzhe menyesal menjadikannya karakter penting di dunia ini, dan Alzhe…

Sangat membenci gadis ini, Sang tokoh utama dalam kisahnya.

“Aku, sangat membencimu, Lumina.” bisiknya lirih dihadapan tubuh yang, bagaikan seonggok daging yang tak bernyawa itu. Alzhe diam-diam tertawa dalam hati. Bisa-bisanya dia berbicara dengan calon mayat.

“Kau tak berguna, kau menyebalkan. Aku, saangat membencimu.” gumamnya sambil mengarahkan kedua tanganya pada leher Lumina.

“Haruskah aku mengakhiri hidupmu dengan tanganku sendiri?”

***


Sepasang mata semerah rubi milik Zephyr terbuka secara tiba-tiba. Pemuda itu segera menengok ke arah sosok yang berada di samping ranjangnya, menatap dengan cemas. Meregangkan badan sejenak, tubuh itu segera mendekati tunangannya, lalu menggenggam tangannya lembut. Menyapa Lumina setiap kali mulai terjaga adalah sebuah kebiasaan baru untuknya. Meski tahu gadis itu takkan segera bangun dan menjawabnya, tapi setidaknya Zephyr akan terus melakukannya. Seperti yang tengah ia lakukan saat ini.

“Tadi, aku seperti bermimpi kalau kamu hampir dicekik seseorang. Tapi tentu saja tidak mungkin, bukan?”


***


Everyn menghela napas lelah. Sesampainya di Mansion, gadis itu menuju kamarnya lalu segera mandi, berganti pakaian lalu beristirahat sejenak. meski tubuhnya sudah disembuhkan, tetap saja efek samping dari pertarungan masih terasa di tubuhnya.

Ditatapnya cermin dihadapannya dengan pandangan malas. Banyak sekali bekas luka di tubuh gadis itu, namun bagi dirinya yang memiliki latar belakang militer juga sebagai tangan kanan Putra Mahkota, yang seperti ini adalah hal yang lumrah.

Baik, lupakan hal itu. Ada hal yang lebih menarik untuk dibahas, misalnya…

Mengapa anak buah  penyihir hitam menyerang Mimeijasia? Apa tujuan mereka?

Padahal kalau mau menyerang, harusnya ke ibukota Essentelia, bukan? Radienn, kota yang makmur dan bisa dikatakan sebagai jantung dari Kekaisaran. Atau kalau mau menyerang, Kerajaan Eiria yang terkenal dengan sekutu terbaik Kekaisaran.

Lalu, kenapa harus Mimeijasia?

Everyn menghela napas untuk kesekian kalinya. Sepertinya pikirannya jadi kacau sejak Lumina koma…

Tunggu dulu.

Bisa-bisanya dia melupakan keberadaan Alzhe!

Gadis itu segera berdiri lalu berjalan cepat ke kamar Alzhe. Padahal dia sendiri yang berjanji akan menemui Alzhe setelah urusannya selesai. Bagaimana bisa dia melupakan hal sepenting itu?

Gadis yang memiliki pangkat Marchioness di Kekaisaran itu segera mengetuk pintu Alzhe. Tak ada jawaban dari si pemilik kamar membuat Everyn mengerutkan alis. Apa Alzhe kabur?

“Ayah? Kau di dalam?” panggilnya sambil mengetuk pintu beberapa kali.

Tetap saja tak ada jawaban.

Pada akhirnya, gadis itu memutuskan untuk mendobrak pintu kamar, dan menemukan sosok Alzhe yang sedang asyik berbaring di kasur dan terlihat sangat menikmatinya.

“Hei, apa kau tidak diajari sopan santun, Everyn? Ini kamarku, bukan? Berani sekali kamu memasukinya tanpa izin!” omel Alzhe sebal.

Everyn menatap datar lelaki dihadapannya. “Aku sudah memanggilmu sedari tadi, Ayah. Dan kau mengabaikan aku.” balasnya.

Alzhe mendengus. “Aku sedang sibuk tidur. Bisakah kau tidak mengganggu waktu tidurku?” tanyanya dengan wajah sebal.

“Ada banyak hal yang bisa kau lakukan daripada hanya tidur, Ayah.” Omelnya sambil duduk ditepi ranjang. Gadis berambut ikal itu tampak memperhatikan lamat-lamat sosok dihadapannya, lalu berharap akan dapat jawaban yang lebih baik.

Alzhe menaikkan sebelah alisnya, “Contohnya?”

“Mengubah takdir untuk Lumina.” cengiran gadis itu membuat Alzhe agak kesal.

“Tidak mau, dan tidak akan pernah.” dengusnya kesal.

Everyn menghela napas. Kalau begini ceritanya, saat Arsen menanyai perkembangan Lumina, dia takkan bisa berkata apa-apa. Tapi mungkin dia bisa memikirkan cara untuk mengubah persepsi Alzhe lalu dia bisa melindungi Lumina dari takdirnya yang buruk, sembari memberi alasan lain dalam laporannya nanti.

“Ya sudahlah, mungkin sebaiknya aku beristirahat.” gumamnya. Titelnya saja Tuhan, tapi dia bahkan tak sudi mendengarkan dirinya sebagai karakter yang dia buat.

Setelah mendengar langkah kaki yang menjauhi kemarnya, barulah Alzhe menghela napas lega. Pemuda itu baru saja kembali dari Mansion milik Zephyr tepat waktu, kalau sampai dia ketahuan keluar kamar dan mengunjungi Lumina, sudah pasti Everyn akan mencurigainya.

Tapi setidaknya, dia menemukan fakta yang menarik tentang dunia ini.

Dan dia akan mencobanya dilain kesempatan.


***

Malamnya, pertemuan para bangsawan di pelosok Kekaisaran Essentelia dimulai.

Keadaan Istana Spinel tampak terkendali, membuat Everyn bingung harus merasa lega atau heran. Yah, kalau diambil dari segi positif tentu saja ini hal yang baik.

Hari ini Everyn menggunakan pakaian dinasnya sebagai seorang Marchioness, dengan baju formal lengan panjang berwarna merah maroon yang senada dengan jubah khas kesatria dibelakangnya, celana panjang yang juga berwarna sama dengan baju dan jubah, dan tidak lupa sepatu boat berwarna hitam.

Tidak seperti wanita pada umumnya yang setiap kali pergi ke pesta akan sibuk memesan gaun baru karena kebingungan harus memakai pakaian apa, padahal di lemarinya penuh gaun pesta, Everyn tak perlu merasa demikian.

Karena dia lebih sering melakukan patroli daripada berdansa, meski dia seorang perempuan. Tapi toh tak masalah untuknya. Karena dia adalah seorang guardian, bukan seorang putri. Meski dia adalah putri sulung seorang Marquess yang merupakan pertahanan mutlak Kekaisaran sendiri.

Jadi daripada dia sibuk menikmati pesta, mungkin berjaga sambil memberi komando kepada prajurit lain untuk berjaga dan bergantian pada jam tertentu.

“Wah, wah. Lihat siapa yang kutemukan saat ini.” sebuah tawa mengejek membuat lamunan Everyn terhenti.

Everyn tak merespon apa-apa saat mendengar sapaan yang kurang mengenakkan yang keluar dari sosok yang sebisa mungkin dia hindari.

Dia adalah Belvore Rubrum, adik tiri Everyn.

Meski Everyn sendiri memang anak hasil kecelakaan, atau kalian bisa sebut gadis itu sebagai anak haram dari Marquess Rubrum.

“Apa kau sudah tuli sekarang, Everyn?” Belvore menaikkan sebelah alisnya dengan wajah yang meremehkan, membuat gadis bersurai merah itu menghela napas malas.

“Aku hanya tak ingin membuang-buang waktuku hanya untuk meladenimu.” ucap Everyn dengan wajah malas.

Belvore mengernyit jijik pada gadis itu. “Jangan berlagak hanya karena kau sekarang menjadi anjing milik Putra mahkota, Everyn. Sampai kapanpun, kau hanyalah seorang yang rendahan dimata semuanya.” desis Belvore pada sang kakak tiri.

Everyn tersenyum sinis. Dia sudah terbiasa mendengar kata-kata merendahkan dari adik tirinya sendiri, jadi gadis itu memilih untuk tidak memberikan respon berlebihan, karena hal itu bisa merusak nama baik Arsen.

“Kata-katamu sungguh mengesankan.” suara yang tiba-tiba muncul dari belakang membuat keduanya menoleh. Sosok Arsen yang tersenyum ramah membuat Belvore dan Everyn menunduk dalam.

“Semoga Kejayaan selalu menyertai Putra Mahkota Esentelia.” sapa keduanya sambil membungkuk hormat.
“Kalian bisa mengangkat kepala kalian.” titah Arsen dengan tenang. Keduanya segera mengangkat kepala.

“Sebelumnya, terimakasih atas pujian Anda, Yang Mulia. Anda pun juga berpikir demikian bukan? Seharusnya Anda tidak menjadikan Everyn sebagai Guardian, melainkan buruh biasa.” Komentar Belvore semakin terdengar merendahkan usai memberi hormat kepada Arsen.

Arsen menaikkan alisnya, “Benarkah aku sudah salah menilai, Tuan Rubrum?” tanyanya.

Belvore tampak puas dengan raut muka Putra Mahkota yang seakan mendukung perkataannya barusan. “Tentu saja, Yang Mulia. Everyn sama sekali tidak berkompeten menjadi Guardian Anda. Putra Mahkota terlalu bermurah hati padanya, sehingga gadis rendahan ini telah menjadi besar kepala.” tuding Belvore  menunjuk Everyn terang-terangan. Sepertinya dia belum puas untuk merendahkan kakak tirinya itu.

Everyn hanya diam dan memilih untuk mengundurkan diri dari sana. Tak ingin merespon ocehan adik tirinya, meskipun tangannya sudah mengepal dan rahangnya sudah mengeras saat ini. Tapi Arsen memberi kode untuk tetap diam ditempat.

“Lalu, siapakah yang berhak menjadi Guardianku?” tanya Arsen.

“Tentu saja, orang yang pastinya bukan anak haram dari keluarga terpandang, kuat, dan cerdas seperti saya, bukan?” ujar Belvore dengan wajah pongahnya. Jujur, andai saja dia sedang tidak dalam acara resmi, mungkin Everyn sudah benar-benar menghajar adik tirinya saat ini.

“Benarkah kau secerdas itu?” Arsen tampak berpikir, “Tapi, penyerangan yang terjadi di Mimeijasia hari ini adalah penyebab keteledoranmu yang tidak mampu memperketat sihir pertahanan. Jadi, sebenarnya Tuan Rubrum ini lebih tidak becus daripada guardianku.” simpul lelaki dengan menekankan kata tidak becus dan teledor.

Semua yang mendengar perkataan Putra Mahkota tampak menutup mulut, mentertawakan Belvore karena tanpa sadar telah merendahkan dirinya sendiri. Yang disindir tampak terkejut, “A-apa…”

“Sudahlah, lupakan saja. Otak dangkalmu takkan sampai, Tuan Rubrum.” tahan Arsen sembari tersenyum angkuh. Sementara Belvore akhirnya benar-benar pergi dengan wajah merah padam, setelah menerima penghinaan disekitarnya.

“Seperti biasa, Yang Mulia memiliki bahasa yang akan membuat siapapun menangis.” Sebuah suara yang familiar membuat semuanya menoleh ke asal suara. Zephyr yang tengah mengangkat gelas wine dengan elegan tampak tersenyum dengan manis, meskipun terselip kalimat menyindir didalamnya.

Arsen terkekeh pelan, “Selamat datang kembali, saudaraku. Aku tak menyangka kau akan kemari.” Lalu menepuk pundak saudaranya.

“Kalau aku tidak kemari, makhluk tirani sepertimu takkan ada yang menemani, Yang Mulia.” Balasnya santai.

Everyn mendekati Zephyr, “Bagaimana dengan keadaan tubuhmu?” tanyanya dengan raut muka yang cemas. Zephyr tersenyum kecil lalu menepuk kepala Everyn lembut.

“Aku baru saja pulih, Kak. Tapi, keadaan Lumina yang belum juga pulih.” gumamnya sambil tersenyum tipis. Everyn diam-diam merasa tidak enak karena dia masih belum bisa membuat Alzhe mengabulkan permintaannya.

“Ah, benar juga. Baagaimana dengan perkembangan pencarianmu, Eve?” Arsen menaikkan sebelah alisnya pada Everyn yang meringis pelan,

Yang ditanya tampak sedikit panik. “Ah, jangan khawatir, kalian berdua! Aku sudah bertemu dengan sosok yang bisa diandalkan! Besok aku akan membawanya ke rumah Zeph untuk  memeriksa keadaan Lumina.” balasnya sambil tersenyum kaku.

Tentu saja Everyn panik. Arsen adalah pria yang kolot dan keras kepala, serta pelit  dalam memberikan jatah beristirahat untuknya. Alhasil, kalau dia sudah memberikan keringanan kepada Everyn, maka haruslah gadis itu memberikan balasan yang setimpal.

Arsen menatap gadis itu agak lama, sebelum akhirnya tersenyum sinis, “Aku percayakan iparku padamu, Eve.”

Everyn tertawa kaku, “Kau bisa mempercayaiku, Yang Mulia. Dan ngomong-ngomong, yang tadi itu Anda terlalu berlebihan.” gumamnya pelan.

“Jangan terlalu percaya diri. Aku melakukan itu karena tak ada yang boleh merendahkanmu kecuali aku, Tuanmu.” balasnya sambil menepuk-nepuk kepala Everyn ringan, “Lagipula, ini termasuk perjanjian kita bukan? Aku akan menaikkan derajatmu hingga keluarga Rubrum takkan sanggup menginjakmu.” lanjutnya dengan santai.

Everyn tampak tersenyum kecil. Meski yang tadi itu adalah bentuk kebaikan hati putra mahkota padanya, bukan berarti dia benar-benar peduli.

Ya, Everyn sangat memahami hal tersebut.

“Kupikir, kalian berdua cocok. Kenapa kalian tidak menikah saja?” celetukan Siren yang mendadak muncul dari belakang membuat keduanya refleks berbalik dan memelototi Siren.

“Aku? Dengan wanita ini?” tunjuk Arsen pada Everyn seenaknya.

“Siapa juga yang sudi denganmu?!” Everyn balas mendengus.

Siren terbahak, “Hanya Yang Mulia yang dapat menekan Everyn, dan begitupula sebaliknya. Hanya Everyn yang bisa menentang Yang Mulia dan tetap hidup hingga detik ini, bukankah kalian cukup cocok? Bagaimana menurut Anda, Tuan Duke?” tanya pria itu sambil merangkul Zephyr. Yang ditanya tampak memasang wajah berpikir, sebelum akhirnya tertawa geli. Seketika, atmosfer berat mulai berkurang dengan kekonyolan Siren.

“Aku sudah pernah mengatakan pada Yang Mulia, saking dia terlalu sering menolak wanita yang ingin dijodohkan Kaisar. Tapi dia lebih menolak saranku. Padahal, kalau sampai itu terjadi, tentunya Kekaisaran akan dipimpin Raja dan Ratu tirani yang mensejahterakan rakyatnya.” tawa Zephyr.

“Dia hanya peliharaan, Zephyr, jangan terlalu dipikirkan.” tukas Arsen cepat, “Lagipula, aku butuh Ratu yang bijaksana, anggun, bermartabat, serta cerdas. Jadi, lupakan saja.” lanjutnya dengan nada malas.

Siren dan Zephyr tampak terkekeh, sementara Everyn sama sekali tak berminat membahas lebih lanjut. Toh Everyn tahu betul yang dimaksud Arsen, jadi lebih baik sibuk memikirkan para perwakilan kerajaan lain yang nantinya akan mulai menyerang mereka tanpa berbelas kasih.

Para penjaga ruangan yang didatangi oleh Arsen, Zephyr, Siren, dan Everyn tampak membungkuk sopan lalu memberikan list tamu yang diizinkan masuk, lalu membawa para perwakilan untuk membahas lebih lanjut mengenai penyerangan yang terjadi di Mimeijasia tersebut.

Dan tidak boleh ada yang menguping pembahasan pada pertemuan kali ini.


***


Pertemuan para perwakilan dari berbagai Kerajaan tersebut tampak memanas.

Adu mulut tidak bisa dihindari. Tatapan penuh curiga dan saling menjatuhkan terjadi dalam pertemuan tersebut. Padahal ada Kaisar disana, namun tampaknya mereka mengabaikan hal tersebut hingga akhirnya mau tak mau, Zephyr sebagai penasihat Kekaisaran sekaligus tangan kanan Arsen turun tangan.

Tangan pria bersurai silver itu menghantam meja dengan keras, menimbulkan suara yang nyaring di udara. Tatapan dingin dan menusuk dari Duke Alpharess muda itu berhasil membuat semua yang tengah bersitegang di ruangan tersebut tampak terhenti.

“Hm? Kukira kalian akan tetap melanjutkan perdebatan tidak sopan didepan Penguasa benua.” Senyuman yang biasanya terlihat menenangkan itu kini berubah menjadi dingin dan tak berperasaan.

“Maafkan, kami, Tuanku. Tapi, tentu saja kami sangat mencemaskan Kota wilayah Duke yang menjadi target penyerangan. Apa jangan-jangan terjadi aktivitas illegal di kota Anda atau, memang ada sesuatu yang menarik disana?” kali ini Duke Array melayangkan kecurigaan pada Zephyr.

Pria itu tampak tidak berpengaruh sama sekali dengan tatapan curiga lainnya. Duke Array memang tidak menyukainya karena penolakan Zephyr pada pengajuan perjodohan beberapa tahun yang lalu. Tak heran jika dia masih dendam saat ini.

“Jaga bicaramu, Duke Array. Tidakkah aku cukup mengizinkanmu menaruh racun ditengah-tengah pembicaraan?” suara dingin Kaisar kali ini membungkam pria paruh baya tersebut, lalu menatap sekelilingnya. “Apa tidak ada yang memiliki pandangan lain selain pemikiran negatif dari pemikiran dangkal kalian?”

Yang ditanyakan tampak berpikir sejenak, lalu mulai menyampaikan aspirasi mereka masing-masing. Yah, setidaknya pertemuan kali ini tampaknya lancar meski sedikit terjadi adu argument disana. Namun setelahnya kembali kondusif dan akhirnya mereka semua memutuskan bekerja sama untuk menyelidiki masalah ini.


***


Sementara itu…

“Bagaimana dengan pertemuannya?” sebuah suara muncul dan membuat tubuh Dimitri tersentak. ditatapnya Noir dengan wajah jengkel. “Kau tenang saja, aku sudah mencuri dengar semuanya. Mari kita laporkan hal ini ke Penyihir Hitam!”
================================
TBC.

Halo!!! Sudah lama tidak muncul, ya. Syukurlah sekarang si penulis sudah mulai aktif. Nantikan kisah petualangan yang lebih seru di negeri dongeng ini!!

Jangan lupa beri dukungan pada penulis untuk penyulut semangat. Tinggalkan jejak kalian ☺

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top