05. Dunia yang Tercipta

‘Tenang. Sekarang yang harus kulakukan, adalah tenang.’ Kira-kira begitulah isi hati Alzhe saat ini.

“Selamat datang kembali, Nona!” Seorang gadis dengan pakaian pelayan menyambut keduanya begitu sampai di Mansion tua milik Everyn.

“Ah, Klaudia. Bagaimana keadaan kekaisaran saat ini?” tanya Everyn melepaskan jubahnya lalu memberikannya kepada Klaudia.

“Pangeran Arsenio sempat kemari, Nonaku. Dia memberi pesan untuk segera pergi ke Mimeijasia untuk bertemu dengan Yang Mulia,” lapor Klaudia sambil merapikan jubah sang nona.

“Mimeijasia? Wilayah kekuasaan Alpharess?” Everyn mengerutkan dahi. Kenapa Arsen memintanya ke sana? Di sana kan wilayah kepunyaan Zephyr. Seharusnya Zephyrlah yang berada disana membantu Putra Mahkota.

“Benar, untuk detailnya silahkan Anda pergi ke sana, Nona,” Balas Klaudia sambil membungkukkan kepalanya sekali lagi. Mimik wajahnya terlihat sedikit berubah tatkala menyadari bahwa Nonanya membawa sosok asing ke mansion.

“Siapa dia, Nona?” lanjutnya.

“Dia tamuku, Klaudia. Tolong jaga tamuku selama dia ada disini,” perintah Everyn sambil berjalan menuju kamarnya, namun berhenti sejenak, “Setelah urusanku di Mimeijasia sudah selesai, aku akan segera mengurusmu, Ayah,” ucapnya dengan tenang sebelum akhirnya benar-benar pergi.

Alzhe masih saja bungkam. Sedaritadi dia hanya memandangi percakapan Everyn dan Pelayannya, tanpa memberikan respon yang berarti. Dalam hati, dia mengutuki takdir aneh yang membawanya kemari.

Tak seperti Everyn yang terlihat senang saat ke dunia penciptanya, pria berkantung mata itu tampak tidak tahu harus merespon apa mengenai hal ini. Haruskah dia berteriak? Haruskah dia protes dan meminta Eve atau Herzien, meminta mereka mengembalikannya ke dunia asal? Haruskah dia meladeni keinginan egois Everyn? Oh, yang terakhir tentu saja, Alzhe tidak sudi melakukannya. Lebih baik terus terjebak di dalam dunia aneh ini, dibandingkan harus mengubah alur yang sudah susah payah dia bangun.

“Silakan lewat sini, Tuan.”
Alzhe untuk pertamakalinya mematuhi perintah orang kepadanya. Dengan setelan baju formal yang mencekik—sesaat setelah sampai mereka segera mengubah pakaian Alzhe supaya tidak menimbulkan kehebohan—dia tidak punya pilihan selain diam dan mematuhi semua perintah.

Yah, setidaknya untuk saat ini.
Pria bersurai biru itu dibawa Klaudia—pelayan sekaligus kaki tangan Everyn ini—ke sebuah kamar yang rasanya dua kali lebih luas dari kamar apartemennya. Perabotan kayu jati juga terlihat mewah meski sederhana, dengan ukiran-ukiran rumit dari meja bahkan sampai tempat tidurnya.

Alzhe mendekati kasurnya dan wah, sepertinya kasur ini dibuat dengan kualitas terbaik. Permukaan kasurnya tampak halus dan empuk. Alzhe yakin dia bisa tidur dengan nyaman seharian, karena kasur yang sepertinya dibuat dari kain sutra ini.
‘Usaha gadis itu rupanya tidak sia-sia,’ batinnya dalam hati, sambil memuji perkembangan karakternya yang paling pembangkang itu.

“Silakan beristirahat dahulu, Tuan. Pukul 1 siang makanan akan di antar kemari.” Klaudia menunduk sopan pada Alzhe. Pria itu mengangguk pelan, sebelum akhirnya Klaudia pergi dari ruangan itu.

‘Berasa lagi tamasya di kerajaan kuno dengan fasilitas terbaik,’ batin Alzhe sambil membaringkan diri di atas kasur empuk. Mata hijaunya menatap langit-langit, sambil mengeksplorasi kamar tersebut. Secara fasilitas mungkin kurang wifi, atau televisi. Tapi dari segi kualitas, tempat ini benar-benar cocok untuk mereka yang butuh ketenangan dari hiruk pikuknya perkotaan.

Tunggu … kau tidak sedang pergi berlibur, Alzhe.

Sekitar 30 menit Alzhe mengosongkan pikiran, pria itu akhirnya memutuskan untuk duduk, lalu mengambil notebook hasil tidak sengaja terbawa dari dunia asalnya. Sambil menyalakan barang tersebut, Alzhe mencoba merenungi hal-hal yang baru saja dia alami.

Didatangi dua orang asing yang mengaku sebagai karakternya, lalu diminta mengubah alur seenaknya, hingga terseret ke dunia yang dia buat sendiri … pastinya tak ada yang mengalami hari seaneh Alzhe saat ini.

Sebenarnya, ada banyak sekali pertanyaan di dalam diri Alzhe. Kenapa dunia ini bisa terbentuk? Bagaimana bisa kisah yang dia buat, sampai melawan arus takdir sebegitu kuatnya? Apa dia bisa keluar dari dunia ini, andai dia menyetujui keinginan karakternya?

Layar notebook milik Alzhe berkedip-kedip, membuyarkan lamunan pemuda itu. “Hm? Bisa nyala juga,  toh,” gumam Alzhe sambil mencoba membuka-buka isi notebook-nya.

Pria itu segera membaca-baca isi draft Segreto di una Ragazza, yang merupakan judul sebenarnya dari dunia ini. Sebuah lapisan aneh transparan muncul, tepat ketika Alzhe membuka notebook-nya. Pria itu tampak tidak bisa berkata apa-apa untuk kesekian kalinya, terhadap keajaiban dunia yang dia tempati untuk saat ini.

“Tunggu, banyak yang berubah? Sejak kapan?” Alzhe semakin melongo melihat ketikannya banyak penambahan di sana-sini. Lapisan tipis tadi memunculkan sebuah gambar bergerak, tunggu, itu bukan gambar bergerak biasa.

Lapisan tipis itu mempertontonkan adegan terbaru dari cerita yang diketiknya. Hei, dia bahkan belum melanjutkannya! Bisa-bisanya bagian itu tertulis sendiri! Bukannya terkejut, pemuda bersurai navy itu malah tampak kesal.

“Apa-apaan …”


~•°•~


Mimeijasia, bagian selatan Kekaisaran Esentelia.

Banyak rumah penduduk yang habis terbakar, akibat kekacauan yang ditimbulkan  penyerangan tersebut. Arsenio dan bawahannya berusaha mengamankan penduduk, serta mencoba mengusir para pengganggu yang membuat kekacauan di Mimeijasia. Hampir 30% penduduk mati.

Arsen menangkis serangan yang datang dari kiri. Pria itu menatap angkuh lawannya. “Padahal niatku kemari untuk menjadi pengganti Zephyr sementara, tak ku sangka malah jadi bermain-main di sini.”

Gumamnya sambil menendang kepala lawannya, untuk menghindari serangan lanjutan dari sosok tersebut. Lawan Arsen terpental. Tapi sepertinya belum cukup untuk melumpuhkan sosok tersebut.
Arsen menyeringai. Sebenarnya, dia sendiri tidak jauh berbeda dengan Guardian-nya yang senang sekali turun tangan dalam kekacauan. Pria itu segera berlari dan mengambil jarak para lawan, lalu mengambil busur dan menembakkan panah tersebut pada lawan yang sayangnya dihindari dengan cepat oleh lawan.

“Order!”¹

Sebuah suara mengganggu pertempuran satu lawan satu ini dengan melemparkan bom. Lawan tadi mencoba menghindari bom yang dilemparkan padanya. Namun, karena terlambat beberapa detik akhirnya terpental.

Pria bersurai ungu itu mendengus pelan. “Oy, Marsekal Besar! Carilah targetmu sendiri, dia ini milikku.” Perintahnya pada pimpinan besar angkatan udara tersebut.

Siren memberikan cengiran lebar pada Arsen. “Maaf kalau saya mengganggu permainan Tuan. Baiklah, saya akan ke sebelah sana,” pamitnya sambil terkekeh, sebelum akhirnya menghilang dari pandangan Arsen.

Arsen baru saja fokus pada lawan. Tiba-tiba saja lawan menyerang dengan tinjunya yang bersarung tangan tanah. Untung saja Arsen sempat menghindar.

‘Ck, elemen tanah ya,’ Gerutu Arsen dalam hati.

“Baiklah, baik. Fisik lawan fisik.” Arsen membalas hantam tangan itu dengan tinju berdentumnya. Tentu saja itu bukan tinju biasa. Dengan mengalirkan mana² yang Arsen punya akan menambah power berkali lipat pada bagian tubuh yang dia inginkan. Suara pukulan yang beradu menambah panas suasana pertarungan.

“Menarik! Kupikir Putra Mahkota itu lemah, mana kalian bahkan tak bisa digunakan, bukan?” Nada mengejek dari lawan membuat Arsen sedikit kesal. Namun seperti biasa, wajah angkuh tetap menyelimutinya.

“Tenang saja. Kau akan menikmati pertarungan, bahkan mati tanpa kau sadari.” Senyum setan terpoles di bibir Arsen.

Sosok berjubah hitam itu balas menyeringai puas. Adu kepalan dan adu tendangan tak terelakkan. Sejenak keduanya tampak mundur, sebelum akhirnya melesat maju untuk menghajar lawan. Sosok itu tampak mengalihkan perhatian Arsen, menendang lalu melemparkan pukulan sengit ke wajah Sang Pangeran yang segera ditangkap dengan mulus olehnya. Arsen lantas segera menarik tangan sosok itu, lalu membantingnya sekuat tenaga.
Suara retakan tulang milik lawan terdengar cukup jelas. Tak hanya itu, jeritan geram keluar dari mulut di jubah hitam. Sesaat Arsen tersenyum puas. Namun pada akhirnya situasi terbalik dalam waktu sepersekian detik.

Sosok itu menarik tubuh Arsen lalu segera menendang perutnya dengan lutut, memukul rusuknya dengan sarung tangan tanah yang tampak keras itu. Tak sampai disana, sosok itu segera melempar Putra Mahkota. Sejenak, Arsen berusaha mencoba mendarat dengan keadaan berdiri, namun ....

Graps  of hell!³ Matilah kau, Arsen!” teriak lawannya sambil menyeringai puas.

Lumpur hisap muncul secara mendadak tepat pada titik dimana Arsen bersiap mendarat. Arsen mendecak kesal. Hanya dalam waktu 5 detik pendaratannya, maka dia akan terhisap dalam sihir lawannya. Sepertinya sosok itu telah mematahkan rusuknya. Tubuhnya masih terasa nyeri, mau menghindar pun sudah terlambat. Kubangan lumpur hisap itu cukup besar, takkan sempat untuk melompatinya.

“Sihir sialan!” Arsen mengumpat sepelan mungkin. Tentu saja dia tidak sudi kalau sampai lawannya menyadari bahwa dia mulai terdesak saat ini.

Suara raungan harimau muncul secara tiba-tiba. Arsen merasakan sesuatu menarik kerah leher pakaiannya. Harimau berbulu merah telah menyelamatkannya.

“Baru sekarang kau muncul? Dasar tak berguna!” omel Arsen pada Harimau tersebut.

Harimau itu tampak menggeram kesal. Tak tahu adat padanya memang ciri khas Arsenio. Rasa ingin melempar pria itu kembali ke kubangan lumpur hisap semakin tinggi. Mana tau langsung mati di tempat.

“Berisik! Bukannya berterima kasih karena sudah kutolong. Dasar Pangeran sialan!” balas Harimau tersebut tak kalah sengit.

“Berani sekali kau, gadis sialan! Akan kusegel kau agar tak kembali dalam wujud manusiamu!” geram Arsen pada Harimau galak itu.

“Kau pikir aku takut? Akan kulumat dagingmu hingga habis tak tersisa, Pangeran sialan!” desis Harimau itu sebal.

“Coba saja kalau berani, Guardian sialan!” Arsen menatap tajam Harimau itu.

“Permisi, mau sampai kapan kalian bertengkar?!” sosok tadi tampak sebal melihat perseteruan antara dua makhluk yang berbeda, yakni manusia dan harimau. Dia kan jadi kesal karena diabaikan. Bukannya menyadari kesalahan, kedua makhluk itu malah membentak  orang  yang sedaritadi menjadi lawan Arsen.

“Berisik!” teriak keduanya pada sosok yang menginterupsi pertengkaran keduanya.

Apa salah si jubah hitam coba. Padahal yang berisik sedari tadi kan mereka. Baiklah, kesabaran jubah hitam sudah habis!

Golem Master!”⁴

Mantra selanjutnya telah dirapalkan oleh lawan. Dua golem raksasa segera melepas pukulan pada harimau dan manusia yang masih beradu mulut tersebut. Keduanya refleks menghindari serangan dan dengan cepat Arsen menunggangi harimaunya. Pria itu segera menembakkan busur panah beberapakali. Namun, kali ini mengalirkan mana-nya pada busur tersebut agar tidak meleset. Sosok itu segera melindungi diri dengan menjadikan sarung tangan tanahnya sebagai tameng. Berhasil memang, namun sayangnya sarung tangan itu  hancur.

“Sialan!” geram Arsen kesal. Kenapa sarung tangannya tak hancur saja sekalian!

“Nah, bagaimana menurutmu? Coba bunuh golem-nya dengan sekali hantam atau … hng? Sial, sekarang menjadikan golem kembar itu menjadi tamengnya!” gerutu Arsen sambil mengusap-usap bulu di leher harimau itu gemas. Harimau itu memutar bola matanya yang berbeda warna dengan gemas.

“Buka segelku, akan kuhancurkan dia.” Harimau itu memperhatikan para golem itu dengan seksama sambil mengajukan permintaan pada tuannya, sebelum akhirnya berkali-kali menghindari pukulan mereka.

Arsen menimbang sejenak sebelum akhirnya menggigit ibu jarinya hingga berdarah dan melepas segel harimau itu pada bagian kepala, lalu mengubahnya menjadi manusia kembali. Gadis bersurai merah itu dengan lincah menghindari golem-golem itu bersama Arsen.

“Ayo! Kau mau urus tuannya atau golemnya?” tanya Everyn pada lelaki yang tak jauh darinya.

“Aku Tuannya saja, kau urusi golem kembar itu! Alihkan perhatian mereka! Ada yang mau kucoba cari tahu!” sahut Arsen sambil mencoba mendekati sosok yang sedaritadi menggerakkan golem-golem itu.

Everyn tampak mengangguk sekilas. Gadis itu segera melancarkan tinjuannya berkali-kali pada golem tersebut, meski sayangnya hanya baru membuat retakan kecil saja di sana.

“Sial! Keras sekali!” gerutunya sambil mengeluarkan api kecil, memberi tekanan pada penanya yang langsung berubah secara ajaib menjadi gada raksasa. Dia mencoba menghancurkan batu berjalan itu dengan sekali pukulan saja.

Sementara itu, saat Arsen hampir sampai mendekati si berjubah hitam, tubuhnya mendadak terpental jauh. Arsen meringis, tubuhnya sudah terasa sakit dan semakin remuk saja. Bersyukurlah dia sudah terbiasa dengan kondisi ini, porsi latihan nerakanya tak sia-sia.

Tunggu, golem ketiga muncul?

“Sialan, ada berapa banyak, sih, golem-golem yang bisa kau keluarkan?!”
===============================
TBC.

Footnote :
1. Order : ketika mantra ini dilafalkan, akan uncul lubang-lubang kecil yang mengeluarkan masing-masing bom di udara. Pelepasan tersebut akan diatur oleh pengguna arahnya.

2. Mana : Mana dalam bahasa-bahasa Austronesia berarti "kekuatan", "kemujaraban" atau "martabat". "Kekuatan" dalam konteks ini sering kali dianggap sebagai kekuatan gaib.[1] Maknanya tergantung pada bahasa yang digunakan. Konsep ini merupakan konsep yang penting dalam kebudayaan Polinesia dan juga merupakan bagian dari budaya penduduk Kepulauan Pasifik saat ini. Mana dianggap sebagai suatu hal yang spiritual dengan asal usul yang gaib, dan merupakan kekuatan yang sakral dan impersonal. Memiliki "mana" berarti memiliki pengaruh, otoritas, dan kemanjuran - kemampuan untuk melakukan sesuatu dalam kondisi tertentu. Kualitas "mana" tidak terbatas pada individu: rakyat, pemerintah, tempat dan benda mati juga bisa memiliki mana, dan pemiliknya akan dihormati. Biasanya dalam kisah sihir, mana digunakan untuk membahas asal suatu mantra/sihir

3. Graps of hell : mantra yang akan membuat sihir hisap. Hanya bisa digunakan 3 kali dalam sekali pertarungan. Siapapun yang terhisap oleh lumpur ini takkan bisa keluar kecuali atas izin pemilik mantra.

4. Golem Master : mantra untuk mengendalikan tanah untuk membuat dan menggerakkan golem. Hanya mampu mengendalikan minimal 3 golem saat bertarung.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top