01. Chaos

“Kumohon, bertahanlah.” Everyn berusaha berjalan secepat mungkin menjauhi neraka dibelakangnya.

Karena punggungnya terbakar setelah tertimpa salah satu kayu, dari sarang penyihir hitam untuk melindungi Lumina, Everyn terpaksa membawa Lumina. Menggendongnya ala Tuan Putri dengan sisa tenaga yang dia miliki.

Bersiul pelan, gadis bersurai merah itu segera memanggil pegasus putih kesayangannya, yang dengan cepat terbang ke arahnya. Tanpa suara, Everyn menaikkan tubuh Lumina lalu menaiki Pegasus tersebut sebelum akhirnya mereka kembali ke kediaman Alpharess.

Everyn menggigit bibir bawahnya keras-keras, diusapnya pipi Lumina yang mulai mendingin. Sungguh! Everyn takut Lumina mati di sini. Dipeluknya erat sahabatnya itu, berharap mereka segera sampai ke tujuan.

Takut. Everyn takut sahabatnya pergi untuk selamanya.

‘Dingin sekali… kumohon, cepatlah sampai …’


~•°•~


Sementara itu di kediaman Alpharess, “Mau sampai kapan kau memasang wajah jelek itu?”

Zephyr menatap sepupunya yang tengah menyilangkan kaki dan tangannya dengan wajah tertekuk, tanda bahwa dia—Arsen—tidak terima diabaikan.

“Maaf, Ar. Aku benar-benar tak fokus hari ini.” Pemuda bersurai perak itu menatap Arsen dengan tatapan tidak enak. Arsenio mendengus pelan, dia kurang suka tatapan kosong sepupunya. Apalagi saat ini mereka sedang menikmati camilan sore bersama. Iya, dia tahu Zephyr mencemaskan dua gadis yang tengah menjalankan misi. Tapi, bukan berarti harus mengabaikannya, 'kan?

Dia bahkan berani bertaruh Everyn tengah menikmati saat-saat mempraktekkan langsung ilmunya pada orang-orang yang tepat. Kekuatan gadis itu sangat menyeramkan.

Lagi-lagi Zephyr tersenyum kecil menanggapi muka masam Arsen. Firasatnya buruk soal ini, tapi dia memilih tidak membahasnya dengan Arsen. Arsen menghela nafas.

“Baiklah, lupakan! aku mau membahas soal—“

“Mohon maaf mengganggu, Tuanku!”

Kata-kata Arsen dipotong oleh pelayan yang dengan panik berlari ke halaman belakang, tempat keduanya tengah berbicara santai. Dahi Arsen berkedut karna kesal, sementara Zephyr hanya terkekeh geli melihat reaksi sepupunya sambil menatap pelayannya yang pucat pasi. “Bicaralah! Ada apa?”

“No-nona Lumina dan Nona Everyn sudah pulang. Tapi,” ada jeda sejenak, “Nona Lumina sekarat, Tuan!”

“Aku akan segera ke sana!”

Setelah memberi perintah, Zephyr segera berlari ke dalam Mansion diikuti Arsen. Pemuda bermata merah itu diam-diam mengepalkan tangannya emosi. Terkadang dia membenci firasat buruk yang selalu tepat ini, rasanya benar-benar menyebalkan. Kedua pria itu segera menuju kamar Lumina. Di sana mereka melihat Lumina yang masih dalam keadaan kacau dan tak sadarkan diri tengah dibersihkan, sementara Everyn yang juga dalam keadaan yang sama kacaunya dengan Lumina—bahkan dengan luka bakar dipunggung yang terekspos tanpa disadari—hanya bisa terdiam dengan tatapan kosong.

“Sebenarnya ada apa ini? Arsen yang pertama kali memecah keheningan dengan memanggil Everyn. Yang dipanggil hanya bergeming. Sedari tadi  gadis itu hanya menunduk. Benar-benar hal langka untuk seorang Nona Rubrum yang terkenal tegar di berbagai situasi.

Sementara itu, Zephyr segera mendekati Lumina, lalu mengeluarkan sihirnya yang membentuk sulur-sulur tumbuhan. Membelit tubuh Lumina dengan sinar hijau menenangkan. Zephyr mencoba melihat keadaan tubuh gadis itu, dia mencoba sekalian membangunkan gadis bersurai hitam itu melalui alam bawah sadar. Namun tidak ada respon yang berarti dari Lumina. Zephyr membuka matanya yang menjadi kuning karena pengaruh sihir. Menatap tubuh yang sudah mulai pulih itu dengan tatapan tidak mengerti.

‘Kenapa kamu tidak menjawabku?’

Zephyr masih tenggelam dalam pikirannya, sebelum akhirnya merasakan ujung baju lengannya ditarik dengan lemah. “Ah, Kak, kamu juga harus diobati—“

“Bagaimana keadaannya?”

Zephyr menatap Everyn yang masih tertunduk. Pasti dia merasa bersalah karena tak bisa melindungi Lumina. Zephyr tersenyum tipis, lalu menepuk kepala Everyn pelan sambil mengeluarkan sihir pengobatannya yang sedikit berbeda dengan Lumina—hanya dengan sinar lembut berwarna kuning.

“Kakak jangan menyalahkan diri. Lumina sudah baik-baik saja, kok. Kakak juga harus mementingkan keadaan sendiri juga." Zephyr berujar lembut pada sosok yang dia anggap seperti kakak perempuannya sendiri itu. Everyn menggigit bibir bawahnya hingga terluka. Dia benar-benar marah pada dirinya sendiri saat ini.

"Zeph, maaf … aku telah lalai—“

“Berhentilah merengek. Kami tau kau juga pasti sibuk menghajar musuh. Seharusnya kemarin aku ikut saja denganmu.” Arsen angkat bicara. Pemuda bersurai ungu itu segera menepuk-nepuk bahu Everyn sambil tersenyum singkat. “Yah ..., setidaknya kaki, tangan, dan juga nyawa kalian masih utuh. Tak ada yang lebih penting dari itu.”

Everyn mengangkat kepalanya, gadis itu kembali mengeraskan sikap. “Aku akan segera memperbaiki diri lalu menghadap ke istana, memberikan laporan.” Baik Arsen maupun Zephyr tahu kalau saat ini Everyn benar-benar berantakan.

“Ya, Pergilah.”

Setelah Everyn berlalu, Zephyr masih memperhatikan tubuh tunangannya yang masih belum sadarkan diri lalu bergumam, “Kalau kau cemas, kau bisa mengikutinya, Ar.” Arsen mengangkat bahunya malas. “Malas ah, dia bukan tipe yang berharap dihibur disaat seperti ini. Yang ada aku akan diusir.” Pemuda itu bersedekap.

“Tapi sebaiknya aku kembali ke Istana. Kutebak, anak itu tak akan mengobati luka bakarnya tadi kalau saja kau tidak mengobatinya tadi.” Lanjutnya sambil bejalan keluar ruangan.

Zephyr hanya tersenyum simpul sambil melambaikan tangannya, sebelum akhirnya duduk lalu menggenggam tangan Lumina lembut. Ada yang aneh dengan tubuh Lumina, seolah-olah Zephyr tidak bisa menggapai alam bawah sadar gadis itu untuk membangunkannya. Dia sangat cemas saat ini.

“Lumina, ada apa denganmu …?”


~•°•~


Everyn menghela nafas. Dia baru saja selesai menghadap Raja dan memberikan laporan, serta kenyataan Lumina yang koma karena berhadapan langsung dengan Ketua Penyihir Hitam. Lalu dia lebih memilih kembali bekerja. Tentu saja Arsen paling kesal dengan hal ini.

“Istirahatlah di rumah.”

“Tidak mau!”

“Jangan keras kepala.”

“Iya begitulah aku.”

Arsen menghembuskan nafasnya dengan sebal. “Berhenti menyiksa dirimu sendiri, Bodoh! Pulihkan dirimu selama 4 hari. Apa susahnya mendengarkanku sekali saja!” hardiknya kesal sambil memukul kepala merah itu dengan gulungan berkas. Everyn mendelik kesal.

“Kerjaanku di sini bisa menumpuk, Bodoh!” Gadis itu membalas hardikan Pangeran tak kalah sengit.

"Hah ..., baiklah! Cicil semua ini dalam 2 hari, lalu istirahatlah. Minimal kau bisa menunggui Nona Arancia, bukan?” Arsen tak mengerti kenapa dia yang harus bernegosiasi dengan Nona satu ini. Padahal Everyn yang butuh istirahat.

Gadis itu terlihat menimbang-nimbang sebelum akhirnya menyetujui keputusan Sang Pangeran. Sebenarnya alasannya bekerja adalah untuk membuang pikiran bersalahnya mengenai Lumina, sehingga dia masih memiliki muka untuk bertandang ke rumah Zephyr. kalau saja bukan karena ini, mungkin dia sudah mengambil cuti emas yang diberikan Arsen secara cuma-cuma padanya tanpa berpikir panjang.

Tapi sepertinya 2 hari sangat cukup untuknya mengerjakan semua pekerjaan selama seminggu kedepan. Dengan tidak tidur dan mengurangi waktu makannya, tentu saja. Arsen ingin sekali memaki guardian sialannya ini karena sama sekali tak peduli dengan kondisi tubuhnya. Tapi dia sendiri pun tak punya waktu untuk melakukannya karena sama sibuknya seperti Everyn. Kekesalannya agak berkurang saat melihat wajah pulas Everyn yang berbaring di sofa ruang kerjanya sendiri. Arsen mendekati tubuh yang tengah tertidur pulas itu lalu memakaikan jubah kebesarannya pada Everyn, sebagai selimut sebelum akhirnya duduk di seberang sambil membaca berkas penting.


~•°•~


Mata merah keunguannya terbuka perlahan, lalu melirik sosok lelaki yang tengah berkutat dengan berkas. Everyn melirik jubah kebesaran Pangeran, lalu duduk sambil menguap pelan. “Jam berapa sekarang?”

“Pukul 5 sore.”

Enam jam? Sepertinya dia benar-benar lelah setelah memforsir tubuhnya untuk pekerjaan. “Apa kau tau kabar Lumina?” Tanya Everyn sambil merenggangkan tubuhnya.

“Kudengar dari Zephyr, dia sudah sadar, tapi tatapannya kosong dan tidak mau makan juga. Mirip seperti boneka bernyawa.”

Arsen melirik sekilas wajah Everyn yang tampak pucat pasi. Setelah memberikan jubah milik Pangeran, Everyn bergegas ke kediaman Alpharess.

Pikirannya agak kacau, dalam hati dia merutuk, bagaimana bisa dia meninggalkan Lumina tanpa tau keadaanya sama sekali? Everyn terlalu banyak pikiran dan terlalu merasa bersalah sampai-sampai tidak memantau perkembangan sahabatnya sendiri. Jadi, begitu dia sampai di kediaman Alpharess, gadis bersurai merah itu segera berjalan menemui kepala pelayan, meminta izin untuk memasuki kamar Lumina.

“Apa Zephyr ada di rumah?”

“Tuanku sedang ada tugas di perbatasan. Malam hari baru akan kembali, Nona.”

“Apa dia sesibuk itu?”

“Sudah 3 hari Tuan ku tetap bersama Nona Lumina di kamarnya. Tapi karena wilayah Alpharess sedikit ada masalah, maka secara terpaksa Tuan harus ke sana.”

“Sudah berapa hari Lumina sadar?”

“Baru saja pagi tadi, Nona. Keadaannya benar-benar mengingatkan saya pada saat kami menemukannya beberapa tahun yang lalu.” Kepala pelayan paruh baya tersebut hanya menatap Everyn yang mungkin belum mengetahui hal ini. Everyn terdiam. Dia tidak pernah berani menanyakan soal masa lalu Lumina, karena banyak yang bilang dia anak hasil pungut Duke Alpharess. Anak semata wayangnya dulu sakit-sakitan dan selalu kesepian. Mungkin lain kali dia akan bertanya.

Kamar Lumina berada di lantai 3 Mansion, di sayap kanan. Jadi memang butuh waktu beberapa menit untuk sampai di sana.  Dan begitu sampai, Everyn dipersilahkan untuk mengetuk pintu kamar sahabatnya.

“Lumina?” pintu diketuk 3 kali, tapi tidak ada jawaban. Apa separah itu keadaan Lumina, sampai tak bisa mendengarnya?

Sekali lagi, Everyn mengetuk pintu dan tidak ada jawaban. Melirik Kepala Pelayan untuk meminta persetujuan masuk, beliau mengangguk mengizinkan. Everyn segera membuka pintunya. “Lumina, kau baik-baik sa—LUMINA!”

Lumina memang sudah sadar.

Mata Oranye itu terlihat meredup dan kosong, dan yang membuat hati Everyn kacau adalah,gadis bersurai hitam itu berdiri diatas balkon, seolah-olah memang akan siap untuk menjatuhkan diri.

Lumina menatap ke arah sumber suara. Ah, itu Everyn, sahabatnya. Orang yang dia anggap sama pentingnya dengan Zephyr. Everynnya yang berharga. Wajahnya terlihat kacau, kantung mata ada di wajah Everyn, membuat Lumina bertanya-tanya, apa Everyn kurang tidur? Kenapa dia jadi terlihat begitu kurus?

“Everyn .…”

“Lumina, kamu sedang apa? Turun dari sana!” Everyn berlari ke arah Lumina. Gadis bersurai hitam itu hanya menatapnya dengan senyuman tipis. Lumina sudah membulatkan tekad untuk melakukan hal ini, dan dia tidak boleh mundur sekarang.

“Maafkan aku …. Selamat tinggal.”

“LUMINA!”

Ya, ini jauh lebih baik, batin Lumina dalam hati. Setidaknya, biarkan dia membawa semua  hal yang dia ketahui  tanpa ada yang tau sebabnya. Ini semua dia lakukan untuk orang-orang yang dia sayangi.

Setelah dia menerjunkan diri, Everyn mencoba meraihnya. Namun sebelum Everyn berhasil meraih tangannya, kegelapan telah memakannya.
================================
TBC.

Yuk tinggalkan jejak! Ayo beri apresiasi pada author yang bersangkutan!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top