9. Mimpi

"Kenapa pangeran memenjarakan waita itu?" Tanya salah satu penjaga penjara yang suaranya terdengar seperti dengangan lebah.

"Aku tidak tahu. Pengawal istana tiba-tiba membawanya kemari," jawab penjaga yang lain.

Rupanya pangeran belum memberitahu mereka bahwa ada penyihir ilegal yang mencoba melarikan diri. Penyihir wanita yang kini mendekam di sebuah sel penjara yang dingin dan berlantai jerami. Tembok-tembuk kumuh dengan beberapa bagianya terdapat noda darah, dan satu obor yang terpasang di diding luar sel, memberikan efek garis oleh jeruji besi pada penjara yang ku tempati.

Mungkin ini memang sepenuhnya kesalahanku. Mengambil tindakan bodoh dan gegabah saat mencoba melarikan diri dari istana. Hingga Pangeran Stephen tutun tangan langsung mencegahku pergi, demi Putri Herleva. Setidaknya sekarang pikiranku jauh lebih jernih, dan mampu digunakan untuk memikirkan jalan keluar terbaik mengatasi permasalahan ini. Terutama bagaiamana caraku untuk segera keluar dari penjara.

Jadi apa yang harus aku lakukan sekarang? Ibuku tidak jelas nasibnya dan aku terkurung di penjara. Aku telah membaca buku mengenai hukum dan hukuman kerajaan, dan kalau tidak salah ingat, yang merupakan bagian paling mengena di banding semua kalimat pada buku yang sama. Hukuman bagi penyihir yang masuk dalam istana secara ilegal adalah dibakar hidup-hidup di hadapan seluruh masyarakat Velian.

Memikirkan hal itu, membautku ingin mencoba membuktikan teori 'bahwa kepalaku lebih keras dari tembok penjara.' Tapi ide untuk kabur itu tidak kunjung datang, hingga kantuk yang sedari tadi kutahan, kini mulai menyerang lagi. Mungkin besok aku akan mencoba berbicara pada Pangeran Stephen lagi. Atau kalau memang sangat terpaksa, aku akan membutnya setuju dengan caraku.

Aku menumpuk beberapa jerami untuk dijadikan bantal. Bersiap-siap tidur di atas tanah kotor dan dingin. Ini bukan pertama kali. Aku telah melakukanya berkali-kali saat aku berkelana bersama ibuku dalam hutan. Walau kini menjadi tidak terbiasa lagi.

"Hey, bagaiamana kalau aku mengencaninya? Dia sangat cantik," sayup-sayup masih terdengar saat mataku telah tertutup.

"Kau tidak tahu siapa dia. Mungkin saja dia adalah penjahat yang akan dihukum mati esok hari," kata pria yang lain.

Benar sekali. Secantik apapun kau, kalau sudah bersetatus mayat, maka itu tidak berguna. Aku berharap masih memiliki kesempatan untuk bertemu ibuku, walau mungkin harus terjadi di dunia yang lain.

Perlahan-lahan, suara mereka lenyap dari pendengaran. Cahaya merah temaram yang menerpa kelopak mata yang terpejam, telah menjadi hitam pekat langit malam. Merasakan ketenagan batin yang sedikit aneh mengingat bagaimana situasiku saat ini.

Tapi tidak lama sampai sebuah angin semilir dingin membangunkanku. Cahahaya lampu obor dari depan selku mendadak padam. Digantikan oleh kegelapan total yang menyelimuti tanah berrumput tempat aku terbaring saat ini.

Rumput. Bukan jerami.

Rumput basah oleh embun atau sisa hujan, dan aroma segar yang menguar dari segala penjuru, membuatku sadar bahwa aku telah ada di alam terbuka. Aku menatap sekeliling dengan membuka mataku lebar-lebar oleh minimnya cahaya. Berderet pepohonan terlihat di sana. Sangat tinggi dengan berjuta daun mengerumuninya. Membuat sang bulan tak dapat menghunus sinarnya sampai daratan.

Yang paling membuatku heran adalah kondisiku. Mungkinkah aku tiba-tiba dapat menguasai ilmu Marlin untuk berteleportasi. Itu mustahil, aku juga tidak percaya bahwa Marlin dapat berteleportasi, setinggi apa pun ilmunya.

Tapi aku merasa familiar dengan temapat ini. Terlalu sering berkemah di hutan membuatku tak dapat mengingat tepat, dimana aku kini berada.

"Yang Mulia! Yang Mulia! Hamba di sini. Tolong selamatkan saya,"

Sebuah suara menggema, dan langsung mengubah pengelihatanku dari hutan gelap menjadi sebuah pintu gua dalam sekejap.

"Woah... ini mimpi," kataku reflek saat merasakan perpindahan tempat dalam waktu satu detik.

Aku sudah mengerti, dimana tepatnya aku berada. Aku telah melihatnya dan mendengarnya. Disini adalah pintu gua tempat aku dan ibu tersesat satu tahun yang lalu, dan aku juga telah mendengar suara Cermin yang memanggilku.

Pemandangan dihadapanku saat ini sangat berbeda dengan gua yang aku masuki terakir kali. Setiap berapa meter dinding gua telah dipasang sebuah obor, seolah ingin menyambutku untuk masuk lebih dalam dan mengetahui rahasianya.Aku paham dan menuruti keingiannya. Walau aku tidak tahu siapa yang membawaku kemari, yang pasti dia tengah mengawasiku saat ini.

Satu persatu langkah terambil semakin dekat dengan Cermin ajaib. Dari kejauhan aku telah dapat melihat bentuk oval kokoh dengan bingkai berukir yang menawan. Hingga semakin lama aku semakin mendekat dan dapat melihat bayanganku sendiri di dalamnya.

Tapi itu bukan aku.

Sesosok wanita dengan kecantikan luar biasa berdiri sebagai bayanganku dalam Cermin. Mahkota ratu bersarang di atas rambut sewarna emas, mata biru sedalam lauatan dengan bulu mata tebal yang mempertegas pandangan. Hidung mancung dan bibir merah meanawan menghiasi senyumannya. Gaun sewarna emas yang ia gunakan telihat meliuk-liuk dan menjuntai ke tanah dengan sangat elegan.

Siapa wanita ini? Dan kenapa aku merasa pernah mengenalnya.

Aku melihat diriku sendiri yang masih menggunakan pakaian yang sama saat berada dalam penjara. Pakaian seorang pelayan kerajaan dengan celemek putih yang kotor pada bagian tertentu.

"Yang mulia," suara seorang pria yang syarat akan kerinduan terdengar dari dalam Cermin. "My Queen. Kenapa my Queen..." nada sedih yang sama terdengar lebih jelas. Tapi aku merasa panggilan itu tidak ditunjukan padaku. Tapi pada wanita cantik dalam Cermin yang kini menatapku.

"My Queen.... Kenapa anda membiarkan posisi anda tergantikan. Raja harusnya menikahi anda, dan anda harusnya menjadi satu-satunya Ratu,"

Cermin itu masih terus berbicara walau tak satu kata pun kuucapkan.

"Tapi anda memilih menjadi budak,"

Tiba-tiba baju yang dikenakan oleh wanita cantik dalam Cermin terbakar, hingga hanya menyisakan baju kumal dan wajah kotor penuh debu.

Sang Ratu telah berubah menjadi pelayan.

Dan pelayan itu adalah aku.

"Lord Leona murka ketika mengetahui bahwa lawan yang akan mengahadapinya di bumi hanya seoang rakyat jelata," Cermin berkata sayarat penyesalan.

"Aku—"kataku, tak sanggup melanjutkan kalimat. Entah kenapa lidahku kelu. Aku ingin menjawab. Tapi tidak punya kata yang tepat. Aku tidak tahu kenapa aku harus menjadi ratu. Kenapa harus menuruti benda mati yang dapat bicara. Atau melawan seseorang yang tidak aku kenal. Terlalu banyak pertanyaan. Hingga tak tahu harus mulai dari mana.

"My Queen, anda tidak menggubris peringatan saya. Sekarang anda akan tahu akibat dari kesalahan itu,"

Tiba-tiba aku melihat bayangan lain selain diriku di dalam Cermin. Seseorang yang tengah terbaring dalam posisi miring didepanku. Sosok yang sangat familiar tengah tergolek lemah, pucat, dan tak bernafas di dalam sana.

Bukan hanya di dalam Cermin.

Jasat itu nyata, tepat berada di depan kakiku. Terbaring, tak bergerak, tak menunjukan tanda-tanda kehidupan.

Ibuku.

"NOOOOOOOOOOO!"

Bersambung .....

Vote please .....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top