7. Realita
Dengan cepat kabar bahagia menyebar ke seluruh penjuru kerajaan. Seluruh rakyat menyambut kabar ini dengan suka cita. Tidak lupa semua ucapan selamat, kado-kado mewah yang datang dari bagsawan-bagsawan dalam dan luar istana. Juga dari kerajaan yang menjalin aliansi dengan Velian.
Namun semua itu semua tidak mampu menggambarkan perasaanku. Aku merasa menjadi wanita orang paling bahagia di muka bumi.
"YAHOOOOO," teriakku ditengah taman sepi sesaat setelah mengetahui kehamilan putri.
Akhirnya jatah lari pagiku akan berhenti selama sembilan bulan. Aku ingin menangis bahagia saat membayangakannya. Namun, kenapa harus menagis, kalau aku bisa tertawa sepuasnya.
"HA-HA-HA."
Sungguh, biarlah aku menjadi orang gila untuk hari ini. Karena aku belum pernah sebahagia ini selama tinggal dalam istana. Walaupun mungkin kebahagian ini hanya bersifat sementara, sampai anaknya lahir, dan membuatku harus mengejar dua orang sekaligus (ibu dan anak). Memikirkanya saja sudah membuatku mulas.
Namun seperti kata ibu 'nikmati saja yang ada hari ini,' maka aku akan melakukan yang terbaik untuk menikmati hari-hari senggangku.
Atau, itu hanya hayalan gadis perawan yang mengidamkn kebebasan.
Bo ... san.
Hidup sama sekali tidak terprediksi. Kesehatan Tuan Putri yang terus menurun saat masa kehamilan, memaksanya harus mendekam dalam kamar selama delpan bulan ini, dan menyeretku ikut bersamanya. Putri Herleva selalu mengeluhkan mual, pusing, sesak, dan segalanya saat aku tidak bersamanya. Yang membuatku tidak dapat beranjak satu meter pun dari Putri Mahkota.
Inilah hukuman bagi orang yang kurang bersyukur. Sungguh aku sangat merindukan hari saat kami bermain di taman, berkerjaran di antara bunga-bunga, mengagumi warna kupu-kupu, memakan bekal di bawah pohon rindang. Hari-hari indah itu, kini terngiang seolah mimpi indah, yang mungkin tak akan terjamah lagi.
Di hari-hari membosankan itu, aku hanya dapat membaca buku-buku yang dibawakan oleh para pelayan untuk Putri Mahkota. Sudah berlusin-lusin buku ilmu pengetahuan, limu sosial, politik, ekonomi, kebangsawanan, juga buku paling menjemukan dengan bahasa paling menjengkelkan telah kubaca. Bahkan kini aku merasa telah pantas menjadi seorang Ratu.
Ratu Iblis.
Yang mulia Putri Mahkota lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur, sesekali aku harus membangunkanya untuk makan dan minum. Namun kemudian tidur lagi seolah tengah berhibernasi. Apa semua orang hamil seperti itu? Aku rasa tidak. Karena saat Bibi Ross tengah hamil Sam, ia bahkan masih dapat menggarap ladang gandumnya seperti biasa. Mungkin cara hidup kami yang keras, menjadikan kami jauh lebih kuat secara fisik.
Bukan hanya perubahan pola tidur Putri yang terlihat dalam kamar Putra Mahkota, tapi juga keberadaan kasur kecil sederhana yang tidak sepadan dengan prabot mewah dalam kamar calon raja. Diletakan di sana karena satu bulan pertama masa tahanan kamar Putri Herleva, aku hanya di beri sebuah kursi tak berlengan untuk mengistirahatkan diri. Hingga membuatku ambruk beberapa munggu kemudian. Akhirnya dengan segala kebaikan hati, Pangeran Stephen memberiku sebuah ranjang kecil nan nyaman, yang kini diletakan tepat di samping jendela besar kamarnya.
Kerajaan Velian kini tengah mempertahankan wilayah timur yang sedang terjadi berperang. Banyak prajurit, dan para pemimpin telah turun mengatasi krisis. Termasuk Putra Mahkota yang juga terjun langsung dalam medan perang. Semua permasalahan itu membutanya jarang pulang, bahkan untuk mengunjungi Putri Herleva yang tengah hamil besar. Namun Putri Mahkota rupanya juga tidak menyadari absenya sang suami, karena dia pun sudah seperti manusia yang berhibernasi selama delapan bulan ini.
Ketika Pangeran pulang dalam keadaan lelah, Putri selalu tertidur dan tak dapat menyambut kedatangannya. Memasuki kamar dengan diriku yang selalu terlihat ongkang-ongakang kaki, dan Putri yang selalu tidur seperti dongeng Sleeping Beauty. Seandainya ia dapat bagun oleh ciuaman. Mungkin aku akan segera menyuruh pangeran melakukanya, meskipun aku ada di diantara mereka. Biuh ...!
Saat Putra Mahkota memasuki kamar utama, di siang hari yang bersalju, masih menggunakan pelindung dada besi berkilat dengan lambang singa kerajaan Velian. Beberapa bercak darah terlihat di lengan, walau bukan miliknya sendiri, aku merasa sedikit was-was saat memperhatikannya. Takut apa bila beliau terluka. Ia menatap Putri Herleva dengan kekecewaan terlihat pada wajahnya yang lelah. Sudah beberapa kali ia pulang hanya mendapati wajah damai itu, dan tidak ada lagi senyuman manis sebagai ucapan selamat datang dari Tuan Putri. Mengetahui kecewanya, terkadang aku merasa tidak tega dan ingin membangunkan Putri Herleva untuknya.
"Apa dia masih tidur," pertannyaan yang seharusnya dapat Pangeran Stephen ketahui saat pertama kali masuk kamar.
"Saya bisa membangunkannya untuk Yang Mulia," jawabku sopan, sambil berdiri dari kasur.
"Tidak perlu," katanya, lalu mencoba membuka sendiri jaket tebal penghalau salju yang tengah ia kenakan.
Aku segera berdiri di belangnya untuk membantu. Menariknya perlahan dari tubuh tegap yang lebih tinggi dariku, meletakan pada tempatnya, dan beranjak kembali untuk membuka baju zirah yang masih dikenakan Putra Mahkota.
*Baju zirah.
Tali-tali pengait yang terpasang di punggung telah terlepas, memperlihatkan lekuk tubuh kokoh yang sejak awal dimilki Pangeran Stephen. Walau masih terbungkus satu lembar baju tipis, tapi sama sekali tidak mampu menutupi tubuh atltis di dalamnya. Ketika selesai mencopaot baju zirah berbahan besi berat dari tubuh pangeran, segera aku bergerak lagi untuk meletakannya di lemari, tapi sedikit terhenti ketika terdapat kilatan dalam baju besi itu.
"Kenapa kau tersenyum?" kata Pangeran yang rupanya memprehatikan sebuah senyum reflek yang bahkan tidak aku sadari.
"Baju zirah Yang Mulia sangat bagus. Dibuat dari besi kuat yang dicampur dengan beberapa ramuan dan mantara yang sangat manjur. Ini akan membuat Anda lebih kebal dari pedang maupun mantra jahat dalam pertarungan," penjelasanku.
"Itu pemberian dari Marlin, seorang penyihir dari kerajaan timur. Dan dari mana kau tahu keunggulan benda itu?" tanya Pangeran penasaran akan pengetahuanku.
"Buku," dustaku sambil menjuk rak buku di pojok ruangan. Tidak mungkin aku mengatakan dapat melihat tanda-tanda sihir di dalam baju zirah. Hanya mata penyihir yang mampu melihatnya.
Berbicara mengenai Marlin. Aku pernah mengunjunginya sekali bersama ibuku. Menurutku dia sedikit sombong. Teringat saat dia mengusirku dan ibu saat ingin membeli beberapa bahan. Marlin mengaggap kami terlalu miskin untuk membeli barang di tokonya.
"Kau suka membaca buku?" Pangeran bertanya lagi.
"Iya, karena kamar ini memiliki jendela yang lebih kecil dibanding perkiraan saya, jadi saya lebih senang melihat jendela dunia. Saya mendapat banyak pengetahuan mengenai kondisi politik, hukum, sumberdaya yang ada dalam kerajaan, wilayah-wilayah yang masuk dalam kerajaan Velian, dan masih banyak lagi."
Pangeran memandangku dalam diam. Membuatku merasa salah pada beberapa hal.
"Maafkan saya Yang Mulia. Tidak seharusnya saya membaca buku-buku untuk Yang Mulia Putri Mahkota," kataku panik.
"Tidak apa-apa, kau juga butuh hiburan.Tapi menurutku caramu menghibur diri dengan buku berat sangat tidak lazim. Aku suka membaca cerita-cerita rakyat di saat waktu luang. Kau bisa meminjam buku-buku bagus di rak sebelah timur perpustakaan kerajaan," Pangeran tersenyum senang saat menginformasikan kegemarannya.Manis sekali.
"Baik Yang Mulia, saya akan mencobanya nanti," kataku sambil tersenyum ringan. Walau aku tahu, saran tersebut tidak akan pernah dapat aku lakukan. Perpustaan kerajaan hanya diperuntukan untuk anggota kerajaan dan para bangsawan.
"Kau juga bisa mengambil buku dari rak buku sebelah situ," Pangeran menujuk rak buku di depanya.
"Sebenarnya ada satu buku rakyat yang telah saya baca," kataku.
"Judulnya?"
"Freedom Heart," ujarku.
"Kisah seorang bangsawan yang mencintai seorang budak, dan membawanya kabur dari istana untuk memulai hidup baru. Itu bagus," sahut Pangeran, tersenyum oleh topik yang ternyata sama-sama kami ketahui.
"Anda salah Pangeran. Anda tidak membaca catatan kaki dari penulisnya. Kisah sesunggunnya adalah si budak di hukum gantung karena lancang mencintai seorang bangsawan," protesku.
Claudia, tidak bisakah kau berkata 'ya' dan jangan mengatakan 'kau salah' pada Pangeran Stephen. Dasar mulut comber. Aku menggigiti bibirku dengan kesal oleh kesalahanku saat berbicara.
"Itu karena si bagsawan terlalu bodoh untuk tidak mencari cara menyelamatkan kekasihnya. Kau pikir aku tidak memikirkanya dengan sungguh-sungguh. Dia hanya perlu meminta pada sebuah keluarga terhormat untuk membeli dan mengadopsi si budak. Setelah mendapat nama dan setatus baru, barulah ia bisa menikahinya,"
Syukurlah dia tidak menyadari kesalahanku tadi.
"Ha-ha... itu hanya sebuah kisah fiksi Yang Mulia, Anda tidak perlu menanggapinya terlalu serius." Seperti anda hendak menikahi budak saja?
Pangeran diam. Aku tidak bisa memperkirakan apa yang tengah ia pikirkan. Namun saat ini dia tengah memandangku dengan tatapan yang membuatku tidak nyaman. Seolah aku telah membuat kesalahan.
"Sering-seringlah tersenyum di depanku," katanya ringan, dan membuatku lega.
Aku tersenyum lagi, menuruti permintaanya.
"Perintah Anda adalah mutlak bagi saya," kataku menggunakan cara Gerald, rupanya mampu membuat kami tertawa bersama. Namun, entah kenapa membuatku sedikit merasa bersalah pada Putri tidur di depanku.
Bersambung ....
Vote please ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top