1. Aku Mirip Ibu
"Ibu, biskah kau pelan sedikit. Aww.... lintah sialan!" Aku menarik seekor lintah hitam yang menempel di kaki dengan paksa. Membuat darah segar mengalir dari luka bekas gigitan.
"Berhenti mengumpat Claudia, atau akan ada kodok keluar dari mulutmu," kata wanita yang memimpin perjalanan ini.
"Itu sudah tidak mempan ibu, aku sudah terlalu tua 14 tahun untuk tidak mengerti kalau itu hanya bualan," kataku sambil menekan luka yang terus berdarah.Sedikit menyesali perjalanan kali ini. Oleh hujan yang tiba-tiba turun di tengah peralalan pulang, dan membuat kami kesusahan melewati hutan gelap yang kini semakin remang oleh datangnya malam.
Aku mengambil tali yang mengikat kuat rambut pirangku, dan membiarkanya tergerai panjang sampai punggung. Menggunakan tali dari kain itu untuk menutup luka di kaki jenjang dan kuat yang kumilki. Ibu telah mendahilui jauh di depan. Aku menatapnya dengan mata biru gelap yang aku warisi darinya. Ibu mirip denganku, itu hal yang selalu aku tahu. Hanya saja hidungku lebih mancung, dan ibu juga berkata bahwa bibirku telah berwarna merah alami sejak ia melahirkanku. Tapi orang-orang berkata sebaliknya. Mereka berkata Wajahku lebih oval di banding ibu, pipiku lebih tirus dibandingnya, dan mataku lebih tegas dan lentik dari semua gadis di desa.
Singkatnya mereka mengatakan aku lebih cantik dari Ibu. Sayangnya aku tidak pernah berpendapat sama, bahkan saat aku mengawasi ibu yang kini berada jauh di depanku, aku menganggap diri kami adalah saudara kembar yang berbeda umur.
"Tuan Frank tidak terlalu tua untuk menyadari rotinya sering di curi oleh seorang kurcaci, karena dirinya yang suka menebang pohon di hutan sembarangan," kata ibu, menyadarkanku dari lamunan.
"Itu karena para kurcaci memang mahluk pencuri. Bukan salah Tuan Frank untuk menebang kayu di hutan. Hutan milik bersama, bukan hanya milik kurcaci tengil seperti mereka," jawabku.
Hasratku untuk membenci para kurcaci tidak pernah musnah. Mereka adalah makhluk kerdil paling angkuh yang pernah aku temui di dunia.
Semua kebencianku tercipta oleh sebuah peristiwa setahun yang lalu. Di tengah petualangan kami, ketika hujan lebat dan badai tiba-tiba terjadi. Memaksa Aku dan Ibu untuk segera mencari tempat perlindungan. Kami menemukan sebuah gubuk kecil milik seorang kurcaci, dan memutuskan untuk mencoba meminta batuan mereka sampai hujan reda. Tapi yang kami terima malah sebuah penolakan dan makian, bahwa kami adalah penyihir jahat yang berusaha masuk rumah. Sungguh sangat menjengkelkan.
Para kurcaci membenci penyihir dan limu sihir. Kami paham itu. Tapi kami bukan penyihir jahat seperti di pikirkan mereka. Perbedaan keluarga kami dengan penyihir-penyihir lain adalah kami mengobati, bukan meracuni, ataupun mengutuk semua orang yang tidak kami sukai. Aku dan ibu mempelajarinya murni untuk menolong orang-orang yang menjadi korban ilmu sihir, kutukan, dan keracunan ramuan. Walau terkadang memang masih ada yang mencurigai kami sebagai penyebab ketika peristiwa yang berhubungan dengan sihir terjadi. Tapi aku tetap mencitai provesiku, bagaimana pun mereka memandangnya.
Namaku Claudia, dan ibuku, Evelyn. Melahirkanku saat berusia 15 tahun dan merupakan orang tua tunggal. Ayahku entah siapa, yang pasti dia seorang nelayan yang berlayar tanpa pernah kembali. Kami adalah penyihir yang suka berpetualang, tapi masih memiliki rumah untuk kembali. Sebuah rumah kecil di desa yang masih masuk dalam wilayah kerajaan Velian.
Velian adalah kerajaan terbesar ke dua di daratan eropa. Memiliki 20 kota, dan 55 desa tersebar di sekitar kawasan istana kerajaan Velian. Raja kami bernama Edward Canute dengan permaisurinya Matilda. Dari pernikahannya itu ia memilki seorang putra mahkota bernama Stephen Canute Blois. Semua pengetahuan itu wajib di diketahui oleh setiap rakyat Velian, kalau tidak ingin dihukum karena dianggap penyusup atau mata-mata.
Aku dan Ibu masih tersesat di hutan tanpa harapan. Mungkin itu kata yang paling tepat menggambarkan kodisi kami. Sesalku akan adanya pagi yang cerah beberapa waktu yang lalu, atau semangat menggebu berpetualang di hutan hari ini, yang mendadak sirna diterpa hujan yang tak kunjung berhenti.
Hari ini adalah musim Bunga Amaryllis mekar di pedalaman hutan, waktu paling tepat untuk menyusuri jalan gunung yang gelap dan angker, demi mendapat beberapa kuntum yang bisa kami bawa pulang.
"Henrry, aku akan ke hutan bersama anakku. Titip rumah selama aku pergi," ibuku berkata pada adiknya yang juga pamanku. Kami tinggal bersebelahan, dan itu sangat membantu kami saat harus berpergian jauh dan dalam waktu yang lama. Karena paman dan bibi akan menjaga rumah kami seperti rumahnya sendiri.
"Baik, hati-hati di jalan. Dan kalau kau menemukan jamur yang waktu itu, bawakan untukku," katanya menghentikan aktivitasnya yang tadi tengah memotong kayu.
Kami pergi pada pagi buta dan sampai di tujuan pada tengah hari. Melewati jalan-jalan sempit bekas pendakian yang terkadang harus membuat jalan baru untuk dapat kami lewati. Hutan belantara bukan tempat yang sepenuhnya menyenagkan, kecuali banyak buah-buahan ranum, hewan-hewan aneh, bunga-bunga cantik, dan sungai jernih yang menyegarkan. Tapi juga penuh hewan buas, semak berduri, jalan berliku, terjal, dan berbahaya. Tapi agaknya kami telah terbiasa. Terbukti dengan cepatnya kami sampai pada tempat yang kami tuju sebelum tepat tengah hari.
Bunga Amaryllis, bunga orange cantik dengan daun yang menyerupai rumbai-rumbai besar yang bergerumbul. Banyak orang yang mengangap bunga itu digunakan untuk membuat racun. Karena saat terkena getahnya, tangan akan tersasa gatal seperti telah memegang seekor ulat bulu. Tapi itu merupakan obat ajaib bagi kami. Kalau diolah dengan menggunakan mantra dan ramuan yang benar, dapat berubah menjadi obat cacar paling ampuh di dunia. Maka saat ini dengan menggunakan kain pelindung tangan, kami mengambil bunga itu seperlunya dan menyisakan beberapa untuk mereka dapat berkembang lagi.
*Bunga Amaryllis / Bunga Desember.
Hujan baru berhenti saat waktu telah menunjukan sore menjelang malam. Rasa khawatir tentang kondisi kami yang masih berada di hutan dalam, membuat kami ragu untuk menyimpan harapan dapat pulang malam ini.
Kami melanjutkan perjalanan dengan kehati-hatian dan kewaspadaan yang lebih tinggi pada hewan-hewan liar ataupun mahluk-mahluk sakral yang akan segera keluar di malam hari. Melewati beberapa pohon-pohon yang telah kami tandai sebagai jalan kembali. Hingga sebuah mukjizat terjadi saat kami menemukansebuah gua tak jauh dari tempat kami berdiri.
Memasuki sebuah gua dengan bau lembab, dan kotoran kelelawar yang berceceran di dalamnya. Merupakan sebuah harta karun bagi kami. Karena kotoran kelelawar adalah salah stau bahan pembuat obat mujarap dalam dunia pengobatan. Kami mengambil seperlunya dan memasukanya dalam tas.
Aku melihat jalan terusan dalam gua, dan mulai memikirkan suatu yang lain.
"Ibu, apa kau tidak penasaran lubang ini sampai di mana?" Kataku penuh minat.
"Kau selalu punya pemikiran yang sama denganku. Ayo!"
Kemudian kami masuk lebih dalam menggunakan obor yang telah kami siapkan dari rumah sebagai penerangan. Berharap menemukan bongkahan emas di dalam sana. Melewati beberapa batuan-batuan indah berwarna-warni, sungai kecil yang sangat jernih tapi tak berpenghuni, juga lorong-lorong bercabang yang dilewati dengan mengandalkan intuisi. Tetapi semakin dalam kami masuk, suasana gua menjadi semakin gelap dan mencekam. Hingga terdengar sayup-sayup suara manusia dari tengah gua yang mengejutkan kami berdua.
"Yang Mulia! Yang Mulia! Hamba di sini. Tolong selamatkan saya,"
Kami tahu kami bukanlah orang normal. Karena manusia normal akan lari saat mendengar sayup-sayup seseorang dari tengah gua yang tidak berpenghuni. Tapi kami malah berlari mendekati asal suara untuk mencari kebenaranya, dan menemukan sebuah Cermin persegi berbingkai emas seukuran manusia dewasa tersandar ringan di dinding gua.
"Akhirnya Yang Mulia menemukan hamba." kata Cermin itu dalam kelegaan.
Aku mengawasi Cermin itu dengan seksama, mencari-cari orang lain selain kami di tengah gua, kemudian kembali menatap bayanganku dan ibu didepan Cermin. Tidak ada orang lain di sana, dan suara tersebut benar-benar berasal dari dalam Cermin.
"Siapa Anda? Tuan Cermin?" Tanya ibuku terlalu biasa.
Aku masih terlalu takjub mengawasi Cermin dengan terpesona. Aku sudah sering melihat hal-hal aneh di dalam hutan seperti kurcaci tengil, peri-peri kecil yang bernyanyi, bahkan kodok yang mengaku sebagai pengeran. Tapi sebuah benda mati yang dapat berbicara, adalah yang pertama kali bagiku.
"Saya adalah Cermin ajaib, utusan dari Dunia Savior untuk memperingatkan manusia Bumi," katanya dengan nada penuh hormat.
Apa yang Cermin ini bicarakan? Utusan dari dunia—apa?
"Savior? Apa itu nama kerajaan di sebrang?" tanya ibu yang bingung sepertiku.
"Bukan, itu adalah sebuah dunia yang dipimpin oleh Dark Lord Leona. Sebuah negeri sihir yang dipimpin oleh ratu tercantik sejagat raya."
"Em... maaf tuan, tapi saya tidak mengerti sama sekali tentang—apa pun yang anda ceritakan tadi?" Masih tidak dapat mencerna sepenuhnya.
"Ratu Leona, adalah pemimmpin Dunia Savior. Dan merupakan Wanita paling cantik di muka bumi Savior." Penjelasan sederhana si Cermin.
"Tercantik?" Aku merasa Ibu cukup tertarik pada cerita si Cermin. Terbukti dengan seberapa detail ia bertanya mengenai negeri yang entah mitos atau nyata itu.
"Iya, Savior adalah sebuah dunia yang meninggikan kecantikan. Semakin cantik seseorang, semakin tinggi kasta yang dimiliki." penjelasan Cermin dengan nada penuh kehati-hatian.
"Itu terdegar sangat tidak adil," kataku mulai dapat berbicara.
"Anda sangat rendah hati Yang Mulia," katanya. Padaku?
"Hm?" Tanyaku bingung. Tidak mengrti kenapa dia memanggilku dengan panggilan tertinggi untuk keluarga kerajaan.
"Tapi sayangnya musibah besar terjadi pada dunia kami, ledakan besar (supernova) terjadi pada bintang pusat tata surya. Menyebabkan kegelapan abadi menyelimuti planet dan membunuh satu persatu manusia di dalamnya. Dunia kami tengah sekarat, dan Lord Leona bermaksud mencari dunia baru yang dapat ia tempati dan kuasai," Cermin berhenti sejenak. Mencoba mengeahui reaksi kami.
"Jadi kenapa kau menceritakan semua itu pada kami. Kami hanya rakyat jelata," tandas Ibu mengerti arti diam si Cermin.
"Karena Lord Leona menginginkan bumi kalian," Cermin berkata dalam kesediahan.
Aku saling pandang dengan ibu. Mencari tahu pendapatnya mengenai hal ini, tapi hanya dibalas dengan mengangkat bahu.
"Sebuah ramalan terlihat oleh Lord Leona sebelum matahari kami hancur. Berisi mengenai keberadaan ratu tercantik dari kerajaan Velian yang akan menghadapi Lord Leona untuk menyalamatkan bumi ini. Dan ratu tersebut ada di depan saya, Ratu Claudia," Cermin mengakiri penjelasan panjang yang mengejutkan.
"Aku? Seorang ratu?" kataku sambil berusaha sekuat tenaga untuk tidak tertawa.
"Iya Yang Mulia, anda adalah bakal calon ratu Velian di masa depan. Karena anda adalah wanita tercantik di muka bumi," jawab Cermin itu.
Ibuku langsung menggandeng tanganku untuk menjauh dari Cermin, hingga tercipta jarak aman untuk kami berdua dapat berbicara.
"Aku tidak tahu apa saja yang mampu dilakukan Cermin itu selain bercerita hal-hal aneh. Entah ia berbohong atau tidak, kita tetap tidak boleh langsung percaya pada benda ajaib itu. Bisa saja dia tengah memperdaya kita untuk mengambil alih hati dan jiwa. Ingat dasar-dasar ilmu hitam yang telah ibu jelaskan padamu," nasehat ibu padaku. Aku tahu apa yang ia pikirkan, dan itu juga ada di pikiranku.
"Iya ibu. Tetapi akan sangat sia-sia bila kita meningglkannya di sini. Kenapa kita tidak membawanya pulang untuk menjualnya," tawarku. Menujukan tatapan seorang pedagang muda yang haus keuntungan.
"Ide bagus. Ayo kita angkat."
Kami memangangkat Cermin itu bersama. Sangat ringan dari yang kami perkiraan. Padahal bingkai Cermin itu terbuat dari sesuatu yang terlihat seperti besi kokoh yang padat berisi. Tapi menimbang dari beratnya, materi yang digunakan bukanlah dari sejenis tembaga, besi, atau pun emas. Melankan materi ringan yang mungkin belum pernah kami jumpai, dan mungkin tidak ada di bumi.
"Aku masih penasaran dengan apa yang Cermin katakan tentang Negara Savior," kataku di tengah perjalanan pulang. Menerobos hutan membawa benda tipis tertutup kain yang merupakan Cermin ajaib.
"Planet Savior," ibu mengoreksi. "Aku kira kau penasaran karena dia mengatakan kau akan menjadi ratu."
"Dia hanya suka membual seperti ibu," kataku ketus.
"Tapi ibu juga tidak keberatan jika anak ibu menjadi ratu," katanya dalam ekspresi menahan tertawa.
Aku merasa topik menjengkelkan ini akan berlangsung lama, sampai ibu lupa, dan tidak mengungkit lagi kejadian itu. Aku hanya orang biasa yang ingin hidup sederhana. Mimpi menjadi seorang putri yang menikahi pangeran tampan hanya berlangsung sampai usiaku tujuh tahun. Terlepas itu, jangankan menjadi putri, aku bahkan tidak punya keinginan untuk masuk dalam istana. Aku terlalu cinta dengan petualangan, dan tidak tertarik untuk terikat dengan aturan istana yang terlihat megah dari luar, tapi mengurung semua orang yang ada di dalamnya
Bersambung ....
Pertama kali membuat susut pandang orang pertama pelaku utama / Aku. Bagaimana? Kalau ada yang kurang silahkan ketik di koment.
Kalau berkenan, silahkan vote ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top