Prussia, 1899 pt. 9

Setelah mereka semua mulai kehabisan hidangan penutup dan ibunya Frederica beserta para paman tidak bisa berlama-lama, acara itupun harus berakhir dengan Ratu Irina yang harus ikut dengan para orang tua. Elise pun mengajak Frederica, Nicholas dan George untuk menyusul beberapa sepupunya demi mengambil gambar disekitar kediaman nan megah tersebut. Mereka berencana untuk mengambil gambar yang lucu dengan pose yang aneh. Yang tersisa di meja tersebut hanyalah Albert dan Alfred yang bercerita satu sama lain. Meskipun Albert dikenal dengan sifat agak nyelenehnya, namun Albert merupakan teman curhat yang baik. Setidaknya ia berusaha untuk menghibur para sepupunya melalui surat-surat.

Seorang pelayan mendatangi mereka berdua sembari menyodorkan asbak, namun Albert meminta agar asbak tersebut diletakan di atas meja dan pergi meninggalkan mereka. Alfred pun membakar sebatang rokok yang ia ambil dari tempat rokok andalannya dengan korek api kayu yang berasal dari Swedia.

"Elise sangat pengertian dengan kondisi keluarga saat ini dan akan terasa kejam jika aku tidak mengajaknya untuk mengunjungi Onkel Gilbert. Aku juga berterimakasih kamu sudah menghibur Elise lewat surat-suratmu karena Elise belum memiliki teman di Swedia. Hanya Patricia yang mau berbicara dengannya dan berjalan-jalan keliling kota. Ya, tetapi aku yakin dia akan punya teman."


"Sama-sama, Affie. Sejak dulu Elise sering bermain denganku dan sering mengirimkan surat yang berisi lelucon, tetapi sekarang dia sering mengirimkan pesan moral tentang pernikahan padaku."

Sejak tadi Albert setia mendengarkan curhatan sepupunya, Prince Alfred of Sweden, Duke of Scania. Alfred atau Affie sendiri menceritakan tentang kondisi kesehatan ayahnya dan ibunya yang sangat memonitori perkembangan kondisi Sang Ayah. Adiknya, Putri Margareta, yang baru saja meninggal sebulan setelah acara pernikahannya akibat influenza selama seminggu. Jangan lupa kakaknya, Putra Makhota Gustav, yang memutuskan untuk menikah pada musim dingin. Alfred juga menceritakan tentang adik bungsunya, Putri Patricia, yang masih sulit untuk menentukan calon suaminya. Bisa dikatakan tahun ini merupakan tahun tersuram bagi keluarga Kerajaan Swedia.

"Haha tentu saja itulah Elise. Dia juga bercerita tentang kamu yang kesulitan mencari calon istri sampai Mamma dan Tante Charlotte ingin menjodohkanmu dengan adikku, Patricia."

Sebenarnya, menurut Albert sendiri ia memiliki ketertarikan terhadap adik bungsunya Alfred. Patricia yang terlahir dengan sempuna ; cantik, cerdas, penyuka anak-anak dan ceria itu memangnya siapa yang tidak mau? Bahkan Ratu Irina sendiri sangat menyukai Patricia dan ingin menjadikan gadis itu sebagai menantunya, namun Sang Ratu menyadari bahwa putranya tidak ada yang pantas untuk bersanding dengan Patricia.

Untuk kasus Albert, ia akan merasa sangat tersiksa jika harus melihat Patricia bersanding dengannya. Ia pun teringat dengan pembicaran empat mata dengan ayahnya setelah ibunya membagi parure kesayangannya. Kata-kata ayahnya yang mengingatkannya bahwa ia tidak bisa bertindak gegabah dalam memilih calon istrinya. 

"Kamu harus melihat siapa yang akan kamu nikahi. Tidak hanya menjadi istrimu saja, tetapi dia akan menjadi Queen of Prussia and Kaiserin of Germany. Tidak bisa sembarang orang yang bisa menjadi penerus Ibumu. Ya, pandangan masyarakat tentangmu sudah diragukan, maka kamu butuh seseorang yang bisa membantumu untuk mengembalikan citramu. Ayah dan Ibu sudah berusaha, namun mereka lebih mencintai Frederica."

"Aku tahu, Ayah. Itu sudah menjadi rahasia umum."

"Akan Ayah beritahu apa yang harus kamu lakukan. Bersikap baiklah terhadap Patricia. Kalian tidak harus menikah secepatnya, namun Ayah harap kamu tidak mengecewakan Ayah."

Ayahnya memang sangat ingin dirinya melakukan perintah ayahnya demi kebaikannya. Dia selalu diingatkan tentang hal tersebut sejak pertama kali hidup di dunia dan ia sangat mengidamkan kehidupan saudara kembarnya yang sudah terjamin karena ayah mudah mengabulkan apa yang gadis itu inginkan jika sesuai dengan keinginan ayahnya. Menikahkan Frederica dengan Pewaris tahta kerajaan Inggris bukanlah cita-cita ayahnya karena ayahnya lebih menginginkan Frederica untuk tinggal di Berlin, namun gadis itu berhasil membujuk ayah dengan mudah.

Sedangkan dirinya? Terpikir untuk bernegosiasi dengan Sang Ayah rasanya tidak mungkin. Albert butuh waktu untuk mencintai wanita lain. Ya, dia akan mencobanya dahulu.

Albert hanya menarik nafas dan tersenyum tipis. "Aku tidak kesulitan. Justru aku hampir mendapatkannya, tetapi Ayah dan Ibu tidak mengizinkanku. Frederica tentu saja juga tidak rela."


"Memangnya siapa gadis yang kamu maksud?" tanya Alfred sembari menaruh abu rokok dari batangnya ke asbak berukuran kecil yang berada di hadapannya.

"Dayangnya Frederica," jawab Albert sambil tertawa kecil tanpa merasa bersalah.

"Ya Tuhan jangan gila."

"Kata-katamu persis seperti Elise saat mendengar ceritaku."

Saat mendengar reaksinya Alfred, memang Albert teringat dengan responnya Elisabeth mengenai pengakuannya ini.

"Albert, Patricia sangatlah sempurna untukmu. Apa kamu masih ingin menyia-yiakan wanita seperti dia? Atau kamu ingin aku carikan putri adipati Jerman? Kamu tahu, 'kan, kalau aku hebat dalam mencari jodoh untuk orang-orang?"

"Akan aku pikirkan lagi. Terima kasih untuk niat baikmu, Elise."

"Aku hanya berpesan agar kamu benar-benar mencari pasangan yang sangat pengertian, tetapi kamu juga harus memperhatikan perasaannya."
 Alfred memberi saran sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Terimakasih sarannya, Affie."


"Anytime."

Pria tersebut hanya menaruh batang rokok yang sudah terbakar separuh pada asbak dan mengambil sebatang lagi, namun ia menyadari kehadiran sosok Nicholas yang datang sendiri dengan nafas yang tidak beraturan.

"Kamu ke sini lari?" tanya Albert saat melihat Nicholas baru saja kembali dari acara foto-fotonya bersama para sepupunya yang lain.

"Tentu saja! Aku berlari sebelum Christian menangkapku dan menggendongku begitu saja seperti George." Nicholas menjawab pertanyaan Albert sembari menarik kursi dan duduk bersama mereka. Tangannya meraih botol air yang berada di depan mereka lalu menuangkannya ke gelas kaca. Christian yang dimaksud oleh Nicholas adalah Crown Prince Christian of the Hellenes yang dicurigai sebagai keturunan sparta, padahal tidak.

"Bagaimana para sepupu? Aku belum bertemu Christian sejak tadi," tanya Albert.

"Entahlah. Mereka semua sudah gila dan yang paling gila adalah Christian." Nicholas menanggapi Albert dengan perasaan pasrah. Iris matanya memandang wajah Albert yang tampak pasrah, lemas dan menyedihkan. "Kenapa wajahmu selusuh lap meja, Albert?"

Pria muda yang dimaksud hanya memutar irisnya. Wajahnya masih benar-benar lusuh karena Ayah benar-benar memarahinya karena bertindak ceroboh. Lebih tepatnya, selalu bertindak ceroboh. Meskipun masih ada sepupunya yang lebih worst lagi dibanding dirinya. "Aku ketahuan tidur sama sosialita di vila keluarga. Frederick dan Ayah sudah mengetahuinya."

Nicholas dan Alfred mencerna kata-katanya Albert. Alfred pun sekilas berpikir bahwa sepupunya yang masih muda dan menggemaskan ini merupakan penerus dari Christian yang diam-diam terkenal dengan ketidakjelasannya dalam berhubungan dengan wanita. Namun, Christian menurut saja saat dijodohkan dengan salah satu putri dari Denmark.

"Ya Tuhan, Albert. Padahal kamu baru saja menceritakan soal dayangnya Frederica."
 Tangan Alfred pun langsung merangkul Albert dan menepuk pundaknya. "Tenang, kamu belum jelas akan menikah atau tidak." 


"Aku saja bingung akan menikah dengan siapa. Sebelumnya pernah terpikir untuk menikah dengan dayangnya Frederick, namun Ayahku sudah jelas melarangnya. Aku frustasi dan berakhir bersenang-senang dengan sosialita itu." Albert menceritakan situasi yang dia alami kepada para sepupunya. "Aku akan merenungkan lagi soal itu."

"Tolong sebelum kamu memutuskan untuk menikah atau tidak, pikirkan apakah kamu sudah melepas para mistress-mu atau belum. Untuk metodenya, bisa tanyakan pada Christian. Mungkin dia bisa membantumu," jelas Nicholas sembari mengedipkan sebelah matanya dan meminum airnya.

"Bagaimana denganmu Nicky?" tanya Alfred sembari melirik pada Nicholas.

Pria yang dimaksud hanya pura-pura berpikir sambil meneguk airnya. "Tunggu dan lihat saja, ok?"

Seorang gadis memeluk leher Alfred dan memainkan pipinya. "Alfred, kamu merokok."

"Astaga Patricia kamu mengagetkanku," ucap Alfred karena dikejutkan dengan kehadiran adiknya, Patricia, dan sepupunya Albert, Helena, secara mendadak.  Pria tersebut memandang Putri Helena dari Prussia sembari tersenyum hangat. "Hai Helena. Kalian habis dari mana? Tampaknya kalian habis bersenang-senang."

"Hai Alfred. Kita habis jalan-jalan bersama Felix sambil mengobrol di taman," jawab Helena. Alfred dan Albert malah memandangi Helena. Mereka setuju bahwa Helena cantik, tetapi biasa saja. Berbeda dengan Frederica yang kecantikannya melebihi ibunya dan juga cerdas.

"Kamu selalu cantik, Helena," puji Albert sambil memainkan jemari sepupunya sembari melirik ke arah Patricia yang mengenakan gaun ungu yang terlihat familiar, "Patricia, aku rasa gaun ungu itu cocok denganmu."

Patricia memandang gaun yang ia kenakan sambil tersenyum senang. "Terimakasih, Albert, tetapi ini bukan punyaku. Ini punya Mamma."

"Pantas aku bisa mengenali gaun itu. Rupanya punya Mamma," ucap Alfred pelan sambil melirik pada Albert yang terlihat memangku Helena sambil memeluk pinggangnya.

"Nicky, Felix menunggumu di dekat danau."

"Baiklah," respon Nicholas pada Patricia sembari berusaha bangkit dari kursinya, "Felix kenapa lagi, sih."

TBC

a/n : jadi Felix, Nicky, Alfred dan Christian itu sepantaran. Albert sendiri masih piyik (tapi udah 19 kok), tapi jiwa-jiwa tua yang terlihat dari segi ucapan maupun hidupnya semeriwet fuckboi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top