Prussia, 1899 pt. 11

Berlin, Prussia
28 Agustus 1899

Felix memutuskan untuk pulang ke St. Petersburg beberapa hari silam untuk membantu mengurus pernikahan adiknya. Namun, di Berlin sendiri muncul masalah baru : Nicholas serta kedua adiknya, Patrick dan George, menyadari kedatangan ayah mereka ke Berlin secara tiba-tiba. Kedatangan Prince Consort Edward dirasa terlalu mendadak dan tidak ada pemberitahuan sebelumnya melalui surat atau telegram, namun Sang Ayah menegaskan bahwa kedatangannya adalah usaha negosiasi demi memastikan Nicky-nya bisa menikah dengan Frederica.

"Apa kamu merasa Ayah datang terlalu mendadak?" Patrick berinisiatif untuk membuka pembicaraan terhadap kedua saudaranya, Nicholas dan George, yang terlihat sedang berdiri di hadapan pintu kayu berukuran besar. Mereka sengaja menunggu ayahnya selesai mengobrol dengan Kaiser dan Kaiserin. "Aku kira Ayah sedang mengunjungi Belgia untuk melihat putranya Eugenie."

"Ya, Patrick. Aku kira juga Ayah pergi ke Belgia. Dia tidak mengabari sama sekali tentang rencananya untuk pergi ke Berlin," jawab George sambil meratapi kehadiran ayahnya yang datang ke kediaman Kaiser secara mendadak, "ini gila. Sangat gila. Bagaimana denganmu Nicky?"

Nicholas yang ditatapi kedua adiknya hanya menghela nafasnya sembari mengingat adik bungsu mereka, Putri Eugenie Adelaide atau sekarang Putri Makhota Eugenie Adelaide dari Belgia, yang baru saja melahirkan di Brussels pada awal Agustus. "Ya, sebentar lagi Crown Princess of Belgium akan kesal pada Ayah karena Ayah tidak datang ke acara pembaptisan putranya waktu itu. Putra yang sudah ia ditunggu-tunggu...bagaimana perasaan Eugenie tidak hancur saat ia tahu kamu yang datang untuk mewakili Ayah sembari menyampaikan surat dari Inggris, Patrick."

"Eugenie masih marah pada Ayah. Catat itu," tanggap Patrick dengan mengangkat telunjuknya, "bahkan Eugenie sampai mengatakan bahwa ia tidak mau menghadiri pernikahan kita. Tidak, maksudku pernikahan Nicky, pernikahan Georgie atau pernikahanku."

"Sangat menyeramkan."

"Mungkin Eugenie hanya kesal dan jengkel setelah melahirkan. Kalian tahu, kan, maksudku? Jika ia sampai tahu sekarang Ayah datang ke Berlin karena Nicky lalu ia tidak menyurati Ibu, berarti Eugenie benar-benar marah," celoteh Patrick, Si Anak Tengah yang merintis karir di Royal Navy, yang saat ini tidak tahu ia berada di kubu yang mana saat ia bertemu adik bungsu dan ayahnya dalam waktu yang bersamaan. Ia hanya tersenyum dengan senyuman tipis khasnya yang menggemaskan, "bisa saja Ayah tidak ingin ketinggalan kesenangan, kehabisan bienenstich-nya...kalian tahu, 'kan, Ayah sudah lama tidak ke Berlin sampai para Onkel mencarinya."

"Astaga Patrick," sahut George yang memutar irisnya sejenak dan beralih untuk memandang Nicholas, "lebih baik kamu segera berbicara dengan Ayah, Nicky."

"Ya Tuhan...baiklah."

Sosok wanita sedang membuka pintu kayunya dan terlihat sosok Aunty mereka yaitu Kaiserin Charlotte yang terlihat mengembangkan pipinya untuk tersenyum sembari menyapa mereka. "Hallo George, Patrick...dan Nicky! Hampir saja Aunty ingin keluar untuk mencarimu. Ayo masuk. Kita sudah menunggumu."

"Hallo Aunty Charlotte!" Geogre dan Patrick kompak saat menyapa Aunty Charlotte.

Nicholas pun menganggukan kepalanya dan mengikuti Sang Bibi untuk masuk ke ruangan tersebut. George hanya menggerakan telunjuknya seperti gerakan memotong leher : kamu akan mati, Nicky.

Sang Kakak hanya mengangkat salah satu alisnya saat memandangi yang dilakukan oleh George : jangan mengatakan apapun, The-Dumbest-British-Georgie.

Kedua kakak beradik tersebut hanya saling berpandangan, namun mereka kehilangan fokus saat melihat sosok wanita dengan gaun hijau muda berjalan sendirian dan menghampiri George dan Patrick. "Hai British Georgie dan Patrick, apakah kalian melihat Nicky? Alfred dan Christian ingin mengajaknya untuk makan siang di kota."

"Hai Elise, baru saja ia masuk setelah menemui Aunty Charlotte," jawab George sambil memandang sepupunya yang mengenakan gaun berwarna hijau muda.

"Ah, kalau begitu kalian ingin ikut makan dan jalan-jalan atau...hanya menguping di sini?"

"Kurasa mendengarkan Ayahku bernegosiasi dengan Onkel Gilbert demi calon istrinya Nicky akan terasa sangat menarik untukku. Bagaimana denganmu, Patrick? Apa kamu akan disini atau ada janji dengan Greek Louise?"

Pria yang dipanggil pun hanya ikut menyandarkan tubuhnya pada sofa yang terletak pada pintu tersebut. Patrick benar-benar pasrah karena dia tidak ada hal yang harus dilakukan pada hari ini dan ia harus menempel bersama kakak laki-lakinya. "Aku akan di sini dan menguping bersamamu."

Elise pun ikut duduk bersama kakak beradik dari Kerajaan Inggris Raya yang terlihat pasrah dengan penampilan pucat dan raga yang lemas. "Baiklah, ini menarik. Aku ikutan."

Dari dalam salah satu ruangan yang cukup besar yang sekeliling tembok dihiasi oleh lukisan cantik dari para relatif Kerajaan Prussia yang jauh lebih sepuh dibandingkan Frederica. Kedua iris cokelat hazel milik putri satu-satunya Sang Kaiser hanya memandangi Nicky yang duduk di sofa yang berhadapan dengannya bersama ayahnya, Prince Consort Edward. Sementara Frederica duduk disamping ibunya yang mengusap bahunya dan ayahnya malah duduk pada salah satu wing chair berwarna cokelat muda. Dengan potongan bienenstich yang disajikan serta teh kamomil—sesuai keinginan Frederica, karena dirinya merasa kondisinya sedang tidak baik.

"Eddy, bagaimana dengan istrimu?" tanya Kaiserin Charlotte sembari tetap mengusap bahu putrinya, "apa Marie sudah menyetujui rencana pernikahan Nicky dengan putriku?"

"Marie sangat menyetujui rencana pernikahan ini. Bagaimana dengan kalian?"

"Kamu masih ingat jawabanku di Swedia? Aku setuju, namun kuserahkan kepada Frederica."

"Frederica sendiri setuju dan istrimu juga dia setuju." Kaiser Gilbert juga ikut menanggapi sembari membenarkan posisi duduk di kursi bersayap kesayangannya. Pikirannya malah mengingat pertemuannya dengan Ratu Marie di Inggris beberapa bulan sebelumnya. "Eddy, aku sampai mengatakan pada Marie bahwa tidak tahu lagi mesti menikahkan Frederica dengan siapa. Saat aku tahu Frederick sedang dekat dengan Nicky, aku memiliki perasaan positif tentang hubungan mereka."

"Aku berpikiran hal yang sama. Aku dan Marie sangat menantikan pernikahan Nicky dengan Frederica. Nicky jauh lebih senang saat ia dikaitkan dengan putrimu." Prince Consort Edward menambahkan dengan raut wajah antusiasnya. Kemudian ia mengalikan pandangan pada Frederica yang terlihat berekspresi dengan wajah datarnya. "Frederica, apa kamu setuju untuk menikah dengan Nicky?"

Gadis yang dipanggil oleh Sang Paman hanya mengubah ekspresinya dengan menaikkan sebelah alis matanya. Ia juga mengangguk kepalanya secara perlahan. "Ya, aku setuju untuk menikah dengan Nicholas."

"Setelah Frederick menyelesaikan pendidikannya," imbuh Sang Ibu yang membuat semua orang beralih untuk memandangnya, "aku yakin Frederick bisa bekontribusi lebih sepeti apa yang ia inginkan. Frederick selalu ingin membantu orang lain dengan usahanya. Di saat sepupu Prussia-nya ingin membantu sebagai perawat, Frederick selalu ingin menjadi dokter untuk membantu orang lain. Ia sangat gigih dengan keinginannya."

Kaiser Gilbert dan Prince Consort Edward hanya memandang Kaiserin Charlotte dengan perasaan canggung sekaligus bersalah. Sang Ayah hanya memberikan sinyal dengan tangan dan raut wajahnya : jangan tanggapi soal apa yang hanya kita berdua ketahui.

Tampaknya memang diantara Kaiser dengan Prince Consort sudah mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh orang banyak.

"Haha tentu saja, Charlotte. Nicky pasti dengan senang hati akan menunggu." Prince Consort Edward membalas dengan tertawa canggung lalu menyenggol Nicholas dengan sikutnya.

Nicholas sendiri hanya berpikir sejenak. "Aku setuju."

"Astaga...ada apa dengan kalian berdua?" Kaiser hanya mengeluh sembari mendenyitkan dahinya. Ia pun teringat dengan apa yang harus ia bicarakan dua mata dengan saudara iparnya itu. "Eddy, bisa aku bicara denganmu di perpustakaan? Kurasa aku perlu membicarakan hal ini."

Prince Consort Edward hanya menganggukan kepalanya lalu berdiri meninggalkan putra sulungnya, namun Kaiserin Charlotte malah menoleh ke arah Kaiser yang sudah beranjak dari kursinya. "Aku ikut."

"Jangan. Maksudku...akan aku katakan nanti. Aku harus membicarakan suatu hal dengan Ayahnya Frederica," pinta Prince Consort Edward.

"Benar. Ini pembicaraan antar Ayah."

"Baiklah." Sang Ibu merespon singkat lalu berinisiatif untuk beranjak dari sisi putrinya. Memutuskan untuk melangkah ke pintu lainnya yang dekat dengan perapian, bukan pintu pertama untuk mengundang Nicky masuk. "Tolong Nicky, apakah kamu bisa menemani Frederica di sini? Aku harus melakukan beberapa hal di ruanganku."

"Baik Aunty." Nicholas menjawab dan setelah melihat orang tua Frederica dan ayahnya pergi, ia berpindah untuk duduk di sisi gadisnya. Frederica sendiri hanya mengenggam tangan Nicholas sembari mengecupnya berkali-kali lalu memainkan jemarinya.

"Aku tidak bermaksud untuk menuduh, tetapi kedatangan Ayahmu secara mendadak menimbulkan kecurigaan."

"Ya, aku juga berpikir seperti itu. Bahkan adik-adikku merasa janggal terhadap Ayah dan kedatangan mendadaknya." Nicholas merespon sembari memandang iris hazel kecoklatan milik gadisnya dan tertawa ringan. "Jangan pikirkan Ayahku, ok?"

"Ja."

"Tapi kamu tahu, Frederick? Akhir-akhir ini keluargaku memang berada di gelembungnya masing-masing. Ayah dan Ibuku menyimpan rahasia sendiri, Eugenie kesal dengan Ayah, Mary tidak menyurati Ibu, Patrick selalu berpergian dan Georgie yang tidak jadi menikah."

"Kamu sedang banyak pikiran soal semua itu, 'kan? Kamu mencemaskan keluargamu dan kamu akan baik-baik saja, Nicky," respon Frederica sembari memeluk Nicky dan mengusap helaian rambutnya secara perlahan.

"Friederichen...apa kamu baik-baik saja?" tanya lady-in-waiting-nya Frederica, Maria, yang melihat Sang Putri memeluk Nicholas. Maria sendiri datang diikuti oleh George, Patrick dan Elise yang ingin melihat keadaan dalam ruangan. Maria sendiri datang untuk membawakan kudapan dan buku untuk Frederica.

"Kita baik-baik saja," jawab Frederica singkat.

George menyadari ia tidak melihat ayahnya maupun paman dan bibinya. Padahal baru saja ia berekspektasi bahwa Ayahnya masih berada di dalam ruangan besar dengan perapian tersebut. "Nicky, Kemana Ayah?"

"Ayah pergi dengan Onkel Gilbert. Tampaknya mereka sedang membicarakan hal yang tidak kita semua ketahui."

"Baiklah, ini buruk."

TBC

a/n : Genks tenang bentar lagi kelar cuma ada beberapa hal yang mesti diungkap dulu wkwk. Terimakasih yang sudah baca yaa <3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top