4

Pagi sekali rombongan pangeran Daniel segera berangkat. Ia ingin segera tiba di istananya. Pengawalan terhadap putri Lily menjadi lebih ketat. Daniel meminta beberapa prajurit berjaga mengelilingi kuda Lily. Ia juga memerintahkan untuk selalu mengawasi Lily.

Perjalanan terasa panjang melintasi padang dan hutan. Menjelang sore hari, dari kejauhan, Lily melihat bayangan bangunan besar dan tampak megah.

"Pangeran, apakah itu istana kerajaan Alma?"tanya Lily.

"Ya."sahut Daniel dengan tersenyum lebar. Merasa lega sudah tiba di rumahnya. Begitu rindu pada keluarganya.

Lily mengangguk lalu kembali menatap bangunan di depannya. Perlahan istana itu mulai terlihat jelas. Begitu besar dan megah. Terdapat empat buah menara. Matahari terbenam menyinari istana itu dengan cahaya oranye kekuningan. Membuat Lily terpesona akan keindahan istana itu.

Lily bisa mendengar gumaman semangat dari para prajurit. Ia yakin mereka semua gembira karena sudah tiba di rumahnya. Lily sendiri merasa rindu dengan ayah ibunya. Ketika sudah dekat, ia mendengar suara lonceng dari dalam istana. Dan pintu kayu besar serta kokoh perlahan membuka. Memberi mereka jalan masuk ke dalam istana.

Lily memperhatikan bagian dalam istana yang luas dan megah. Dengan taman indah di depannya. Istana itu tampak mirip dengan milik kerajaan Cloud. Lily melihat dua orang berdiri di pintu depan. Ia menebak mereka adalah raja dan ratu dari kerajaan Alma. Meski mereka sudah tua tapi sang raja masih tampak gagah tinggi dan tegap. Sementara sang ratu cantik dan anggun. Ke duanya memakai baju bernuansa merah. Di belakangnya berdiri dua orang pria muda. Yang berdiri di belakang raja, seorang pria dengan rambut gelap lurus dan panjangnya nyaris mencapai bahu. Kulitnya putih. Sebelahnya berdiri pria dengan usia lebih muda lagi. Tubuhnya kecil kurus dengan rambut rapi.

"Putriku, Lily, kau telah tiba!"sambut sang ratu mendekati Lily dan segera memeluknya. Mengecup pipi kiri dan kanannya. Lily merasa terkejut dengan sambutan hangat sang ratu.

"Selamat datang, Lily."sapa Raja Benjamin tersenyum padanya lalu menepuk bahu Daniel.

"Senang bertemu dengan kalian, Yang Mulia."sahut Lily seraya membungkuk hormat pada mereka.

"Ah Lily."ujar sang ratu memegang bahu Lily dan menyuruhnya berdiri. "Sebentar lagi kau akan menjadi bagian dari keluarga kami. Panggil kami ayah dan ibu."

"Apa...tapi...."

"Ya. Istriku benar. Panggil kami dengan sebutan itu saja, Lily."

Lily tersenyum dengan wajah merona. "Baiklah...Ayah...ibu...."

"Ayo aku akan memperkenalkan kau dengan ke dua adik Daniel."ujar Ratu Veronica. Menggandeng tangan Lily berjalan mendekati ke dua pria yang ada di belakang. "Ini Edmund."ujarnya menunjuk pada pria berambut sebahu. "Dan ini Joseph."sambungnya.

"Senang bertemu dengan kalian."ujar Lily pada ke dua pria itu. Ia menangkap sorot mata aneh dari sosok Edmund sebelum pria itu mendekat dan meraih tangannya. Membungkuk seraya mengecup punggung tangannya.

"Kudengar kalian menemui hambatan dalam perjalanan kemari."ujar sang raja.

"Ya, Ayah, tapi kami bisa mengatasinya. Meski aku tak berhasil mencari tahu siapa yang menyuruh mereka."ujar Daniel dengan nada berang.

"Kalian bisa melanjutkan pembicaraan di dalam. Yang terpenting kalian tiba dengan selamat."ujar Ratu Veronica tersenyum. "Ayo masuklah, kalian tentu lelah."

———

Lily membuka matanya. Merasa bingung di mana dirinya berada. Sedetik kemudian ia teringat bahwa kini dirinya berada di kerajaan Alma. Perjalanan selama dua hari membuatnya lelah dan segera tertidur tadi malam. Lily beranjak duduk melihat sekeliling kamarnya yang besar dan indah. Ratu Veronica telah menyiapkan kamar ini untuknya. Ia mengusap tempat tidurnya yang halus dan empuk.

Lily berdiri dan meraih jubahnya. Menutupi gaun tidur tipis halus yang membalut tubuhnya lalu melangkah mendekati jendela. Membuka tirai dan jendela. Membiarkan angin pagi yang dingin menyeruak masuk. Membelai wajah dan rambutnya. Lily merapatkan jubahnya untuk menghalau angin dingin itu. Ia menatap keluar jendela. Melihat padang rumput dengan beberapa rumah penduduk berada di bawahnya. Matahari mulai terbit, memancarkan sinar memberikan kehangatan.

Lily mendengar suara ayam berkokok dan hewan lainnya dari kejauhan. Ia juga bisa mendengar suara para penduduk yang mulai melakukan aktivitasnya. Suara anak tertawa dan berteriak. Suara orang dewasa yang mulai bekerja. Ia juga mendengar suara langkah para prajurit yang berjaga di bawahnya. Suara kehidupan yang begitu mirip dengan desa Tadre, hanya kini ia berada di tempat yang jauh dari desa Tadre.

Rumah baruku, bisiknya dalam hati. Lily tak tahu apakah ia akan betah di sini. Semua terasa asing baginya. Jauh di dalam hatinya ia tahu ia harus membiasakan diri. Karena ia tak mungkin pulang kembali ke kerajaan Cloud.

Terdengar ketukan pintu. Lily menarik napas dan membalikkan badan. Melangkah menuju pintu. "Norah."sapanya tersenyum

"Oh Lily, maafkan aku karena terlambat membangunkanmu!"ujar Norah melihat Lily sudah bangun.

"Jangan cemas, Norah. Aku yakin kau lelah. Aku pun begitu."sahut Lily tersenyum

"Bagaimana tidurmu?"tanya Norah sambil menyiapkan air mandi dan gaun untuk Lily.

"Sangat pulas. Bagaimana denganmu?"

"Oh sangat nyenyak hingga jika gajah lewat pun sepertinya aku tak terbangun. Bisa kau lihat pagi ini aku terlambat kemari."

Lily tertawa. "Jangan kaupikirkan, Norah. Aku mengerti."

"Aku tak bisa mengabaikan tugasku. Kini kita berada di tempat yang berbeda. Aku tak ingin Yang Mulia melihatku lalai dalam bekerja."

"Kau tak akan lalai, Norah. Tenanglah. Aku percaya padamu."ujar Lily.

"Terima kasih."sahut Norah tersenyum. "Ayo mandi dan segera bersiap. Jangan sampai kau terlambat sarapan."

Lily hanya tersenyum lalu mendekati bak mandi yang sudah terisi air hangat. Membiarkan Norah membantunya melepaskan gaun tidur dan menggosok punggungnya. Setelah mandi, Norah memakaikan gaun hijau lembut dan menyanggul rambutnya.

"Kau sudah siap."ujar Norah menarik napas lega.

"Terima kasih, Norah."sahut Lily tersenyum.

"Sudah berapa kali kukatakan jangan mengucapkan terima kasih padaku. Semua ini memang sudah menjadi tugasku dan aku menyukainya. Kenapa kau masih saja sungkan padaku?!"

Lily tertawa kecil.

"Ayolah, kita turun menuju ruang makan. Semuanya pasti sudah menunggumu."

Lily mengangguk lalu keluar bersama Norah. Melewati banyak lorong dengan jendela panjang dan besar. Sinar matahari menyeruak masuk. Memberi kehangatan di pagi hari yang sejuk. Terdengar suara kicauan burung di taman. Suara para prajurit yang berlatih dan melakukan aktivitas lainnya.

"Selamat pagi."sapa Lily saat masuk ke dalam ruang makan dan menyadari semuanya sudah lengkap di sana. Kecuali ia. Lily merasa tak enak hati karena membuat mereka menunggu.

"Lily, kau sudah datang."ujar Daniel seraya berdiri dan segera menyambutnya. Menawarkan lengan padanya lalu berjalan mendekati meja makan. Daniel menggeser sebuah kursi, meminta Lily duduk di sana, di samping kursinya. Ratu Veronica memperhatikan mereka berdua dengan tersenyum.

"Maaf sudah membuat kalian menunggu."gumam Lily. Lalu ia mengangguk tersenyum pada Edmund dan Joseph. Joseph tersenyum meringis padanya. Sedangkan Edmund hanya tersenyum kecil, Lily merasa senyuman Edmund seperti tak tulus.

"Jangan kaupikirkan. Aku tahu kau pasti lelah dengan perjalanan panjang, dan serangan itu."ujar sang ratu. Lalu ia memberi tanda kepada pelayan untuk mulai menyiapkan sarapan.

Pelayan yang berjaga segera bertindak. Memanggil pelayan lain untuk membawakan piring berisi makanan dan minuman. Sederetan pelayan keluar melalui pintu dengan piring atau mangkok di tangan. Melangkah menuju meja makan dan menaruh satu per satu. Dalam sekejap banyak hidangan tersaji.

Lily menatap dengan mata melebar. Begitu banyak hingga ia tak tahu harus memakan apa. Dan ia hanya mengambil roti dengan keju dan daging. Menyantap perlahan dalam diam. Merasa malu sekaligus canggung karena makan bersama keluarga barunya. Ia bisa merasakan sesekali mereka menatap dirinya.

Ratu Veronica sangat menyukai Lily yang cantik dan pemalu. Ia bisa memaklumi sikap pemalu Lily. Merasa bersimpati dengan masa kecilnya di peternakan, tinggal bersama orang jahat. Ratu Veronica sangat bahagia dengan tinggalnya Lily di sini. Ia tak memiliki seorang putri. Hanya bisa melahirkan ke tiga putranya yang gagah dan tampan. Ratu Veronica sudah menganggap Lily seperti putrinya sendiri. Beberapa kali ia menatap Lily dengan tersenyum.

Semua mata memperhatikan sosok putri yang hilang itu. Meskipun hampir sepanjang hidupnya Lily tinggal di desa, tapi sikap dan tingkah lakunya tak memperlihatkan kehidupan sebelumnya. Lily benar-benar seperti seorang putri kerajaan. Ia makan dengan pelan. Bergerak dan bersikap dengan anggun.

"Pernikahan kalian harus segera mulai disiapkan."ujar sang raja saat sudah selesai sarapan.

Lily mendongak menatap Raja Benjamin. Matanya melebar kaget. Pernikahan? Ah ia nyaris saja lupa bahwa ia pindah kemari karena pernikahan itu. Mendengar ucapan sang raja membuat jantung Lily berdebar kencang.

"Ayah..."ujar Daniel.

"Ayah tak ingin terlalu lama menunda. Bagaimana jika Raja Ragnar kembali berulah?"tanya Raja Benjamin. "Kuharap kalian tak keberatan. Sudah waktunya kau menggantikan posisiku, Daniel."

"Ayah, kau masih muda dan kuat. Aku bersedia menunggu. Aku masih harus banyak belajar."ujar Daniel

Raja Benjamin tertawa kecil. "Aku sudah tua, nak. Ayah merasa sudah lelah. Bagi kalian mungkin aku terlihat muda dan kuat. Tapi sebenarnya aku sudah tua. Untuk bertarung saja aku sudah tak sanggup."ujarnya terkekeh.

"Ayah, jangan berkata begitu."ucap Joseph.

"Ayah serius. Aku akan memerintahkan untuk segera menyiapkan pernikahan kalian."


Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top