[15] Mengapa Masih Mengusik?

Tidak ada yang bisa disebut sebagai kebetulan. Di dunia ini, apa pun yang terjadi memiliki sebab dan akibat. Jika kebetulan memang benar-benar ada, itu adalah qadarullah. Semua yang terjadi merupakan kehendak-Nya. Begitu pun dengan apa yang menimpa kita saat ini, bisa jadi ujian dan bisa jadi hasil dari usaha di masa lalu.

Hilya duduk menyendiri di sofa ruang tengah seraya memperhatikan luka kecil akibat air panas yang menurutnya memperburuk penampilan jemari lentik yang selalu ia rawat dengan baik. Bahkan, Irham--suaminya-- sama sekali tidak tahu bahwa itu adalah perbuatan kemarin. Lelaki itu kini sedang memanaskan motor matic. Di hari libur ini, Irham sudah memberi tahu akan pergi mengambil sesuatu.

"Biarkan santri yang ambil, Mas." Hilya sudah mencoba memberi saran.

"Aku akan ambil sendiri." Itulah jawaban Irham.

Di tengah lamunan, Hilya menumbuhkan prasangka. Apakah suaminya masih memiliki komunikasi dengan Seruni? Gejala posesif itu menuntun Hilya untuk berencana membuntuti kepergian Irham yang katanya pamit menuju pasar mengambil barang pesanannya di toko tekstil.

Seruni sudah selesai berbelanja. Wajah cerah karena puas mendapatkan semua daftar belanjanya. Ia mengirimkan pesan pada Adna agar nanti siang datang ke kosnya untuk menikmati tekwan buatannya nanti. Sesekali tersenyum dan melirik luka baret di punggung tangan akibat usaha menyelamatkan Adiba. Luka itu mulai membaik.

Senyum terkembang sesaat hilang. Laki-laki yang sangat ingin dihindari oleh Seruni memunculkan diri lagi dengan wajah lebih bengis.

"Sampai kapan kamu akan bertingkah sombong, Runi?"

"Bakri?" Seruni menggumamkan nama dari sosok yang sangat terlihat jemawa, tetapi menuduh sombong.

"Sudah kubilang jangan menemuiku lagi." Seruni memberikan penekanan pada ucapannya. Ia sudah cukup menahan diri bahkan sejak laki-laki itu nekat datang.

"Sudah kubilang aku tidak mau," bantah Bakri sambil mendekat perlahan.

Seruni menoleh ke sana kemari. Sepi.

"Aku sudah mengawasimu sejak kamu pergi ke pasar tadi. Jangan meremehkanku, Seruni." Bakri seperti sempoyongan. Seruni memperhatikan tangan Bakri memegang botol kaca yang tak Seruni tahu botol apa.

Beberapa detik sebelum Bakri berhasil meraih lengan Seruni, suara motor matic mendekat dan berhenti. Seruni dan Bakri menoleh bersamaan.

"Ternyata kamu lagi." Suara beriringan dengan pemilik suara yang melepaskan helm.

Bakri terbahak. Mengejutkan Seruni yang belum bisa berpikir dengan jernih. Kejadian seperti berulang membuat kepalanya pening. Mengapa dua laki-laki itu selalu mengusik bersamaan?

"Kamu sebenarnya laki-laki atau banci?" Ujaran Irham sangat membuat Seruni kaget. Bukan hal wajar putra Kiai Hasan itu melontarkan perkataan olokan yang tidak manusiawi.

"Cukup!" Seruni merasa muak.

"Gus, perkataan njenengan itu keterlaluan. Tidak bisa dibenarkan. Jangan berpandangan rendah dengan mengolok golongan lain hanya untuk membandingkan."

Irham membalas tatapan Seruni yang dipenuhi sorot kekecewaan berlapis. "Kamu masih membela pria seperti dia yang bisa saja mencelakakanmu kapan saja?"

"Bukan masalah Gus Irham. Jangan membawa-bawa golongan lain yang tak bersalah hanya untuk mengolok-olok." Seruni masih fokus pada Irham sebagaimana Irham juga fokus padanya.

"Itu kenyataan dia tidak bisa berlaku gentle--"

"Gus Irham bahkan tidak tahu apa gentle itu." Seruni memangkas ucapan Irham.

"Seruni--"

Kali ini bukan Seruni yang memotong ujaran Irham, tetapi satu pukulan telak yang mengenai bagian kepala beriringan dengan suara beling yang hambur. Bakri sendiri terkejut dengan kelakuannya beberapa detik kemudian. Dipandangi kepala laki-laki yang kini memegangi kepala dan ambruk sesaat setelah tangan Irham mengayun menunjuk Bakri. 

Bakri melotot kaget dengan ulahnya sendiri. Begitu pula Seruni yang menganga tak percaya, matanya terbelalak dan memerah. 

"Bakri!" Seruni berseru syok. Serta merta Seruni terduduk gugup memandangi tubuh Irham yang ambruk. Kepala laki-laki itu robek mengeluarkan darah dari luka yang diakibatkan pukulan botol kaca oleh Bakri.

"Gus Irham, tidak." Seruni tak tahu harus melakukan apa.

Di tengah kelinglungan, Bakri mengambil langkah mundur dan menggeleng-gelengkan kepala. 

"Itu salahmu, Seruni. Salahmu!" teriak Bakri dengan kewarasan yang seolah hilang.

Seruni tak menghiraukan teriakan Bakri, ia sibuk mencari kontak seseorang di ponsel sehingga tak menyadari bahwa Bakri telah kabur.

Tangan Seruni bergetar, mulai menangis saat nomor pengurus pondok yang dihubunginya tak kunjung memberikan kepastian tersambung.

"Tidak mungkin! Mas Irham?!" 

Satu seruan mengalihkan atensi Seruni. Hilya, perempuan itu sudah berada di tempat di mana kini Seruni sedang tak berdaya.

"Ustazah Seruni! Apa yang kamu lakukan?!" Hilya spontan merengkuh tubuh suaminya dan mendorong Seruni menjauh. Ia semakin histeris dan air mata mengucur saat menyadari tangannya memegang darah yang berasal dari kepala Irham yang terluka.

"Seruni ...." Sayup-sayup Irham sempat mengutip nama sebelum akhirnya tak sadarkan diri.

Kebencian Hilya langsung menyeruak, "Apa yang kamu lakukan?!" Hilya seperti anak kecil yang merengek jengkel pada Seruni.

"Wanita tak tahu malu!" Kalimat itu menjadi penutup sekaligus pembuka ihwal baru.

Seruni sudah tak peduli apa-apa lagi. Kesadarannya tak hadir penuh. Diam menyaksikan Irham dilarikan ke rumah sakit.

💔💔💔

Adna mengelus pundak Seruni yang tengah melamun memikirkan keadaan Irham.

"Jangan menyalahkan diri terus, Runi. Sudah menjadi takdir Gus Irham cedera. Itu juga karena keputusannya nekat membantumu dari laki-laki itu."

"Mengapa harus seperti itu?" Seruni masih tak mengerti. Ia tidak pernah merancang apa pun, apa lagi sampai ingin mempertemukan Irham dengan Bakri.

"Maaf, tekwannya belum jadi kubuat." Seruni mengalihkan pembicaraan saat teringat janjinya yang tertunda sebagaimana pesan yang sempat ia kirimkan pada Adna.

"Lupakan dulu itu." Adna memaklumi. "Kamu tak ada niat untuk menjenguk Gus Irham?"

Seruni menggeleng. "Sepertinya jika itu kulakukan hanya akan memperkeruh suasana. Ning Hilya sepertinya marah sekali padaku atas kejadian itu," sesal Seruni.

💔💔💔

١ رمضان ١٤٤٥ ه | 12 ,Maret 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top