Part 6 - Putus
"Put, tungguin," Adam memanggil Putri. Begitu sampai di parkiran sekolah Putri langsung melompat dari atas motor Adam dan berlari pergi meninggalkan Adam yang sibuk membuka helm.
"Buru-buru mau nyalin tugas," Putri setengah berteriak.
"Helm kamu belum dilepas," Adam balas berteriak.
"Oh iya." kaki Putri berhenti melangkah. Dia memutar tubuh dan kembali menghampiri Adam. Putri buka helmnya dengan terburu-buru, lalu menyerahkan pelindung kepala itu pada Adam.
"Lupa," kekeh Putri.
Adam menerima helm yang Putri sodorkan. "Ceroboh," balas Adam.
Putri kembali memutar tubuh setelah menampilkan senyuman tanpa dosa pada Adam. Langkah Putri bergerak ringan dengan senyuman mengembang di wajahnya. Membuat Adam ikut tersenyum melihat mood Putri yang bagus. Pacar Adam itu sangat cantik kalau moodnya bagus seperti sekarang.
Sebuah motor matic berwarna putih memasuki parkiran. Mengambil posisi pada sisi motor Adam. Tidak perlu memiliki pengetahuan yang tinggi untuk tahu bahwa pemilik motor itu adalah Junita, teman Safa. Seringkali safa dan Junita berangkat bersama ke sekolah, seperti hari ini. Dengan gerakan anggun Safa membuka helm dan tersenyum pada Adam.
"Baru sampai, Dam?" tanya Safa.
Adam mengangguk sambil menatap dua teman sekelasnya itu secara bergantian. "Iya."
"Tugas kelompok kita udah beres. Nanti tinggal dikumpul ke ibu Merry," cerita Safa tanpa diminta. Safa ingin memberitahu bahwa Adam tidak sia-sia mengantarnya membeli kertas gambar untuk tugas kelompok kesenian.
"Itu bagus," jawab Adam seadanya dan tidak ingin terlihat terlalu antusias. Adam takut Putri akan cemburu dan salah paham, ya, meski saat ini Putri tidak ada di sini. Tapi Adam ingin berusaha sebaik mungkin untuk menepati janji.
"Kita ke kantin bentar, yuk. Gue belum sarapan dari rumah," sela Junita.
"Gue juga belum sarapan. Adam, lo mau gabung bareng kita?" tawar Safa.
"Gue udah sarapan!" jawab Adam yakin. Walau pada kenyataannya Adam belum sarapan dari rumah. Tadi ibu Adam pagi-pagi sekali sibuk mengurus keuangan usaha konveksi. Menghitung berapa besar pemasukan yang didapatkan dari hasil foto yang menggunakan Adam sebagai model. Kata sang ibu, mereka untung besar.
"Gue ke kelas duluan kalau gitu," pamit Adam dengan nada cepat.
"Berengan aja. Kita satu kelas, satu arah. Ngapain jalannya harus pisah-pisah? Ayo!" Safa melangkah di sisi Adam, diikuti Junita di sisi kirinya.
Adam mendesah pasrah dan kehabisan akal untuk menolak. Berharap semoga Putri tidak melihatnya berada dalam radius dekat dengan Safa. Dan Adam berharap pula teman Putri bernama Mutia yang suka julid itu juga tidak melihat dia saat ini dengan Safa. Bukan bermaksud ingin menjadi pengecut, tapi bukankah mencegah pertengkaran lebih baik?
"Kak Safa," seorang adik kelas datang menghampiri. Adik kelas yang sama dengan yang kemarin memberikan Safa hadiah.
"Iya? Kenapa, Niki?" tanya Safa sambil tersenyum.
Adik kelas yang bernama Niki itu menyodorkan selembar undangan pada Safa. "Datang ya, Kak."
"Pesta ulang tahun?" tanya Junita.
Niki mengangguk. "Iya. Ah, ini buat Kakak juga." Niki merogoh tas ranselnya memberikan lembaran undangan pada Junita.
"Gue nggak dapat undangan, nih?" seloroh Adam dengan nada bercanda.
"Ya ampun, aku nggak nggeh kalau Bang Adam ada di sini. Dapat dong, masa cowok paling tampan seantero sekolah nggak diundang," Niki memberikan undangan pada Adam juga.
Dengan bahagia Adam menerima undangan itu. Meneliti kertas berwarna ungu gelap yang didesain dengan mewah. Acara ulang tahun yang akan diselenggarakan di sebuah gedung pada malam minggu ini. Adam menerka acara ulang tahun ini akan meriah mengingat Niki adalah anak orang kaya yang super dimanjakan.
"Jangan lupa bawa pasangan masing-masing, ya. Kak Safa sama Bang Adam cocok, lho," Niki memainkan alisnya.
"Cocok? Adam udah punya pacar," lagi-lagi Junita menyela.
Satu sekolah tahu kalau Adam tidak lagi sendiri. Tapi mengenai siapa pacar Adam hanya diketahui oleh segelintir orang saja mengingat Putri yang tidak begitu memiliki nama di sekolah. Beberapa orang bahkan mengira bahwa Safa ada pacar Adam. Atau sebagian orang yang suka julid tentang Putri yang tidak pas untuk Adam.
Adam tidak ambil pusing apa kata orang. Dia yang menjalankan dan dia yang merasakan. Hidup Adam tidak diatur dari apa kata orang.
"Nanti gue ajak Putri, ya," ujar Adam seraya mengangkat undangan pemberian Niki. Kemudian dia melenggang pergi terlebih dahulu dengan senyuman tanpa beban. Adam senang mengakui Putri sebagai miliknya di hadapan orang-orang.
-o0o-
"Putri makannya, apa? Kambeeng!" Adam bernyanyi sambil menunggu pesanan bakso mereka yang sedang diracik mang Amin.
Putri mendelik kesal pada Adam. Menghujani cowok itu dengan tatapan kesal.
"Melototnya gitu banget. Ntar mata kamu keluar," Adam berujar dengan nada senang.
"Kayaknya cuma kamu cowok satu-satunya di muka bumi ini yang suka ngatain pacar sendiri," decak Putri.
Adam tertawa ringan tanpa rasa bersalah. Menganggu Putri menjadi kesenangan tersendiri bagi Adam. Membuat si pacar merenggut-renggut tidak jelas selalu sukses menaikkan mood Adam.
"Put, mau nggak ikut ke acara ulang tahun Niki? Aku dapat undangan tadi pagi," Adam mengalihkan topik pembicaraan mereka.
"Nggak mau, ah. Yang diundangkan kamu, bukan aku."
"Tapi Niki suruh bawa pasangan. Kalau disuruh bawa orangtua udah pasti aku ngajak mama. Eh, nggak mau deh ngajak mama. Entar aku disuruh jadi model produk jilbab dia lagi," Adam bergedik ngeri.
Putri tertawa senang mengingat tingkah ibu Adam yang super aneh. Anaknya ganteng begini diminta jadi model untuk promosi jilbab instan. Putri bahkan punya beberapa foto Adam menggunakan jilbab yang ia dapat dari ibu Adam sendiri.
"Kalau kamu macam-macam sama aku, aku sebari foto kamu yang pakai jilbab ke orang-orang," ancam Putri dengan nada kesenangan.
Adam cemberut mendengar ancaman Putri yang sangat mengerikan. Bisa turun harga diri Adam sebagai cowok macho dan pecinta film dokumenter hewan buas kalau fotonya menggunakan jilbab sampai tersebar. Mau ditaruh di mana nanti muka Adam?
"Jadi, kamu mau nggak ke pestanya Niki?" Adam meninggalkan topik mengenai foto dan jilbab.
"Memangnya harus?" Sejujurnya Putri malas untuk masuk ke dalam lingkungan pertemanan Adam. Ya, teman-teman Adam dan Putri tidak satu frekuensi. Gaya mereka yang fancy tidak sesuai dengan Putri yang apa adanya.
"Aku nggak maksa kalau kamu nggak mau," ujar Adam.
"Kalau aku nggak mau datang, kamu bakal tetap pergi?"
Adam berpikir sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat dari pertanyaan Putri. "Buat apa aku ke sana kalau kamu nggak ikut? Mending nonton film dokumenter aja."
Putri tersenyum mendengar jawaban Adam. "Aku egois nggak sih minta kamu jangan pergi ke pesta itu?"
"Sedikit," jawab Adam. "Tapi aku lebih egois lagi kalau aku maksa kamu buat ikut."
"Bisa aja nih si abang ngegembelnya," kekeh Putri.
Dan sore ini mereka habiskan dengan indah bersama bakso kesukaan Putri. Ditemani teh manis dingin. Tawa Putri dan Adam saling bersautan dan mampu menenggelamkan kesedihan yang mereka rasakan kemarin. Sesederhana ini untuk bahagia.
TBC
Cerita ini aku ikut sertakan dalam challenge 30 hari menulis selama ramadhan bersama glorious publisher 😊😊Minta dukungannya teman-teman dengan vote dan komen yang buanyaaak 😁
Wish me luck gaess 😉
Ceritanya bakal aku up tiap hari, hayuk di vote dan komen makanya.
Spam next di sini 👉
❤ Awas ada typo ❤
#Challenge30GP
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top