Part 3 - Putus

Sore beranjak pergi. Dan sebentar lagi langit akan menghitam, Adam baru saja selesai latihan basket. Dengan motor besar warna hitam kebanggaannya Adam membela jalanan. Laju motor Adam melambat saat melintasi warung bakso kesukaan Putri. Adam mengarahkan motornya memasuki area parkiran sempit warung bakso itu.

Putri masih marah pada Adam karena sesuatu hal yang tidak Adam tahu. Walau entah dimana letak kesalahannya, Adam akan meminta maaf dengan membawa sebungkus bakso untuk Putri. Seperti yang sudah-sudah, Adam akan mengalah. Dia tidak akan tenang jika bersitengang dengan Putri.

Adam menghirup aroma bakso sapi yang khas saat memasuki warung bakso. Tidak begitu ramai, namun tidak pula pernah kehabisan pelanggan. Adam sering menghabiskan waktu dengan Putri di warung sepuluh meter kali lima meter ini.

"Mang, kayak biasa dua bungkus," kata Adam seraya menarik kursi plastik untuk dia duduki.

"Nak Putrinya nggak ikut?" tanya pemilik warung bakso itu. Si bapak biasa disapa Mang Amin, berusia empat puluhan yang selalu tampak rapi dan bersih. Beliau kini mulai meracik bakso pesanan Adam.

"Lagi ngambek, Mang," sahut Adam.

"Mang bakso pakai kuah mie ayam satu, ya. Makan di sini aja. Lho, Adam?"

Suara mendayu dan lembut menarik perhatian Adam. Perempuan cantik memasuki warung bakso Mang Amin.

"Safa," Adam balas menyapa.

Safa menarik kursi plastik tepat di hadapan Adam. Mereka duduk saling berhadapan dengan sebuah meja panjang yang memisahkan keduanya.

"Lo sendirian?" tanya Adam.

"Memangnya jomblo kayak gue bakal datang sama siapa lagi?" Safa mencibir seolah merasa kesal. "Gue laper pengen makan bakso. Eh, ketemu lo di sini. Lo baru pulang latihan?"

"Iya, nih. Gue baru balik latihan. Pulang ke rumah juga belom. Berasa Bang Toyib versi modern gue," Adam memerbaiki jambulnya agar terlihat semakin tampan.

Safa tertawa ringan, "gaya banget lo!"

Adam balas tertawa, tawa ringan yang pada awalnya terdengar luwes perlahan-lahan memelan lalu lenyap. Mata Adam menangkap sosok perempuan yang baru memasuki warung bakso. Perempuan itu balas menatap Adam dengan datar.

"Putri," ujar Adam lirih.

Putri berjalan menghampiri Adam, matanya tidak lepas dari si pacar yang sedang duduk berdua dengan Safa. Belum hilang kekesalan Putri mengenai insiden saat jam istirahat tadi, kini Adam menambah daftar kesalahan baru lagi.

"Ngapain lo di sini? Sama Safa?" Mutia yang datang bersama Putri mendelik sinis.

"Kita nggak sengaja ketemu," jawab Adam apa adanya.

Putri berdecak sinis. Bagaimana mungkin dia dapat berpikir positif melihat pacar duduk berdua bersama dengan cewek cantik yang Putri anggap saingannya sendiri?

"Kamu jalan sama dia, kan?" tuding Putri, suaranya coba diredam agar tidak menarik perhatian banyak orang.

"Maksud kamu apa sih, Put? Aku ketemu Safa di sini nggak sengaja," jelas Adam dengan nada sabar.

"Tukang bohong kamu sekarang!" Putri berbalik pergi, selera makannya mendadak hilang. Aroma bakso kesukaan Putri tidak mampu menahannya untuk tetap tinggal di warung bakso itu.

"Lo jahat banget tahu nggak, sih! Dari awal gue memang nggak suka lo jadian sama Putri," kesal Mutia sebelum berlalu mengikuti Putri.

Adam berdecak tidak percaya dengan apa yang terjadi. Dia tatap kepergian Putri dengan pandangan tidak mengerti.

Di mana letak kesalahan Adam? Dia hanya datang ke warung bakso, berniat membeli bakso untuk Putri sebagai bentuk tanda damai. Lalu setelah itu Safa tiba-tiba datang tanpa diduga. Tidak mungkin Adam mengusir Safa dari warung bakso ini, bukan?

Jadi, coba katakan di mana letak kesalahan Adam?

"Putri kayaknya salah paham, deh," perkataan Safa membuat perasaan Adam semakin tidak karuan.

"Biar aja, entar juga baik sendiri." Dan Adam memilih untuk pasrah.

-o0o-

Putri menatap nanar layar ponselnya yang gelap. Jarum jam menunjuk ke angka sebelas malam, terhitung sudah lima belas menit lebih Putri menunggu notifikasi dari seseorang yang tidak kunjung datang.

Ayolah, Putri menunggu atau lebih tepatnya mengharapkan permintamaafan Adam atas kejadian hari ini. Sayangnya pacar tampan Putri itu tidak kunjung memberi kabar, dan tidak coba membujuk Putri sama sekali. Mengingat wajah Adam dan Safa membuat kemarahan Putri semakin besar. Dia kesal karena Adam terlihat serasi dengan perempuan lain.

"Bodo amatlah! Bodo amat," dengkus Putri. Dia lempar ponselnya ke sisi bantal dan memilih untuk terlelap saja dan melupakan tentang Adam. Lihat saja, Putri tidak akan pernah memaafkan cowok yang satu itu.

Pagi harinya Putri sengaja berangkat lebih awal dari biasa untuk menghindari Adam. Sayangnya baru sampai halte dekat area perumahan tempatnya tinggal Adam dapat menemukannya terlebih dahulu. Dengan gaya keren Adam duduk di atas motor meminta Putri untuk naik dengan gerakan dagu.

Putri mendekati motor Adam, dia tatap cowok itu dengan pandangan dingin. "Kenapa nggak jemput Safa aja?!"

"Pacar aku kan kamu, bukan Safa. Kenapa aku harus jemput Safa?" tanya Adam seraya membuka kaca helmnya.

Tidak ingin memperpanjang perdebatan Putri memilih untuk menaiki boncengan motor Adam dengan wajah merenggut. Dia sengaja memberi jarak antara dirinya dengan Adam sebagai bentuk kekesalan. Adam terkekeh melihat tingkah Putri yang sengaja memberi ruang kosong antara ransel yang Adam gendong dengan posisi duduk Putri.

"Kamu nggak bawa helm?" tanya Adam.

"Nggak!" jawab Putri singkat.

Adam menggas motornya. "Jangan cemberut gitulah. Seriusan, kemarin aku nggak sengaja ketemu Safa di warung bakso. Padahal aku ke sana mau beli bakso buat kamu."

Putri tidak mendengar penjelasan Adam. Jalanan sekitar terlalu bising, belum lagi Adam yang berbicara dari balik helm membuat telinga Putri sulit menangkap kata-kata yang keluar dari bibir Adam. Hingga motor Adam sampai di parkiran, Putri sama sekali tidak mendengar ocehan Adam sepanjang jalan. Hanya dengkusan Adam yang Putri tangkap saat laki-laki itu sengaja menoleh sekilas ke belakang.

"Putri," Adam menyamakan langkah dengan Putri yang keluar dari parkiran sekolah. "Kamu marah karena apa, sih? Aku udah jelaskan kalau kemarin itu aku nggak sengaja ketemu sama Safa di warung bakso."

"Udahlah, aku mau sendiri," Putri terlalu malu untuk mengakui bahwa dirinya sedang cemburu.

Adam menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. Ia biarkan Putri berlalu pergi begitu saja. Adam sudah coba untuk memahami Putri, datang terlebih dahulu pada Sang Pacar untuk berdamai, namun respon yang Putri berikan tidak seperti yang Adam harapkan. Ah, Adam benar-benar tidak akan pernah memahami yang namanya kaum perempuan.

Adam merasakan merasakan ponsel yang ada di saku abu-abunya bergetar. Ada pesan masuk via WA dari ibu Adam. Begini isinya,

Adam, anak mama yang ganteng. Nanti jadi model jualan mama lagi, ya.

Sungguh, Adam tidak akan pernah mengerti jalan pikiran ibunya dan Putri. Sang Ibu yang suka sekali meminta Adam untuk menjadi model usaha pakaian baju muslimah, dan Putri yang selalu memberi kode-kode yang tidak dapat Adam pahami. Cobaan sekali.

Tbc

Cerita ini aku ikut sertakan dalam challenge 30 hari selama ramadhan bersama glorious publisher 😊😊Minta dukungannya teman-teman dengan vote dan komen yang buanyaaak 😁

Wish me luck gaess 😉

Ceritanya bakal aku up tiap hari, hayuk di vote dan komen makanya.

Spam next di sini 👉

❤ Awas ada typo ❤

#Challenge30GP

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top