Part 29 - Putus

"Besok final turnamen leader champion. Lo nggak mau datang buat kasih dukungan ke bang Adam? Sejak turnamen lo sama sekali nggak pernah lihat bang Adam bertanding secara langsung, kan? Ini kesempatan yang bagus untuk maju sebagai Putri yang penuh percaya diri," ujar ketua OSIS dengan panjang.

"Ini waktunya untuk tunjukkan pesona yang lo punya," lanjutnya.

Putri menatap sekitar halte yang tampak ramai. Ia sedang menunggu angkutan umum, sementara ketua OSIS menunggu jemputan.

"Pasti di sana banyak teman-teman Adam. Apalagi ini pertandingan final," Putri mendesah malas.

Si ketua OSIS berdecak. "Terus masalahnya apa?"

"Gue malu," cicit Putri.

"Malu itu kalau lo ketahuan mencuri atau berbuat suatu hal yang negatif. Ngapain malu kalau lo nggak salah? Katanya kemarin mau berubah jadi orang yang lebih percaya diri. Mana semangatnya, Bung?"

Kali ini Putri harus mengakui bahwa ketua OSIS memang cocok menjadi seorang ketua OSIS. Dibalik sikap konyol dan menyebalkannya si ketua OSIS adalah sosok yang bijak. Pandai mengayomi dan membangkitkan semangat dengan caranya sendiri.

"Lo benar. Ini saat yang tepat untuk tampil dan menunjukkan ke semua orang kalau gue pantas buat Adam. Gue keren. Gue cantik. Dan gue waw." Putri membangun kepingan percaya dirinya untuk lebih kokoh. Membulatkan tekad bahwa semua akan berjalan lancar.

"Lo belajar dari mana kata-kata narsis itu?" si ketua OSIS tertawa ringan.

"Dari lo!" Lalu mereka berdua melepas tawa.

Sementara itu Adam dan Safa pulang bersama. Rutinitas baru Adam sejak Safa keluar dari rumah sakit adalah mengantar dan menjemput cewek itu. Setidaknya sampai Safa benar-benar pulih dan Adam tidak merasa lagi.

"Besok final turnamen, ya?" Safa bertanya. Ia turun dari atas boncengan motor Adam, kini mereka telah sampai di halaman rumah Safa.

"Besok gue boleh datang?" tanya Safa sekali lagi.

"Jangan terlalu dipaksa kalau memang lo belum sehat betul," Adam membuka helm, menatap Safa dengan pandangan penuh pengertian.

"Gue udah sehat sekarang. Besok gue pasti datang," janji Safa.

Adam mengangguk, "lo boleh datang sama teman-teman yang lain. Kalau misalnya lo ngerasa sakit atau lemas lebih baik nggak usah datang, atau pulang duluan sebelum pertandingan selesai juga boleh. Gue masih cemas karena kejadian di alun-alun."

Senyuman Safa merekah lebar dengan dada berdegup tidak karuan. "Makasih udah perhatian sama gue, Dam."

"Nggak usah sungkan. Udah memang seharusnya karena lo teman gue. Dan gue juga merasa bertanggungjawab karena waktu lo kena serempet lagi bareng gue."

Degup jantung Safa memelan. Ada kepahitan dalam kalimat Adam yang harus dia terima. Nyatanya cowok itu masih menganggap dia sebagai teman sampai sekarang.

"Besok tepat satu bulan dari waktu yang gue minta untuk meluluhkan perasaan lo," ujar Safa.

"Safa--"

"Jangan kasih komentar apapun, Dam. Biar gue coba sampai akhir," potong Safa.

Adam menghela napas kasar, dan lebih memilih untuk memberikan senyuman pada Safa. Ia kembali memasang helmnya, kemudian menghidupkan mesin motor. Sebelum berlalu pergi Adam berkata, "leih baik lo istirahat. Gue beruntung kenal sama lo, Fa.

"Hati-hati di jalan, Dam."

-o0o-

Putri menatap dirinya pada pantulan cermin. Memoles make up tipis di wajah agar terlihat lebih segar. Dress selutut berwarna biru muda dengan motif bunga sakura dan potongan sederhana menjadi pilihan Putri sore ini. Putri melengkapi penampilannya dengan tas selempas berwarna putih gading.

Dia siap pergi menonton Adam pada turnamen basket putaran final.

"Kenapa gue jadi gugup nggak karuan gini?" tanya Putri pada dirinya sendiri. Dia raih paper bag yang ada di atas maja belajar. Paper bag itu berisi hoodie hadiah untuk Adam.

Sebelum berangkat Putri membuka semua blokir akun sosial media Adam. Tiba-tiba dia merasa bodoh karena telah menghapus semua foto bersama Adam. Dan merasa lebih bodoh lagi kala mengingat barang kenangan dengan Adam berakhir naas di tempat sampah.

"Gue bakal ciptakan kenangan yang lebih banyak lagi bareng Adam untuk menggantikan semua yang udah gue sia-siakan," Putri bertekad.

Putri ditemani Mutia dan Acha telah sampai di arena olahraga. Pertandingan akan dimulai beberapa menit lagi. Tampak Adam dan tim bersiap di lapangan. Karena putaran final warga SMA Panca Dharma terlihat ramai memadati kursi penonton area. Pendukung tim lawan juga tidak kalah banyak memadati kursi penonton.

"Itu Safa," bisik Mutia sambil menunjuk pada Safa duduk dua kursi di depan mereka.

Safa duduk bersama teman satu kelasnya, yang sudah pasti termasuk teman-teman Adam juga. Mereka membawa kertas karton besar bertuliskan kata-kata penyemangat untuk memberi dukungan. Sebelum pertandingan mulai kelompok Safa sudah terlihat heboh dan penuh semangat.

"Adam!"

"Bian!"

"Panca Dharma pasti bisa!"

Begitu gemuruh yang terdengar dari kursi Safa dan kawan-kawan. Jelas mereka bangga karena dua bintang basket sore ini berasal dari kelas mereka.

"Adam, Safa datang buat kasih dukungan ke elo!" salah seorang teman Safa berteriak kencang. Hingga menarik perhatian beberapa orang yang mendengar.

Safa tertawa sambil menyenggol lengan temannya itu. Pipi Safa terlihat memerah.

"Adam, kata Safa I love you. I miss you. I need you. I to you," lanjut teman Safa yang lain. Suara tawa terdengar dari sekitar kursi mereka.

Adam dan beberapa rekan tim basket yang mendengar itu refleks menoleh ke arah Safa dan kawan-kawan. Mereka ikut tertawa gembira melihat gemeruh semangat itu. Sorak-sorak semakin kuat ketika pertandingan babak pertama akan dimulai.

Pertandingan berlangsung sengit dengan poin yang saling mengejar. Safa berteriak keras memberi dukungan hingga mampu menarik perhatian orang-orang. Membuat semua berpikir bahwa Safa adalah pendukung nomor satu Adam dan tim. Parasnya yang cantik menambah poin plus Safa di mata semua orang.

Lain dengan Safa yang mampu menarik perhatian semua orang dengan pesonanya. Putri justru diam seribu bahasa menyaksikan jalannya pertandingan. Mata Putri tidak lepas dari Adam yang sedang berlaga di tengah lapangan. Diam-diam Putri mendoakan yang terbaik bagi Adam. Semoga cowok itu selalu diberkahi keberuntungan.

"Adaaam!" teriakan orang-orang bergemuruh. Adam mencetak poin yang membawa kemenangan bagi SMA Panca Dharma.

Saat semua orang bersorak heboh, Putri justru diam dan mengucap syukur. Doanya didengar oleh Tuhan. Senang rasanya melihat senyuman Adam merekah lebar.

TBC

1 part lagi end. Udah kebaca dong ending nya gimana??

Cerita ini aku ikut sertakan dalam challenge 30 hari menulis selama ramadhan bersama glorious publisher 😊😊Minta dukungannya teman-teman dengan vote dan komen yang buanyaaak 😁

Wish me luck gaess 😉

Ceritanya bakal aku up tiap hari, hayuk di vote dan komen makanya.

Spam next di sini 👉

❤ Awas ada typo ❤

#Challenge30GP

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top