Part 19 - Putus
Tandai kalau ada typo.
Selamat membaca 😊
_____________
"Kenapa?"
"Karena kita terlalu berbeda."
Dan Adam kembali coba berdamai dengan keadaan. Mensugesti diri kalau sesuatu yang terlalu dipaksakan tidaklah baik. Baiklah, Adam menyerah.
-o0o-
Putri termenung di kursi pinggir lapangan, matanya menatap datar pada lapangan luas yang biasa digunakan untuk upacara bendera. Jam istirahat pertama Putri habiskan dengan duduk di sana, sementara Mutia dan Acha telah pergi ke kantin untuk mengisi perut. Hari telah berlalu meninggalkan kenangan yang sulit untuk dilupakan. Membawa perubahan yang harus diterima dengan tangan terbuka.
Termasuk Adam yang berubah sejak Putri menolak untuk kembali bersama dua minggu yang lalu. Jika diawal putus Adam sering kali merecoki Putri walau dari kejauhan, kini tidak lagi. Adam tidak pernah lagi menyindir Putri tentang masalah blokir akun media sosial. Adam berubah, benar-benar berubah dalam artian yang sebenarnya.
Dari desas-desus yang Putri dengar, Adam kini sedang disibukkan mengikuti turnamen basket. Orang-orang memuji betapa keren Adam saat berlaga di lapangan basket, terutama kaum hawa yang semakin mengeluh-eluhkannya. Tidak dapat Putri bayangkan seperti apa gosip yang akan menimpahnya jika masih bersama dengan Adam yang semakin keren. Adam sang bintang sekolah.
"Gue benar-benar ganteng," suara penuh percaya diri terdengar dari kursi sebelah.
Putri menoleh. Siapa gerangan orang penuh percaya diri tersebut? Bibir Putri mencibir otomatis melihat sosok tinggi yang duduk di kursi sebelahnya. Si ketua OSIS itu ternyata, selain berisik rupanya dia tipe manusia yang penuh percaya diri.
"Oh, hai," dia menyapa Putri sambil tersenyum ceriwis.
"Gue lupa balikin jaket lo. Besok bakal gue bawa kalau nggak lupa." Putri teringat jaket si ketua OSIS yang belum dia kembalikan.
"Buat lo aja. Gue masih punya banyak di rumah. Lagi pula akhir-akhir ini cuaca sedang panas, jadi gue nggak terlalu butuh. Lo lebih membutuhkan untuk nutup kepala saat mendengar orang lain bergosip tentang lo," katanya.
Dia masih saja berisik, gumam Putri dalam hati.
"Makasih. Hati lo benar-benar mulia," ujar Putri sekenanya.
Ketua OSIS itu tertawa ringan dan lepas. Membuat matanya menyipit saat tertawa. Apa dia harus sebahagia itu hanya karena pujian Putri yang tidak seberapa?
"Gimana hubungan lo sama mantan? Gue dengar tim basket bang Adam masuk putaran seperempat final di turnamen leader champion. Bang Adam benar-benar terkenal dikalangan cewek-cewek cheer. Pamor gue sebagai ketua OSIS kalah saing," ketua OSIS itu mengeluh.
Putri menghela napas dengan kasar. Lepas dari bayang-bayang Adam ternyata tidak semudah yang Putri pikirkan. Orang-orang selalu menyinggung tentang cowok itu pada Putri. Seberapa jauhpun Putri coba untuk berlari segala tentang Adam selalu mengejar dari belakang selama mereka masih dalam lingkup yang sama.
"Cariin gue cowok baru dong," seloroh Putri. Dia begitu frustasi dengan keadaan ini. Kembali bersama dengan Adam bukan pilihan yang Putri inginkan. Namun keadaan selalu memanas-manasi hatinya.
Ketua OSIS itu kembali tertawa karena Putri. "Jadi ceritanya lo takut kalah saing dari mantan?"
"Bukan karena itu juga. Gue butuh penyegaran. Butuh sesuatu yang baru dalam hidup ini. Ya kali, selama masa SMA mantan gue cuma sebiji," Putri mencibir dan coba menunjukkan bahwa dia kini lebih bahagia setelah putus dari Adam, terlepas dari keresahan hatinya.
"Tipe cowok lo gimana? Yang pasti kayak bang Adam dong, ya," balas ketus OSIS itu.
"Tipe cowok gue udah berubah. Gue lagi pengen pacaran sama cowok yang biasa-biasa aja. Tapi tetap harus tampan dan kaya." Putri menampilkan senyuman polos pada ketua OSIS itu.
"Ck, dasar betina," cibir si ketua OSIS sambil mengangsur ponselnya pada Putri. "Catat nomor WA lo. Gue punya banyak kenalan yang bagus-bagus, bibit unggul dan produksi terbaik."
"Lo kata produk dari pabrik," cibir Putri, dia mencatatkan nomor WA dan kemudian mengembalikan ponsel layar sentuh tersebut pada si pemilik.
"Dari semua kenalan gue, bang Adam adalah produk unggul terbaik."
Putri mendelik tajam. Tidak suka dengan pernyataan yang baru saja dilontarkan si ketus OSIS ini. Jangan bahas mantan gue lagi, begitu arti tatapan Putri.
"Omong-omong sebagai adik kelas lo kurang ajar banget sama gue. Gini-gini gue itu senior lo. Adam lo panggil pakai embel-ambel abang. Lah, gue?" Putri melotot. "Mulai sekarang panggil gue Kakak," tandas Putri.
"Gue panggil almarhumah, mau?"
"Lo gue panggil almarhum, mau?"
"Cocok dong kita jadi pasangan. Almarhum dan almarhumah," kekehan si ketua OSIS terdengar menyebalkan di telinga Putri.
-o0o-
"Selamat, Dam. Sekolah kita masuk perempat final," puji teman Adam.
Adam dan beberapa teman satu kelasnya selepas pulang sekolah mampir di salah satu kafe bertema anak muda. Kata teman-teman Adam untuk merayakan kesuksesan sekolah mereka masuk perempat final pada turnamen basket tingkat provinsi. Walau bukan kapten basket, namun Adam memegang peran penting sebagai guard dalam tim.
Sering mencetak poin membuat nama Adam semakin bersinar, bahkan dikalangan sekolah tetangga. Banyak yang mendekati Adam secara terang-terangan. Apalagi saat ini statusnya sebagai seorang jomblo.
"Gue nggak dipuji?" sela Bian dengan tampang cemberut.
"Selamat juga untuk lo, Bian Ganteng," Safa berujar dengan nada geli melihat tampang cemburu Bian.
"Dua bintang basket dari kelas kita. Gue bangga berteman sama lo berdua," teman Bian dan Adam bersuara dengan suara yang sengaja dibuat terharu. Kemudian dia mengusap sudut matanya, seolah-olah sedang menangis.
"Untung setelah putus Adam galaunya cuma sebentar. Coba kalau dia berlarut-larut dengan predikat sad boy. Bisa ambyar tim basket sekolah kita. Ayo, ayo semuanya makan. Hari ini Adam yang bayar," seru Bian tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari pemilik nama.
"Kampret, kapan gue bilang gitu?" debat Adam tidak terima.
"Bayar masing-masing maksud gue. Maaf, gue typo," Bian menunjukkan senyuman tanpa dosa.
Dengan tawa yang saling bersautan mereka menikmati waktu diawal sore. Membalas candaan dan sesekali memaki. Kumpul bersama untuk melepas beban tentang pelajaran dan persaingan di sekolah. Kini mereka hanya sekumpulan remaja yang menikmati indahnya berbagi tawa dengan sesama teman perjuangan.
Tak lupa lima anak cewek yang ikut kumpul sore ini mengabadikan moment lewat kamera ponsel, termasuk Safa. Dan memposting pada akun media sosial masing-masing. Seperti kebiasaan cewek pada umumnya, segala sesuatu dan semua moment harus ditunjulkan pada dunia.
"Fa, sana lo temani Adam beli camilan. Habis ini kita kumpul di rumah Bian," celetuk salah satu anak cowok.
Safa menatap Bian. "Ya, oke."
"Ya, udah sana pergi! Nikmati waktu kalian selama boncengan di atas motor," kekeh cewek berpita pink.
"Moga-moga cinlok." Lingkungan pertemanan mereka secara tersirat menjodohkan Adam dan Safa. Semakin gencar sejak Adam putus.
"Bacod lo semua," tanggap Adam. Teman-teman Adam tahu kalau Adam bercanda mengatakan itu.
"Nggak usah didengerin, Dam," Safa tersenyum cantik sambil geleng kepala, ia tidak habis pikir dengan tingkah teman-temannya.
TBC
Cerita ini aku ikut sertakan dalam challenge 30 hari menulis selama ramadhan bersama glorious publisher 😊😊Minta dukungannya teman-teman dengan vote dan komen yang buanyaaak 😁
Wish me luck gaess 😉
Ceritanya bakal aku up tiap hari, hayuk di vote dan komen makanya.
Spam next di sini 👉
❤ Awas ada typo ❤
#Challenge30GP
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top